Bahagia Itu, Bukan Sekedar Urusan Dunia

Oleh , wartawan MINA

Ada orang yang mencari kebahagiaan melalui harta, sehingga waktunya habis siang malam digunakan untuk mengumpulkan rupiah. Di lain sisi, ia tidak menyadari bahwa harta itu adalah bagian dari yang dititipkan kepadanya. Ada lagi orang yang mencari kebahagiaan melalui kekuasaan yang diperolehnya, sehingga seluruh waktu dan pikirannya ia curahkan untuk berkuasa. Tapi, ia juga tidak menyadari bahwa jabatan yang dipikulnya juga adalah fitnah yang dititipkan kepadanya.

Tentu saja, tidak ada orang yang ingin menderita hidupnya. Artinya, setiap manusia menginginkan kebahagiaan dalam hidup. Namun, harus difahami kebahagiaan yang paling hakiki adalah ketika seseorang diberikan oleh Allah keselamatan dari berbagai macam fitnah yang bisa merusak keimanan.

Seperti yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam sabdanya,

إِنَّ السَّعِيدَ لَمَنْ جُنِّبَ الْفِتَنُ وَ لَمَنْ ابْتُلِيَ فَصَبَرَ فَوَاهًا وَاهًا وَاهًا

“Sesungguhnya orang yang itu hanyalah orang-orang yang dijauhkan dari fitnah, dan bagi orang yang ketika menghadapi ujian yang menerpa, sungguh indah, sungguh baik, sungguh bagus orang seperti itu.” (HR. Abu Dawud dan yang lainnya).

Dari hadits di atas jelas bagi seorang muslim, kebahagiaan itu hakikatnya adalah orang-orang yang dijauhkan dari fitnah, dan sabar ketika menghadapi ujian hidup. Jadi, bahagia itu standarnya menurut Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Salam tidak terletak pada harta, pangkat, jabatan, pengaruh, popularitas dan lainnya yang bersifat semu.

Apa saja fitnah yang membuat seseorang tidak merasa bahagia? Di antaranya adalah fitnah berupa syahwat, fitnah syubhat, fitnah-fitnah berupa penyimpangan-penyimpangan dari agama, fitnah yang bisa merusak keimanan. Maka, orang yang diselamatkan oleh Allah dari berbagai macam fitnah, itulah orang-orang yang bahagia di dunia ini, apalagi di akhirat nanti.

Yang harus menjadi kewajiban seorang muslim bila ingin menjadi orang yang bahagia, dia berusaha untuk lari dari fitnah, jangan sampai ia mendekati fitnah. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda dalam riwayat Bukhari, “Hampir-hampir sebaik-baik harta seseorang adalah kambing yang ia pelihara di puncak-puncak gunung dan di lembah-lembah, ia lari membawa agamanya dari fitnah.” (HR. Bukhari).

Fitnah itu mudah masuk dan mengena seorang muslim sebab hati ini lemah sekali. Jadi, jangan pernah berfikir setiap manusia akan terbebas dari fitnah itu. Rasulullah meminta umatnya untuk lari dari fitnah. Ketika Rasulullah mengabarkan akan munculnya Dajjal, Rasulullah bersabda,

مَنْ سَمِعَ بِالدَّجَّالِ فَلْيَنْأَ عَنْهُ

“Bila salah seorang dari kalian mendengar Dajjal di suatu tempat, hendaklah ia lari/menjauh darinya.” (HR. Abu Dawud).

Berapa banyak mereka-mereka yang berani mendekati fitnah berupa fitnah syahwat ataupun fitnah syubhat, akhirnya ia pun terkena fitnah tersebut. Fitnah syahwat itu bisa berupa fitnah wanita, terutama bagi laki-laki. Dia merupakan fitnah yang paling berat. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

“Tidaklah aku tinggalkan setelahku fitnah yang paling berat bagi laki-laki dari wanita.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Tak sedikit laki-laki yang masuk dalam fitnah tersebut. Mereka kemudian mendekati para akhwat, baik itu di media sosial maupun yang lainnya. Akhirnya mereka jatuh kepada fitnah yang mengerikan itu, fitnah syahwat.

Fitnah syahwat itu bisa juga berupa harta dan kedudukan. Seseorang berlomba mencari kedudukan, berlomba mencari harta, tak peduli apakah itu halal atau haram. Sehingga akhirnya dia pun menjadi orang-orang yang dimurkai oleh Ar-Rahman.

Maka, berhati-hatilah. Jangan sampai terkena fitnah tersebut. Terlebih lagi fitnah syubhat yang bisa memporak-porandakan aqidah seorang hamba. Fitnah juga bisa berupa pemikiran yang menyesatkan, pemikiran yang bisa menyebabkan seorang muslim menyimpang dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Oleh karena itulah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Bersegeralah beramal shalih sebelum datangnya fitnah bagaikan potongan malam yang gelap. Di waktu pagi seseorang masih mukmin, di waktu sore dia sudah kafir. Atau di waktu sore dia masih mukmin, di waktu pagi ia telah kafir. Ia menjual agamanya dengan sedikit kesenangan dunia.” (HR. Muslim)

Karena fitnah itu begitu dahsyat, sehingga seseorang mau menggadaikan akhiratnya, menggadaikan agamanya, hanya untuk mendapatkan kepentingan dunia yang fatamorgana ini. Padahal kesenangan dunia hanyalah sedikit sekali di mata Allah Jalla wa ‘Ala.

Seorang muslim, yang dia inginkan adalah mendapatkan kebahagiaan dunia akhirat, bukan sekedar kebahagiaan dunia semata. Seorang muslim, senantiasa mengharapkan ridha Allah, dan untuk meraih ridha Allah itu hanya bisa didapatkan ketika kita menjadi orang yang bertakwa. Dan ketakwaan itu hanya bisa diraih dengan terus menguatkan hati untuk selalu bersabar atas setiap ujian yang Allah berikan.

Orang yang sabar dalam menerima ujian termasuk orang yang bahagia. Seperti kata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,

وَ لَمَنْ ابْتُلِيَ فَصَبَرَ

“Dan bagi orang yang diberikan ujian, lalu ia bersabar.”

Kesabaran adalah pemberian Allah yang terbesar dan terluas. Sebagaimana Rasulullah bersabda,

وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا وَأَوْسَعَ مِنَ الصَّبْرِ

“Tidaklah seseorang diberikan oleh Allah pemberian yang lebih baik dan lebih luas dari kesabaran.” (HR. Bukhari).

Ketika seseorang diberikan oleh Allah ujian, ujian itu berupa musibah yang menimpa, ujian berupa kesakitan, ujian berupa kemiskinan dan yang lainnya. Demikian pula ujian-ujian yang pasti menimpa setiap muslim dalam hidupnya, ia berusaha untuk sabar. Sungguh, orang ini orang yang bahagia ketika diberikan kesabaran menghadapi berbagai macam ujian itu.

Betapa banyak orang-orang yang diberikan oleh Allah ujian ternyata dia tidak bersabar, dia malah menuduh Allah tidak sayang kepadanya. Bahkan kemudian semakin menjauh dari Allah Jalla wa ‘Ala. Ujian itu bukannya menggugurkan dosanya, tapi kemudian ujian itu ternyata malah menghancurkan keimanannya.

Kenapa demikian? Karena ia tidak mau bersabar dengan ujian yang Allah berikan kepadanya, padahal ujian yang Allah berikan kepada seorang hamba tiada lain adalah kebaikan untuknya. Kalau bukan karena ujian, iman kita tidak akan tertempa.

Kalau bukan karena Allah menurunkan ujian kepada kaum mukminin, Allah mungkin tidak akan menggugurkan dosa-dosa kita. Tapi dengan adanya ujian, Allah gugurkan dosa-dosa kita, Allah angkat derajat kita, Alhamdulillah.

Ujian itu terkadang dengan kesenangan, terkadang dengan kesusahan, namun semua kita menginginkan agar ujian itu berupa kesenangan. Dan berapa banyak yang Allah berikan ujian kesenangan ternyata mereka lalai dengan kesenangan itu. Berapa banyak orang-orang yang diberikan oleh Allah harta padahal itu ujian untuknya, ternyata ia tidak sabar dengan harta tersebut, ia menjadi orang yang sombong, orang yang dzalim, orang yang angkuh, karena ia merasa punya harta, ia tertipu dengan hartanya, ternyata ia tidak sabar dengan ujian harta.

Maka, sadari dan bersyukurlah ketika Allah Ta’ala telah menyelamatkan kita dari berbagai macam fitnah dunia ini. Sebab hamba yang bahagia adalah mereka yang terselamatkan oleh Allah dari berbagai fitnah yang membelenggunya dan bersabar saat menerima semua ujian. Sabar bila hari ini Allah sedang uji masalah dunia kita. Sebab bisa jadi ketika Allah mudahkan urusan dunia kita, bisa jadi kita malah lalai.

Bersabar, ketika mimpi yang sudah kita pancangkan untuk meraih satu jabatan tinggi namun belum juga terwujud. Sebab bisa jadi ketika Allah izinkan kita untuk memiliki kekuasaan, kita akan lupa dan lalai mengingat Allah. Sadarilah, semua itu demi kebaikan bagi kita dunia dan akhirat, wallahua’lam.(A/RS3//P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Bahron Ansori

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.