Oleh Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Mi’raj News Agency (MINA)
Baitul Maqdis merupakan wilayah yang ditentukan Allah disediakan untuk orang-orang yang beriman. Hal ini sebagaimana firman Allah yang termaktub di dalam Al-Quran:
يَٰقَوْمِ ٱدْخُلُوا۟ ٱلْأَرْضَ ٱلْمُقَدَّسَةَ ٱلَّتِى كَتَبَ ٱللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَرْتَدُّوا۟ عَلَىٰٓ أَدْبَارِكُمْ فَتَنقَلِبُوا۟ خَٰسِرِينَ
Artinya: “Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi.” (Q.S. Al-Maidah [5]: 21).
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman
Dalam Tafsir Al-Wajiz, Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, menjelaskan, Nabi Musa ‘Alaihis Salam berkata, “Wahai kaumku, masuklah ke tanah suci (Ardhul Muqaddasah) yang telah ditentukan oleh Allah bagimu.”
Nabi Musa ‘Alaihis Salam menyampaikan kepada kaumnya dari kalangan Bani Israil (keturunan Nabi Ya’qub ‘Alaihis Salam) berita yang menenangkan diri mereka. Yaitu bahwa jika mereka beriman kepada berita yang Allah kabarkan, niscaya mereka akan memasuki tanah suci (Ardhul Muqaddasah/Baitul Maqdis) atau sekarang Palestina, dan memenangkan atas musuh mereka.
“Dan janganlah kamu lari,” artinya, jangan mundur “ke belakang, karena kamu akan menjadi orang-orang yang merugi.” Merugi di dunia karena lepasnya kemenangan atas musuhmu dari tanganmu dan hilangnya kesempatan untuk membebaskan negerimu. Merugi di akhirat karena kamu kehilangan pahala, dan karena pelanggaranmu itu, maka kamu berhak mendapatkan hukuman.
Ayat ini berkaitan dengan hijrahnya Nabi Musa ‘Alaihs Salam beserta kaumnya dari Mesir menuju ke wilayah Baitul Maqdis (di Palestina sekarang). Nabi Musa ‘Alaihis Salam mengingatkan kaumnya dari kalangan Bani Ya’kub nenek moyangnya, atau yang kemudian dikenal dengan Bani Israil, akan nikmat-nikmat dari Allah.
Baca Juga: Hari HAM Sedunia: Momentum Perjuangan Palestina
Atas perintah Allah mereka diminta agar tidak takut menghadapi musuh-musuh Allah yang ingkar kepada-Nya, dengan janji bahwa Allah akan menolong mereka.
Perintah itu adalah untuk orang-orang beriman, dalam hal ini dari kalangan Bani Israil, agar mereka memasuki tanah suci Baitul Maqdis dan agar berdiam di negeri itu sebagai tempat tinggal mereka.
Menurut riwayat Ibnu Asakir dari Mu’adz bin Jabbal, kawasan itu dikatakan tanah yang disucikan karena telah sekian banyak Nabi-Nabi yang menempatinya dan senantiasa mengajak kepada agama Tauhidullah. Wilayah itu juga suci (bersih) dari patung-patung berhala dan kepercayaan yang sesat.
Demikian selanjutnya, Nabi Musa ‘Alaihis Salam pun melarang kaumnya menyembah berhala, melarang berbuat keonaran dalam masyarakat, melarang berlaku dzalim dan mengikuti hawa nafsu. Jika mereka tidak mematuhi ketentuan itu, maka mereka akan merugi, karena nikmat-nikmat yang telah diberikan kepada mereka itu akan dicabut kembali oleh Allah .
Baca Juga: Literasi tentang Palestina Muncul dari UIN Jakarta
Kaum Zionis Yahudi Israel saat ini mengklaim berdasarkan ayat ini bahwa tanah Palestina adalah tanah yang dijanjikan kepada Bani Israil. Karena itu, kaum Zionis Yahudi Israel berusaha merebut Palestina, dan lebih khusus lagi kawasan Masjid Al-Aqsa.
Hal ini pernah dinyatakan oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam pertemuan mingguannya pada hari Ahad, 21 Mei 2023 di bawah tanah, di dalam terowongan Tembok Al-Buraq, kompleks Masjid Al-Aqsa di Kota Al-Quds (Yerusalem).
Pada pertemuan itu, Netanyahu menyatakan klaim sepihak bahwa di tempat itulah merupakan peninggalan Temple Mount, tempat Raja Salomon membangun Kuil Pertama orang-orang Yahudi.
Netanyahu juga menyatakan, Yerusalem adalah ibu kota Yahudi sejak lama, yaitu 1.100 tahun sebelum London menjadi ibu kota Inggris, 1.800 tahun sebelum Paris menjadi ibu kota Perancis, dan 2.800 tahun sebelum Washington DC menjadi ibu kota Amerika Serikat.
Baca Juga: Perang Mu’tah dan Awal Masuknya Islam ke Suriah
Menyikapi klaim Netanyahu itu, Kementerian Luar Negeri Palestina dalam pernyataan terbarunya, Selasa (23/5/2023) mengatakan, “perpanjangan dari kampanye eskalasi yang dipraktikkan oleh pemerintah Israel hanya akan menciptakan kekacauan, ketegangan, dan kekerasan baru di arena konflik.”
Pernyataan Kemlu Palestina juga mengecam pemerintah Israel yang mengadakan pertemuan mingguannya di dalam terowongan di bawah Bab Al-Buraq, kompleks Masjid Al-Aqsa, sebagai bagian integral dari upaya aneksasi dan yahudisasi Yerusalem, serta hendak sepenuhnya memisahkannya dari lingkungan Palestina.
Kemenlu Palestina mengumumkan penolakannya terhadap “keputusan apa pun yang diadopsi oleh pemerintah Israel dalam pertemuan provokatif itu”.
“Semua tindakan dan penyataan pendudukan terhadap Yerusalem adalah batal, tidak sah, dan tidak memberikan hak apa pun bagi Israel untuk mencaplok Yerusalem atau kedaulatan atasnya,” lanjut pernyataan.
Baca Juga: Selamatkan Palestina, Sebuah Panggilan Kemanusiaan
Faksi-faksi Palestina pun memberikan suara yang sama, mengecam pertemuan kabinet Netanyahu itu.
Klaim Zionis Yahudi pun bisa dibantah dengan argumen bahwa ayat 21 Surat Al-Maidah itu adalah memang ditujukan kepada kaumnya Nabi Musa ‘Alaihis Salam pada saat itu, berbatas waktu, dan terbatas untuk kaumnya yang beriman kepada Allah dan mentaati arahan Nabi Musa ‘Alaihis Salam.
Adapun Zionis Yahudi yang sekarang menjajah Palestina, juga bukanlah murni keturunan Nabi Ya’qub ‘Alaihis Salam (Bani Israil). Tapi keturunan dari berbagai bangsa di Amerika Serikat dan Eropa, yang datang menjajah bangsa Palestina. Bahkan Benjamin Netanyahu sendiri terungkap sebagai Ateis, berkedok Yahudi.
Ajaran Yahudi asli sendiri memang meyakini wilayah yang disebut sebagai Palestina dijanjikan untuk mereka, tetapi tidak melalui jalan pembunuhan apalagi peperangan, yang itu dilarang dalam ajaran Yahudi sendiri.
Baca Juga: Malu Kepada Allah
Kemudian, ayat berikutnya menunjukkan bahwa Bani Israil kaumnya Nabi Musa ‘Alaihis Salam, saat itu enggan berperang memasuki kawasan Baitul Maqdis, yang saat itu dikuasai orang-orang yang kuat. Hal ini seperti disebutkan di dalam ayat:
قَالُوا۟ يَٰمُوسَىٰٓ إِنَّ فِيهَا قَوْمًا جَبَّارِينَ وَإِنَّا لَن نَّدْخُلَهَا حَتَّىٰ يَخْرُجُوا۟ مِنْهَا فَإِن يَخْرُجُوا۟ مِنْهَا فَإِنَّا دَٰخِلُونَ
Artinya: Mereka berkata: “Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka ke luar daripadanya. Jika mereka ke luar daripadanya, pasti kami akan memasukinya”. (Q.S. Al-Ma’idah [5]: 22).
Mereka kaumnya Nabi Musa ‘Alaihis Salam itu menampakkan sifat kepengecutan mereka dan mulai mengingkari perjanjian mereka dengan Allah, dengan mengatakan kepada Nabi Musa ‘Alaihis Salam bahwa sesungguhnya di dalam kawasan Baitul Maqdis terdapat kaum yang kuat dan bengis. Mereka kaumnya Nabi Musa ‘Alaihis Salam takut menghadapinya dan tidak akan mampu melawannya.
Baca Juga: Palestina Memanggilmu, Mari Bersatu Hapuskan Penjajahan
Allah pun memerintahkan kaum Nabi Musa ‘Alaihis Salam itu agar menyerbu kawasan Baitul Maqdis melalui gerbang kota Baitul Maqdis agar memperoleh kemenangan, seperti lanjutan ayat:
قَالَ رَجُلَانِ مِنَ ٱلَّذِينَ يَخَافُونَ أَنْعَمَ ٱللَّهُ عَلَيْهِمَا ٱدْخُلُوا۟ عَلَيْهِمُ ٱلْبَابَ فَإِذَا دَخَلْتُمُوهُ فَإِنَّكُمْ غَٰلِبُونَ ۚ وَعَلَى ٱللَّهِ فَتَوَكَّلُوٓا۟ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
Artinya: “Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: “Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman”. (Q.S. Al-Ma’idah [5]: 23).
Diperintahkan memasuki wilayah Baitul Maqdis, Palestina, malah kaumn Nnabi Musa ‘Alaihis Salam menolaknya. Bahkan berbalik menyuruh agar Nabi Musa ‘Alaihis Salam bersama Tuhannya saja yang memasuki wilayah Baitul Maqdis. Seperti lanjutan ayat:
Baca Juga: Korupsi, Virus Mematikan yang Hancurkan Masyarakat, Ini Pandangan Islam dan Dalilnya!
قَالُوا۟ يَٰمُوسَىٰٓ إِنَّا لَن نَّدْخُلَهَآ أَبَدًا مَّا دَامُوا۟ فِيهَا ۖ فَٱذْهَبْ أَنتَ وَرَبُّكَ فَقَٰتِلَآ إِنَّا هَٰهُنَا قَٰعِدُونَ
Artinya: Mereka berkata: “Hai Musa, kami sekali sekali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada didalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja”. (Q.S. Al-Ma’idah [5]: 24).
Nabi Musa ‘Alaihis Salam pun kemudian meminta kepada Allah agar memisahkan dirinya dengan kaumnya yang fasik itu.
قَالَ رَبِّ إِنِّى لَآ أَمْلِكُ إِلَّا نَفْسِى وَأَخِى ۖ فَٱفْرُقْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ ٱلْقَوْمِ ٱلْفَٰسِقِينَ
Baca Juga: Inilah Tanda Orang Baik, Inspirasi dari Kisah Nabi Musa Belajar kepada Khidir
Artinya: Berkata Musa: “Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu”. (Q.S. Al-Ma’idah [5]: 25).
Kemudian Allah memutuskan untuk menghukum kaumnya Nabi Musa ‘Alaihis Salam yang ingkar itu, yakni diharamkan atas wilayah Baitul Maqdis, selama empat puluh tahun. Lanjutan ayat menyebutkan:
قَالَ فَإِنَّهَا مُحَرَّمَةٌ عَلَيْهِمْ ۛ أَرْبَعِينَ سَنَةً ۛ يَتِيهُونَ فِى ٱلْأَرْضِ ۚ فَلَا تَأْسَ عَلَى ٱلْقَوْمِ ٱلْفَٰسِقِينَ
Artinya: Allah berfirman: “(Jika demikian), maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang At-Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu”. (Q.S. Al-Ma’idah [5]: 26).
Baca Juga: Begini Cara Mengucapkan Aamiin yang Benar dalam Shalat Berjamaah Menurut Hadits
Dr. Ahmad Zein an-Najah dalam Tafsir An-Najah menjelaskan, setelah kematian Nabi Musa ‘Alaihis Salam dan Nabi Harun ‘Alaihis Salam, dan setelah berlalu 40 tahun, Yusya’ bin Nun, murid Nabi Musa ‘Alaihis Salam diangkat menjadi Nabi. Nabi Yusya’ ‘Alaihis Salam pun diperitahkan untuk memasuki Baitul Maqdis bersama dengan Bani Israel yang masih taat kepada Allah.
Para orang tua mereka dahulu pada jaman Nabi Musa ‘Alaihis Salam adalah orang-orang yang membangkang dari perintah Allah dan ajakan Nabi Musa ‘Alaihis Salam, sampai kemudian mereka meninggal dunia di Padang At-Tiih, wilayah tandus padang pasir.
Menukil riwayat dari Ibnu Abbas, Ibnu Katsir menyebutkan, selama 40 tahun itu, Bani Israil kebingungan di Padang At-Tiih, tanpa ada keputusan apapun dari mereka. Namun, Allah tetap melimpahkan nikmat berupa perlindungan seperti awan mendung.
Ibnu Abbas menyatakan, saat tragedi Padang At-Tiih, Nabi Harun ‘Alaihis Salam meninggal dunia, dan kemudian tiga tahun setelah itu disusul wafatnya Nabi Musa ‘Alaihis Salam. Kemudian digantikan Yusya’ bin Nun sebagai Nabi untuk Bani Israil generasi berikutnya.
Hukuman 40 tahun itu, secara turun-temurun menjadi angka perkiraan bahwa hegemoni Yahudi Israel akan terdegradasi dalam kurun waktu per 40 tahun. Jika dhitung sejak pendudukan memproklamasikan Negara Israel sepihak tahun 1948, itu artinya per 40 tahun kemudian adalah tahun 1988, 2028, dst.
Tahun 2028 sebentar lagi, dan itu ditandai dengan serangan Badai Al-Aqsha (Thufanul Aqsha) yang dicangkan para pejuang dari Jalur Gaza, sejak 7 Oktober 2023. Sebuah serangan yang mendegradasi Israel di dalam negeri maupun di dunia internasional.
Tentang tanda kehancuran hegemonasi Yahudi Israel, dikisahkan dari Muhammad Al-Rasyid, ketika ‘Negara Israel’ diumumkan tanggal 14 Mei 1948, seorang wanita tua Yahudi malah menangis dan masuk ke dalam rumahnya. Ketika ditanya, “Mengapa ibu malah menangis? Padahal orang-orang Yahudi sedang bergembira dengan merayakan kemerdekan Israel?”.
Ibu Yahudi itu menjawab, “Dengan berdirinya Negara Yahudi yang kedua, justru inilah sebab akan dihancurkannya dan dibinasakannya bangsa Yahudi”.
Jika kembali pada kisah Nabi Musa ‘Alaihis Salam, Allah telah menurunkan Kitab Taurat kepada Nabi Musa ‘Alaihis Salam sebagai petunjuk bagi Bani Israel agar menyembah Allah dengan tidak menyekutukan-Nya, serta agar berbuat baik kepada sesama manusia serta tidak melakukan perbuatan keji, termasuk larangan membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar.
Allah menyebutkan di dalam firman-Nya:
وَءَاتَيْنَا مُوسَى ٱلْكِتَٰبَ وَجَعَلْنَٰهُ هُدًى لِّبَنِىٓ إِسْرَٰٓءِيلَ أَلَّا تَتَّخِذُوا۟ مِن دُونِى وَكِيلًا
Artinya: “Dan Kami berikan kepada Musa kitab (Taurat) dan Kami jadikan Kitab Taurat itu petunjuk bagi Bani Israil (dengan firman): “Janganlah kamu mengambil penolong selain Aku.” (Q.S. Al-Isra [17] : 2).
Di dalam Tafsir Al-Muyassar, Kementerian Agama Saudi Arabia, dijelaskan bahwa sebagaimana Allah telah memuliakan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan Isra dan Mi’raj, Allah memuliakan Musa ‘Alaihis Salam dengan memberinya Kitab Taurat. Allah menjadikan Kitab Taurat itu sebagai petunjuk bagi Bani Israil, yang berisi larangan menjadikan selain Allah sebagai yang menangani segala urusan.
Jadi, Baitul Maqdis adalah memang ditentukan untuk orang-orang yang beriman kepada Allah, termasuk kita, jika memang beriman kepada Allah. Dan pasti akan kembali ke pangkuan orang-orang beriman.
Allah menyebutkan juga pada ayat lainnya 105
وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِى ٱلزَّبُورِ مِنۢ بَعْدِ ٱلذِّكْرِ أَنَّ ٱلْأَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِىَ ٱلصَّٰلِحُونَ
Artinya: “Dan sungguh telah Kami tulis didalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh.” (Q.S. Al-Anbiya [21]: 105).
Di dalam Tafsir Ibnu Katsir diuraikan, bahwa Allah berfirman seraya memberitahukan tentang apa yang telah Dia pastikan dan ditetapkan untuk hamba-hamba-Nya yang shalih berupa kebahagiaan di dunia dan akhirat, serta warisan bumi di dunia dan akhirat. Sebagaimana firman-Nya:
قَالَ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِ ٱسْتَعِينُوا۟ بِٱللَّهِ وَٱصْبِرُوٓا۟ ۖ إِنَّ ٱلْأَرْضَ لِلَّهِ يُورِثُهَا مَن يَشَآءُ مِنْ عِبَادِهِۦ ۖ وَٱلْعَٰقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ
Artinya: Musa berkata kepada kaumnya: “Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah; sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya kepada siapa yang dihendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa”. (Q.S. Al-A’raf [7]: 128).
Tentang kandungan Surat Al-Anbiya ayat 105, Syaikh Shalih bin Abdullah bin Humaid, Imam Masjidil Haram menambahkan, bahwasanya bumi ini akan diwarisi oleh hamba-hamba Allah yang shalih dan beramal ketaatan kepada-Nya, mereka itulah umat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Syaikh Muhammad Sulaiman Al Asyqar, dosen tafsir Universitas Islam Madinah, menyebutkan pendapat lain yang mengatakan bumi yang dimaksud adalah negeri Baitul Maqdis.
Makna yang terkandung di dalamnya adalah bahwa Allah akan menjadikan orang-orang yang beriman sebagai para Khalifah di bumi ini, dan bahwa Allah mendudukkan orang-orang shalih sebagai penguasa di muka bumi dan menetapkan mereka sebagai pemiliknya. Seperti Firman Allah yang menyebutkan:
وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِى ٱلْأَرْضِ كَمَا ٱسْتَخْلَفَ ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ ٱلَّذِى ٱرْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّنۢ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِى لَا يُشْرِكُونَ بِى شَيْـًٔا ۚ وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْفَٰسِقُونَ
Artinya: “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Q.S. An-Nuur [24]: 55).
Jika dikaitkan dengan Surat Al-Isra ayat 5, yang menyatakan, “Dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana.” Maka, begitulah janji Allah untuk memenangkan Baitul Maqdis bagi orang-orang yang beriman kepada-Nya, meyakini kebenaran janji-Nya, dan mempersiapkan diri dalam perjuangan, dengan segala kekuatan, daya dan upaya, atas izin Allah Ta’ala. Aamiin. []
Mi’raj News Agency (MINA)