Blokade darat, laut dan udara pendudukan Israel di Jalur Gaza telah menempatkan warga Palestina di wilayah kantung itu dalam krisis kemanusiaan yang semakin memburuk. Bantuan pangan untuk Palestina sangat dibutuhkan oleh mereka agar bisa bertahan hidup di tengah serangan agresif militer Zionis.
Sebelum serangan 7 Oktober 2023, Jalur Gaza sudah menghadapi ketahanan pangan yang rapuh. Namun, serangan militer besar-besaran yang dilakukan pasukan Zionis Israel memperburuk situasi di wilayah itu sehingga bantuan pangan untuk Palestina sangat diperlukan.
Serangan militer pendudukan Israel dari darat, udara dan laut telah menghancurkan lebih dari 10.000 hektar lahan pertanian, yang selama ini menjadi sumber utama produksi pangan warga Palestina di Gaza.
Infrastruktur distribusi pangan, termasuk gudang penyimpanan dan pabrik pengolahan makanan juga dihancurkan oleh serangan biadab Zionis Israel.
Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari
Menurut laporan Program Pangan Dunia (WFP), lebih dari 96 persen populasi Gaza kini berada dalam kategori rawan pangan akut.
WFP menyebut, sebanyak 500.000 orang berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan dengan kekurangan gizi kronis dan akses pangan yang hampir nol.
Banyak keluarga Palestina di Gaza kini hanya mampu makan satu kali sehari, bahkan sering kali tidak makan selama berhari-hari.
Israel Halangi Bantuan Pangan untuk Warga Palestina di Gaza
Baca Juga: Daftar Hitam Pelanggaran HAM Zionis Israel di Palestina
Krisis pangan semakin diperburuk oleh pembatasan yang ketat terhadap pengiriman bantuan kemanusiaan, termasuk bantuan pangan. Zionis Israel, yang telah memberlakukan blokade darat, laut, dan udara di Gaza sejak 2007, mengontrol seluruh jalur masuk barang ke wilayah tersebut. Setelah peristiwa 7 Oktober, pembatasan terhadap bantuan kemanusiaan diperketat, dengan dalih keamanan dan pencegahan penyelundupan senjata.
Menurut laporan dari organisasi kemanusiaan internasional, sekitar 83 persen bantuan pangan yang diperlukan tidak diizinkan masuk ke Jalur Gaza. Bantuan yang masuk juga sering kali tertunda selama berbulan-bulan di perbatasan, sehingga makanan yang dikirim tidak lagi layak konsumsi ketika akhirnya diterima oleh warga Palestina di Jalur Gaza.
“Kami memiliki stok bahan makanan untuk setidaknya 1 juta orang, tetapi hanya sebagian kecil yang diizinkan masuk ke Gaza,” ujar salah satu perwakilan dari Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA).
Situasi ini menimbulkan kritik luas dari komunitas internasional. Banyak yang menyerukan Israel untuk membuka akses bantuan pangan tanpa syarat, sesuai dengan hukum internasional. Namun, hingga kini, hambatan politik dan keamanan masih menjadi penghalang utama.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23] Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran
Harga Pangan di Gaza Naik Tajam
Akibat keterbatasan pasokan pangan, harga bahan makanan di Jalur Gaza melonjak tajam. Barang-barang pokok seperti tepung terigu, beras, gula, dan minyak goreng kini menjadi barang mewah bagi sebagian besar keluarga.
Sebelum konflik, harga satu kantong tepung terigu berukuran 50 kilogram adalah sekitar 50 shekel (setara 15 dolar AS). Kini, harga yang sama melonjak hingga 120 shekel (sekitar 35 dolar AS). Sebagai perbandingan, pendapatan rata-rata per kapita di Gaza hanya sekitar 2 dolar AS per hari.
“Kami tidak mampu membeli roti. Harga bahan makanan melonjak setiap minggu, dan toko-toko sering kali kehabisan stok,” ujar seorang ibu rumah tangga di Kota Gaza.
Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam
Menurut laporan dari Oxfam, kenaikan harga pangan disebabkan oleh tiga faktor utama, yakni pertama, pembatasan terhadap pengiriman barang ke Gaza menyebabkan kelangkaan bahan pangan di pasar lokal. Kedua, kerusakan infrastruktur oleh serangan militer Israel yang menghancurkan jalur distribusi, gudang, dan pasar.
Kemudian yang ketiga, krisis ekonomi global juga memengaruhi harga bahan pangan impor yang diperlukan oleh warga Palestina di Jalur Gaza.
Warga Gaza Makan Rumput dan Makanan Ternak
Kekurangan pangan yang akut telah mendorong banyak keluarga di Gaza untuk mencari alternatif makanan yang tidak lazim. Dalam laporan media lokal, beberapa warga terpaksa mengonsumsi rumput liar dan makanan ternak untuk bertahan hidup.
Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina
Situasi ini paling berdampak pada kelompok rentan seperti anak-anak dan perempuan. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), angka malnutrisi akut pada anak-anak di Gaza meningkat drastis setelah konflik Oktober 2024. Anak-anak yang menderita malnutrisi kronis menghadapi risiko gangguan pertumbuhan, penyakit, bahkan kematian.
“Orang tua harus membuat pilihan sulit antara membeli makanan atau obat-obatan. Dalam banyak kasus, mereka tidak mampu membeli keduanya,” ujar seorang dokter di Rumah Sakit Al-Shifa, Gaza.
Kisah tragis ini mencerminkan kegagalan dunia internasional untuk memberikan solusi yang memadai terhadap krisis kemanusiaan dan pangan di Gaza.
Kirim Bantuan Pangan ke Gaza Melalui Udara
Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata
Dalam situasi yang semakin sulit, beberapa organisasi kemanusiaan mengusulkan pengiriman bantuan pangan untuk Palestina melalui udara sebagai solusi alternatif. Metode ini dinilai dapat mengatasi hambatan di jalur darat dan laut, serta memungkinkan bantuan mencapai wilayah-wilayah yang paling terdampak konflik.
Namun, pengiriman bantuan udara menghadapi tantangan besar. Jalur udara Gaza diawasi ketat oleh Israel, yang sering kali menghalangi pengiriman barang ke wilayah tersebut. Selain itu, biaya pengiriman melalui udara jauh lebih tinggi dibandingkan metode lainnya dan rawan hancur ke laut atau menimpa warga sehingga membahayakan jiwa.
Beberapa negara seperti Qatar, Turki, Amerika Serikat, termasuk Indonesia telah berhasil mengirim bantuan kemanusiaan melalui udara yang diterjunkan menggunakan parasut.
Krisis pangan di Gaza telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan, dengan dampak signifikan pada kehidupan sehari-hari warga Palestina. Agresi militer Israel sejak 7 Oktober 2023 memperburuk situasi yang sudah sulit, menyebabkan kerusakan besar pada infrastruktur dan mempersulit distribusi bantuan pangan.
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga
Namun, dengan kerja sama internasional dan komitmen politik, ada harapan untuk memperbaiki kondisi di Gaza. Bantuan pangan untuk Palestina bukan hanya kebutuhan mendesak, tetapi juga simbol solidaritas global terhadap rakyat Palestina yang telah menderita selama bertahun-tahun. []
Mi’raj News Agency (MINA)