Bambang: Pindah Ibu Kota Indonesia Belajar dari Pengalaman Brasil

Jakarta, MINA – Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, soal akan dari negara-negara lain, salah satunya .

“Kita ingin ibu kota baru yang Indonesia-sentris, memicu pertumbuhan ekonomi, dan mendorong pemerataan pembangunan,” kata Bambang dalam Forum Merdeka Barat (FMB) 9 dengan tema Pindah Ibu Kota Negara: Belajar dari Pengalaman Negara Sahabat di Ruang Rapat Benny S. Muljana, Gedung Widjojo Nitisastro, Kementerian PPN/Bappenas, Rabu (10/7).

Menurutnya, ibu kota Indonesia yang baru harus didesain dan dipikirkan oleh bangsa Indonesia sendiri. Sementara Jakarta didesain dan dibangun oleh Pemerintah kolonial, VOC, Hindia Belanda, dijadikan pusat pemerintahan, dan diteruskan menjadi ibu kota negara hingga saat ini.

Ia memaparkan, sepuluh tahun awal pasca pemindahan ibu kota Brasil, pertumbuhan penduduk Brasilia mencapai 14,4 persen per tahun dibandingkan Rio de Janeiro yang hanya 4,2 persen per tahun. Tidak hanya pemerataan ekonomi, pemindahan ibu kota ke Brasilia juga bertujuan untuk meratakan sebaran penduduk Brasil.

“Untuk itu, kita harus belajar dari negara yang sudah berhasil memindahkan ibu kota, salah satunya Brasil,” jelasnya.

Ia melanjutkan, dalam 100 tahun, lebih dari 30 negara sukses memindahkan Ibu Kota. Sejarah mencatat, setiap 3-4 tahun terjadi pemindahan ibu kota, bahkan akhir-akhir ini berlangsung hampir setiap dua tahun sekali.

“Selain Brasil, banyak negara memindahkan ibu kota. Malaysia yang pusat administrasinya ke Putrajaya. Korea Selatan dari Seoul ke Sejong. Kazakhstan dari Almaty ke Astana, juga Australia ke Canberra. Pakistan, Nigeria, bahkan Mesir juga pernah memindahkan ibu kota,” jelas Bambang.

Ibu kota yang dibangun secara khusus dan memiliki tata kota dan urban planning yang sangat baik dan nyaman untuk penghuninya. Untuk itu, Kalimantan dipilih sebagai calon ibu kota baru.

Ia menjelaskan alasan Kalimantan dipilih sebagai ibu kota, selain ketersediaan lahan luas, relatif bebas bencana, wilayahnya lebih Indonesia-sentris. Indonesia tengah itu ada di Selat Makasar, namun Sulawesi masih rentan gempa dan tsunami.

“Ada satu alasan pemindahan ibu kota yang mungkin mirip dengan Brasil, meskipun Brasil kontinen. Ketika itu, ibu kota dipindahkan dari Rio de Janeiro sebagai pusat denyut ekonomi Brasil ke Brasilia. Sementara denyut ekonomi kita adalah Jakarta sekitarnya,” paparnya.

Kaitannya dengan denyut ekonomi, Pulau Jawa akhirnya menjadi pulau yang sangat padat dengan ekonomi sangat tinggi sehingga menciptakan ketimpangan dengan pulau-pulau di luar Jawa.

“Kalau kita membiarkan ini (Jakarta ibu kota Indonesia) berkelanjutan tanpa ada upaya penanganan serius, maka ketimpangan akan semakin parah, jelas beliau,” tambahnya.

Turut hadir sebagai pembicara Duta Besar Brasil untuk Indonesia, H.E. Mr. Rubem Barbosa dan Duta Besar LBBP RI untuk Brasil periode 2010-2015 Sudaryomo Hartosudarmo. (L/R10/RI-1)

Mi’raj News Agency (MINA)