Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Baitul Maqdis: Pusat Peradaban Islam yang Terlupakan

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - 40 detik yang lalu

40 detik yang lalu

0 Views

Dari Baitul Maqdis, cahaya ilmu memancar ke berbagai penjuru dunia Islam. Ulama-ulama besar pernah belajar dan mengajar di sini.(Foto: ig)

DI BALIK tembok batu yang kokoh, di antara jalan-jalan sempit yang dipenuhi aroma rempah, berdiri sebuah kota yang telah menyaksikan jejak para nabi, darah para syuhada, dan doa jutaan hati yang menengadah ke langit: Baitul Maqdis. Kota suci ini bukan sekadar tanah sejarah. Ia adalah jantung peradaban Islam yang kini seolah terlupakan oleh umatnya sendiri, meski setiap detiknya masih berdetak dengan panggilan iman.

Baitul Maqdis adalah saksi bisu perjumpaan spiritual manusia dengan Tuhannya. Di sinilah Nabi Daud ‘alaihissalam memimpin umatnya dengan hikmah, di sinilah Nabi Sulaiman ‘alaihissalam mendirikan rumah ibadah yang agung, dan dari sinilah pula Nabi Isa ‘alaihissalam menyerukan risalah ketauhidan dengan kelembutan. Lebih dari itu, Rasulullah ﷺ sendiri diisra’kan ke Masjidil Aqsha, sebelum mi’raj menuju Sidratul Muntaha.

Betapa agung kedudukan kota ini, Allah menyinggungnya dalam Al-Qur’an, “Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya…” (Qs. Al-Isra’: 1).

Ayat ini menjadi penanda bahwa Baitul Maqdis bukan hanya sekadar tempat suci, tetapi juga simbol keberkahan, ilmu, dan cahaya yang memancar ke seluruh dunia.

Baca Juga: Pesantren Al-Kahfi Somalangu: Warisan 600 Tahun Islam Nusantara

Kilau Peradaban yang Pernah Bersinar

Sejarah Islam mencatat, di masa Khalifah Umar bin Khattab, Baitul Maqdis dibebaskan tanpa pertumpahan darah. Umat Islam memperlakukan penduduknya dengan penuh keadilan, melindungi tempat-tempat ibadah kaum Nasrani dan Yahudi. Pada masa Dinasti Umayyah, Khalifah Abdul Malik bin Marwan membangun Qubbat Ash-Sakhrah—kubah emas yang hingga kini menjadi ikon kota itu.

Dari Baitul Maqdis, cahaya ilmu memancar ke berbagai penjuru dunia Islam. Ulama-ulama besar pernah belajar dan mengajar di sini. Masjidil Aqsha pernah menjadi salah satu pusat keilmuan, tempat berkumpulnya fuqaha, ahli tafsir, ahli hadis, dan para penulis besar yang menorehkan karya monumental.

Namun, seiring waktu, cahaya itu meredup. Perang Salib, penjajahan, hingga konflik modern membuat Baitul Maqdis sering menjadi ladang pertumpahan darah. Umat Islam sendiri, yang seharusnya menjadikannya pusat perhatian, justru banyak melupakan peran agung kota suci ini.

Hari ini, jutaan Muslim menyebut Masjidil Aqsha dalam doa, namun berapa banyak yang sungguh-sungguh memahami arti suci dan mulianya? Kita sering kali lebih hafal berita hiburan dibanding kabar tentang penderitaan saudara-saudara kita di Palestina. Kita lebih sibuk memperbincangkan hal-hal remeh daripada mengingat kembali amanah besar Rasulullah ﷺ untuk menjaga Masjidil Aqsha.

Baca Juga: Jejak Darah di Tanah Suci: Fakta Kekejaman Zionis Israel

Ketika umat Islam di berbagai negara hidup nyaman dengan gemerlap dunia, anak-anak Palestina tumbuh dengan batu di tangan, menghadapi tentara bersenjata lengkap. Mereka adalah simbol keteguhan, meski tubuhnya kecil dan rapuh. Mereka tahu bahwa tanah itu adalah amanah, sementara kita sering kali hanya menjadikannya bahan perbincangan sesaat.

Kota yang Memanggil Iman

Baitul Maqdis bukan sekadar persoalan politik atau konflik. Ia adalah urusan iman. Rasulullah ﷺ menegaskan, “Janganlah kalian bersusah payah bepergian kecuali ke tiga masjid: Masjidil Haram, Masjidku ini (Masjid Nabawi), dan Masjidil Aqsha.” (HR. Bukhari-Muslim). Hadis ini seolah mengingatkan kita bahwa perjalanan ke Baitul Maqdis bukan sekadar wisata, tetapi ibadah yang tinggi nilainya.

Ada getaran hati yang berbeda ketika kaki menjejak tanah suci itu. Orang-orang yang pernah datang ke Masjidil Aqsha sering menceritakan suasana khusyuk yang sulit dilukiskan. Adzan yang berkumandang di bawah langit biru Palestina menghadirkan rasa haru mendalam.

Namun sayangnya, banyak di antara kita yang bahkan tidak memasukkan Baitul Maqdis ke dalam doa harian kita. Kita seakan membiarkan kota itu terlupakan, padahal ia adalah bagian dari identitas keimanan kita.

Baca Juga: Pelajaran Berharga dari Tragedi Banjir Bali: Sesajen Bukan Penolong, Allah-lah Pelindung

Di balik derita panjang yang menimpa Baitul Maqdis, ada inspirasi yang tidak pernah padam: keteguhan penduduknya. Mereka tetap menjaga shalat, tetap mengajarkan Al-Qur’an di bawah bayangan senjata, tetap menegakkan ukhuwah meski rumah-rumah mereka hancur. Seorang ibu Palestina pernah berkata, “Kami di sini menjaga Aqsha untuk kalian semua. Jangan biarkan kami merasa sendirian.” Kata-kata itu adalah tamparan bagi umat Islam di seluruh dunia.

Baitul Maqdis menunggu kita, bukan hanya dengan doa, tapi juga dengan tindakan nyata. Kita bisa menghidupkan kembali kepedulian itu dengan menyuarakan keadilan di ruang publik, mendukung perjuangan rakyat Palestina sesuai kemampuan, memperbanyak doa agar Allah menjaga kota suci ini, hingga menanamkan kecintaan terhadap Masjidil Aqsha kepada generasi muda.

Sejarah berulang, dan janji Allah tidak pernah sia-sia. Baitul Maqdis mungkin hari ini berada di bawah bayang-bayang penindasan, tetapi kelak ia akan kembali bersinar sebagai pusat peradaban Islam. Rasulullah ﷺ telah menubuatkan kemenangan itu, meski generasi yang menyaksikannya mungkin bukan kita.

Namun, bukankah lebih indah jika kita menjadi bagian dari barisan yang tidak melupakan, yang tetap mendoakan, yang terus berusaha menjaga cahaya itu?

Baca Juga: “Gaza Lebih Berharga daripada Segalanya,” Kisah Warga Tunisia yang Menyumbangkan Kapalnya untuk Global Sumud Flotilla

Baitul Maqdis bukan hanya kota, ia adalah amanah. Sebuah pusaka agung yang dititipkan Allah kepada umat Islam. Saatnya kita berhenti melupakan, dan mulai kembali menaruhnya di hati, doa, dan perjuangan kita. Karena siapa yang menjaga Baitul Maqdis, sejatinya ia sedang menjaga imannya sendiri.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Ketika Doa dan Air Mata Menyatu di Baitullah, Kisah Perjalanan Umrah Arsih Fathimah

Rekomendasi untuk Anda