London, 7 Ramadhan 1438/2 Juni 2017 (MINA) – Pengamat dunia yang berbasis di London mencurigai pemerintah Bahrain mengikuti pesanan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dengan melakukan pembatasan terhadap kelompok oposisi utama di negara itu.
Pihak berwenang di Bahrain telah membatasi oposisi setelah Presiden Trump datang ke kawasan Teluk bulan lalu, sebuah langkah yang menurut para pengamat bukanlah sebuah kebetulan.
“Situasi hak asasi manusia sudah buruk, tapi waktu tindakan keras terakhir sangat mencolok dan tidak mungkin terjadi secara kebetulan,” kata Jane Kinninmont, peneliti senior di lembaga cendekiawan Chatham House di London, Inggris. Demikian Nahar Net memberitakan yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Jumat (2/6).
Baca Juga: Israel Perintahkan Warga di Pinggiran Selatan Beirut Segera Mengungsi
Presiden Trump bulan lalu memulai tur luar negeri pertamanya sejak menjabat, dimulai berkunjung ke Arab Saudi dan mengadakan serangkaian pertemuan dengan para pemimpin Arab dan Muslim di sana, termasuk Raja Hamad Bahrain.
Kurang dari 48 jam setelah Trump meninggalkan Kerajaan Arab Saudi, lima orang terbunuh di Bahrain dan 286 orang ditangkap pada 23 Mei, saat polisi menembaki sebuah demonstrasi di luar rumah Sheikh Isa Qassim, ulama Syiah Bahrain yang paling terkenal.
“Itu menunjukkan bahwa perhitungan sedang dilakukan,” kata Kinninmont. “Hal utama yang pasti berbeda adalah jumlah kekuatan yang baru saja digunakan. Sepertinya memang ada perubahan.”
Pada hari Rabu, sebuah pengadilan negara juga membubarkan gerakan Waed, kelompok oposisi sekuler utama di Bahrain, dengan alasan mendukung “terorisme”.
Baca Juga: Lima Paramedis Tewas oleh Serangan Israel di Lebanon Selatan
Tahun lalu, negara memerintahkan pembubaran kelompok oposisi Syiah Al-Wefaq, yang pernah menjadi blok terbesar di parlemen Bahrain. Pemimpin Al-Wefaq, Sheikh Ali Salman, telah berada di balik jeruji besi sejak 2014.
Penduduk Bahrain mayoritas berpaham Syiah, tapi diperintah oleh kerajaan berpaham Sunni.
Negara ini diguncang kerusuhan sejak tahun 2011, ketika pihak berwenang yang didukung oleh pasukan militer Arab Saudi membubarkan demonstrasi kelompok Syiah.
Pemerintah menuduh oposisi Syiah didukung oleh Iran dengan tujuan menggulingkan negara. Namun, pemerintah di Teheran membantah terlibat dalam krisis di Bahrain. (T/RI-1/P1)
Baca Juga: Militer Israel Akui Kekurangan Tentara dan Kewalahan Hadapi Gaza
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)