Baghdad dan Kurdi Berebut Hak Kota Mosul

Belum juga pasukan Pemerintah bersama sekutunya berhasil mengusir militan Islamic State (ISIS/Daesh) dari , antara Pemerintah dan otonomi timbul saling klaim hak untuk mengambil alih kontrol kota terbesar kedua di negara itu.

Pertempuran yang bertujuan merebut benteng terakhir ISIS di Irak itu masih jauh dari kata “selesai” dan telah memasuki bulan kedua sejak Perdana Menteri Irak Haider Al-Abadi memproklamirkan peluncuran operasi militer besar-besaran pada 17 Oktober yang didukung oleh serangan udara koalisi pimpinan Amerika Serikat (AS).

Dalam operasi ini, pasukan Peshmerga Kurdistan yang pernah mengusir ISIS dari kota Suriah, Kobane, juga memainkan peran utama.

Operasi militer itu telah memunculkan keuntungan bagi wilayah Kurdistan yang otonom atau memperkuat kontrol atas peta wilayah sengketa di Irak utara.

Dalam beberapa hari terakhir sebelum tanggal 20 November 2016, pemimpin Kurdi Presiden Massoud Barzani dan Perdana Menteri Abadi telah memberikan interpretasi bertentangan tentang siapa yang akan mengontrol wilayah di daerah Mosul setelah kota ini direbut kembali dari ISIS.

“Kami dalam kesepakatan dengan Amerika Serikat untuk tidak menarik diri dari wilayah Kurdistan,” kata Barzani pada hari Rabu (16/11) saat kunjungannya kepada pasukan Peshmerga Kurdi yang berperang di garis depan untuk merebut kembali distrik Bashiqa di Mosul.

Kurdistan Irak telah lama bersikeras bahwa batas resmi daerah mereka adalah yang membentang dari perbatasan dengan Suriah di barat dan Iran di timur, termasuk kota Mosul di dalamnya. Bagian wilayah itu harus dalam kontrol Kurdistan. Namun, posisi itu sangat ditentang oleh Pemerintah Baghdad.

“Daerah ini dibebaskan oleh darah 11.500 martir dan terluka dari Peshmerga,” kata Barzani. Menurutnya tidak mungkin mengembalikannya ke dalam kontrol federal setelah semua pengorbanan “putera Kurdi”.

Pemimpin Kurdi bahkan melangkah lebih jauh dan mengatakan bahwa mereka telah mencapai kesepakatan dengan Baghdad mengenai “kemerdekaan” Kurdistan.

“Kemerdekaan adalah hak alami dari orang-orang kami dan kami tidak akan pernah menyerahkan hak tersebut dalam kondisi apapun dan kami telah membicarakan hal ini dengan jelas dan terbuka dengan Pemerintah Baghdad yang memberi kita respon positif,” kata Barzani.

Kantor Perdana Menteri kemudian menanggapi pernyataan itu sehari setelahnya dengan menyebut sebagai “klarifikasi”. Kantor Perdana Menteri mengatakan, perjanjian antara Baghdad dan Kurdistan khusus menyerukan agar pasukan Peshmerga menarik diri.

“Perjanjian tersebut mencakup klausul tertentu pada penarikan Peshmerga dari daerah yang dibebaskan setelah pembebasan Mosul,” kata Perdana Menteri dalam pernyataan itu.

Menurutnya, perjanjian tersebut menetapkan bahwa pasukan Peshmerga akan kembali ke tempat-tempat sebelumnya yang mereka kuasai sebelum peluncuran operasi pembebasan pada 17 Oktober. Namun pernyataan itu tidak menjelaskan secara spesifik.

Peta Irak dan otonomi daerah Kurdistan. (Gambar: Wikimedia Commons)
Peta Irak dan otonomi daerah Kurdistan. (Gambar: Wikimedia Commons)

Di lapangan, pasukan Kurdi bergerak ke daerah-daerah yang telah ditinggalkan oleh pasukan federal Irak yang menarik diri selama serangan ISIS pada 2014, ketika ISIS menguasai daerah yang luas di utara dan barat Baghdad.

Menurut beberapa pengamat, semangat kemerdekaan Kurdi dapat menggoyahkan seluruh kawasan.

“Sejauh ini ada kerja sama antara Irak dan Kurdi, tetapi setiap dorongan untuk kemerdekaan bisa menghancurkan Irak,” kata Ranj Alaaldin, seorang pengamat dari Brookings Doha Center. “Dapat memicu perang berkepanjangan lain yang bisa tergambar di Turki dan Iran.”

Kurdi adalah kelompok minoritas di empat negara, yaitu Irak, Iran, Turki dan Suriah.

Pemerintah keempat negara tersebut telah lama memangkas harapan Kurdistan yang lebih besar.

Seperti Turki, militernya sedang memberantas kelompok bersenjata Kurdi di tenggara yang sudah berlangsung selama lebih dari tiga dekade. Namun, Turki mendukung pasukan Kurdi Irak dalam berperang melawan ISIS di Irak.

Turki pun berjanji akan melakukan tindakan apapun untuk menghentikan pasukan Syiah dalam mengambil kendali kota Mosul.

Pemerintah Turki mengklaim bahwa setiap upaya untuk mengubah demografi komposisi Sunni di Mosul oleh pemerintah federal Irak pimpinan Syiah dianggap menjadi ancaman langsung terhadap keamanan Turki.

Wilayah sekitar Mosul adalah mosaik komunitas etnis dan agama, ada etnis Arab, Turkmen, Kurdi, penganut Yazidi, Kristen, Sunni dan Syiah. Etnis Arab berpaham Sunni merupakan penduduk mayoritas.

Namun Turki belum terlihat memberi isyarat akan melanjutkan dukungannya terhadap Presiden Barzani setelah pertempuran untuk Mosul nanti berakhir.

Sementara itu, dukungan koalisi pimpinan AS untuk mengalahkan ISIS di Mosul sudah memasuki bulan kedua sejak Kamis, 17 November 2016.

Di pihak lain, militan ISIS secara perlahan terus bergerak mundur dari daerah sekitar Mosul ke pusat kota sejak awal serangan.

Unit militer elit Irak, Counter Terrorism Service, berhasil mendobrak batas timur kota Mosul untuk pertama kalinya pada awal November 2016. Sementara unit tentara lainnya belum masuk dari utara dan sisi selatan, daerah tempat ISIS memberi perlawanan sengit.

Ofensif untuk mengambil Mosul, kota terbesar dalam kontrol ISIS di Irak atau Suriah, berubah menjadi pertempuran terbesar dalam sejarah perang Irak sejak invasi pimpinan AS yang menggulingkan Saddam Hussein pada tahun 2003.

Pemerintah Irak telah menolak untuk memberikan jangka waktu untuk merebut kembali seluruh kota, tetapi sangat mungkin pertempuran akan bertahan selama berbulan-bulan.

Militan ISIS telah meluncurkan gelombang serangan balik, bergerak di sekitar kota melalui terowongan, mengemudikan bom mobil bunuh diri ke dalam pasukan Irak yang terus maju dan menahan mereka dengan penembak jitu dan mortir.

Perkiraan militer Irak menyebutkan jumlah pejuang ISIS di kota sebanyak 5.000 – 6.000 orang. Untuk menghadapi ISIS, dikerahkan kekuatan 100.000 tentara yang terdiri dari pasukan pemerintah Irak, pasukan Peshmerga Kurdi dan unit paramiliter pimpinan Syiah.

Sejak operasi, menurut perkiraan PBB, hampir 57.000 orang warga telah mengungsi. Mereka bergerak dari desa-desa dan kota-kota di sekitar Mosul menuju ke daerah yang dikuasai pemerintah.

Angka tersebut belum termasuk ribuan orang yang ditawan di desa-desa sekitar Mosul dan dipaksa untuk menemani kelompok ISIS sebagai sandera pelindung saat mereka mundur menuju kota. (T/P001/R02)

Sumber: Al Jazeera

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.