oleh: Teresa Welsh, wartawan masalah internasional pada U.S. News & World Report.
Rancangan undang-undang (RUU) itu akan mengesahkan Israel sebagai negara yahudi.
Parlemen Israel Knesset menunda pemungutan suara mengenai Rancangan Undang-undang (RUU) yang mengesyahkan Israel sebagai negara Yahudi yang kontroversial itu sampai minggu depan.
Beberapa kalangan menilai RUU ini akan membahayakan demokrasi di Israel bila disyahkan menjadi Undang-undang.
RUU yang diterima dari kabinet tanggal 14/7 yang lalu itu menggabungkan hukum yahudi dan sipil. RUU itu harus disahkan oleh Knesset, badan legislatif Israel, sebelum bisa menjadi bagian dari hukum dasar yang mengatur negara.
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
Israel selama ini tidak memiliki kitab undang-undang, tetapi dalam Deklarasi Kemerdekaan dinyatakan, Israel berdasarkan pada prinsip-prinsip kebebasan, keadilan dan kebebasan seperti yang diungkapkan oleh para nabi Israel. Hal ini akan menegaskan kesetaraan sosial dan politik bagi semua warga negara, terlepas dari agama, ras, atau jenis kelamin. Demikian US News yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Jumat (28/11).
RUU itu akan menghapus bahasa Arab dari daftar bahasa resmi Israel, untuk kemudian negara justru akan memungkinkan setiap warga untuk melestarikan bahasa sendiri dan budaya-katanya. Jadi membebaskan tanggung jawab negara untuk menjaga hal-hal seperti itu. Ini berarti negara tidak lagi diwajibkan untuk menyediakan sumber daya yang sama untuk kedua warga Yahudi dan Arab karena orang Arab tidak memiliki hak bermasyarakat.
Namun lain yang dikatakan mantan anggota Knesset Einat Wilf, seorang penandatangan RUU itu ketika terakhir kali diusulkan. Dia mengatakan banyak orang telah menafsirkan RUU tanpa benar-benar membacanya. Dia mengatakan RUU itu tidak melakukan diskriminasi terhadap orang Arab.
“[Israel] tidak akan menjadi negara ganda. Itu adalah satu hal yang ditolak. “RUU ini tidak menolak persamaan hak, tapi Justru sebaliknya. RUU ini juga tidak menolak ekspresi sosial budaya untuk minoritas Arab, tetapi RUU ini menolak kemungkinan Israel akan menjadi negara Arab.” Kata Wilf.
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Warga muslim dan Kristen berjumlah sekitar 20 persen dari populasi Israel.
Pemungutan suara tentang RUU itu akan diadakan ketika kekerasan antara Palestina dan Israel memanas dalam beberapa pekan terakhir menyusul perang di Gaza Juli-Agustus yang lalu. Pembicaraan damai untuk mencari solusi dua negara itu runtuh pada bulan April. Ketegangan baru-baru ini membuat pembicaraan kembali hampir tidak dimungkinkan.
Seorang dari Brookings Institution, Khaled Elgindy mengatakan, pengesahan RUU itu tidak akan membantu mendorong perdamaian antara Israel dan Palestina.
“Saya pikirRUU itu menunjukkan kecenderungan yang sangat berbahaya bagi politik Israel dan budaya politik secara umum,” kata Elgindy.
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
Dia juga mengatakan konsep RUU negara yahudi mirip dengan hukum syariah di negara-negara Islam karena menempatkan doktrin agama atas doktrin sipil sebagai sumber hukum.
“Israel menjadi negara Timur Tengah dalam arti yang sangat liberal, di mana terdapat pandangan mayoritas yang benar-benar tidak sesuai dengan demokrasi liberal,” kata Elgindy.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan sebelum pemungutan suara pada hari Minggu, RUU itu diperlukan meskipun negara ini sudah berusia 66 tahun.
“Banyak yang menantang Israel sebagai negara nasional orang Yahudi. Orang-orang Palestina menolak mengakui Israel sebagai negara yahudi, malahan sikap serupa juga di dalam Israel sendiri,” kata Perdana Menteri.
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
Netanyahu menghadapi tekanan untuk merespon dengan cepat dan intensif terjadinya peningkatan kekerasan terhadap orang-orang Yahudi, termasuk serangan pekan lalu yang menewaskan tiga rabbi saat mereka beribadah di sinagog. Partai Konservatif Likud, partainya Netanyahu, akan mengadakan pemilihan pimpinan partai tahun depan, dan anggota Knesset, Danny Danon, telah mengumumkan niatnya untuk bersaing melawan Netanyahu.
“Ada banyak anggota Knesset yang mencoba untuk membangun kepercayaan nasionalis mereka melalui populis undang-undang yang memenangkan keyahudian Israel,” kata Ori Nir, Direktur Komunikasi dan Kemasyarakatan Masyarakjat Yahudi untuk Washington, DC.
Dia mengatakan, Israel sebelumnya tidak pernah mengesahkan keyahudiannya sehingga tidak menolak orang-orang Yahudi non-ortodoks dalam masyarakat Yahudi.
“Sekali kamu mencoba untuk mengatur Keyahudian Israel kamu masuk ke wilayah yang sangat keruh,” kata Nir memperingatkan.
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung
“Israel di masa lalu berhati-hati untuk tidak membuat undang-undang itu karena berbagai alasan, mungkin terutama tidak ada kesepakatan tentang apa artinya menjadi orang Yahudi.” Ungkapnya.
Liga Anti Penistaan, sebuah organisasi anti-Semit, mengeluarkan pernyataan menentang RUU tersebut. Mereka mengatakan hal itu merusak prinsip Israel sebagai negara Yahudi dan demokratis.
“Upaya untuk mengesahkan konsep ini dalam Undang-Undang Dasar adalah maksud baik tapi tidak perlu,” kata Director Liga National Abraham Foxman.
Menurutnya, hal ini cukup mengganggu bahwa beberapa orang telah berusaha untuk menggunakan proses politik untuk mempromosikan sebuah agenda ekstrim yang dapat dipandang sebagai upaya untuk menggolongkan karakter demokrasi Israel atas nama Yahudi yang satu.
Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel
Sikap kritis juga dikemukakan Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Jeff Rathke, yang mengatakan Amerika berharap undang-undang Israel tetap melanjutkan komitmen Israel dalam menjalankan prinsip-prinsip demokrasi.
“Israel adalah negara Yahudi dan demokratis, di mana semua warga negara harus menikmati hak yang sama,” kata Rathke Senin.
Jika RUU lolos dalam pemungutan suara awal di Knesset, akan berlanjut ke tahap berikutnya dan beberapa putaran pemungutan lainnya. Jika disetujui setelah pembacaan ketiga, RUU itu akan menjadi bagian dari Undang-Undang Dasar Israel.(P009/P2)
Baca Juga: Pejuang Palestina Punya Cara Tersendiri Atasi Kamera Pengintai Israel
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
l
Baca Juga: Catatan Perjalanan Dakwah ke Malaysia-Thailand, Ada Nuansa Keakraban Budaya Nusantara