Oleh: Shamsi Ali/ Presiden Nusantara Foundation
Dalam sebuah sabdanya Nabi SAW pernah mengingatkan, “Barangsiapa yang bisa mengontrol lidahnya syurga dijamin baginya.”
Pernyataan baginda Rasulullah SAW itu sangat mendasar, khususnya dalam konteks hubungan antar manusia, dan lebih khusus lagi ketika hubungan itu berkaitan dengan kemasyarakatan.
Pepatah mengatakan, “lidahmu harimaumu”. Lidah bisa menjadi kunci perdamaian dunia. Tapi lidah juga bisa menjadi pemicu peperangan antar manusia.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
Peranan lidah yang krusial dalam kehidupan manusia itu menjadikannya salah satu objek yang dipakai sebagai sumpah Allah dalam Al-Quran. Sebagaimana firman-Nya yang artinya, “wa lisaanan wa syafataen” (demi lisan dan kedua bibir).
Oleh karena itu setiap kata yang terucap oleh lisan atau lidah terjaga ketat oleh dua malaikat. Sebagaimana dalam firman-Nya yang berarti, “Dan tidaklah terucap sebuah kata kecuali ada malaikat Raqib dan Atiid (mencatatnya).”
Sedemikian sensitifnya ucapan atau kata-kata sehingga mewakili seluruh prilaku manusia. Karena sesungguhnya yang dicatat oleh kedua malaikat Raqib dan Atid itu adalah seluruh prilaku manusia, baik dalam kata maupun dalam aksi.
Ucapan Tokoh
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Di sinilah pentingnya kita saling mengingatkan untuk menjaga lisan atau kata. Apalagi jika kata itu dalam bentuk pernyataan seorang tokoh, baik tokoh agama maupun tokoh politik. Karena pernyataan seorang tokoh itu sangat sensitif dan akan berdampak luas kepada khalayak.
Seorang tokoh, seharusnya bijak dalam berkata dan berprilaku. Sebab kata dan prilakunya akan menjadi panutan di satu sisi, dan akan cepat mendapat penilaian publik di sisi lain. Apakah itu positif atau sebaliknya negatif.
Yang paling berbahaya adalah ketika pernyataan publik itu terlontar dari seorang tokoh nasioanal, dan mengarah kepada pernyataan “divisive”.
Sebagai contoh, ketika seorang tokoh mengatakan, di negara Indonesia ini hanya orang-orang Islam yang tergabung dalam dua organisasi yang dianggap loyal kepada negara, yaitu warga Muhammadiyah dan warga NU. Karenanya kerjasama dan dukungan pemerintah hanya ditujukan kepada kedua organisasi ini.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Semakin runyam ketika ditambah dengan penekanan bahwa selain kedua organisasi ini tidak loyal dan cenderung melakukan makar kepada negara. Karenanya harus diamati dan diawasi.
Di negara ini ada 200 juta lebih umat Islam. Sementara yang tergabung dalam dua organisasi besar itu hanya sekitar 70 juta umat. Lalu apakah 130-an juta anggota umat di negara ini tidak loyal dan berbahaya bagi negara?
Jelas pernyataan ini sangat tidak sensitif dan tidak realistis. Bahkan boleh jadi menjadi pernyataan “divisive” yang membawa kepada perpercahan dan permusuhah di antara elemen-elemen bangsa.
Pernyataan seperti itu jelas membangkitkan kecurigaan di antara elemen-elemen bangsa, khususnya dalam tubuh umat Islam. Sebab selain Muhammadiyah dan NU, akan merasa dianaktirikan dan dikucilkan, bahkan dianggap berbahaya dan tidak loyal kepada negara.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Pernyataan ini juga sekaligus merendahkan nilai ukhuwah dan kesatuan umat. Seolah umat ini dalam menyikapi negara saling berlawanan. Ada yang loyal dan tidak sedikit pula yang berbahaya bagi negara.
Umat Islam sadar akan keragaman yang ada dalam tubuh umat. Baik itu keragaman pemikiran dan pemahaman keagamaan, maupun keragaman dalam organisasi sosial kemasyarakatan. Namun, satu hal yang secara mendasar dipahami oleh umat ini adalah, semuanya bersatu dan berukhuwah dalam membangun loyalitas kepada agama dan negara.
Loyalitas dan kecintaan umat Islam tidak terpilah-pilah dan tersekat-sekat di antara kompartmen agama dan negara. Sebab umat jugalah dalam sejarah merebut kemerdekaan, mempertahankannya, hingga kepada upaya membangun dan mengisi kemerdekaan berada di garda terdepan.
Ambil contoh misalnya, perumusan Pancasila dan UUD 45 melibatkan ulama-ulama besar, baik dari kalangan Muhammadiyah, NU dan elemen-elemen umat lainnya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Karena itu, merupakan sebuah blunder jika menyatakan, mayoritas umat ini tidak loyal kepada negara, Pancasila, UUD 45 dan NKRI. Khawatirnya pernyataan ini ditangkap oleh umat sebagai bentuk kriminalisasi umat. Semoga tidak! (R07/RS3)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang