Oleh Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Kampanye internasional gerakan Boikot, Divestasi dan Sanksi (BDS) untuk menekan ekonomi Israel agar mengakhiri pelanggaran terhadap hak-hak asasi Palestina belum dikalahkan. Seperti itulah perkataan salah satu pendirinya Omar Barghouti, meskipun baru-baru ini Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu membuat klaim bahwa BDS “mundur”.
“Kami memenangkan pertempuran global untuk hati dan pikiran,” kata Barghouti, seorang aktivis Palestina yang ikut mendirikan gerakan BDS pada 2005.
Sejak diluncurkannya, BDS telah bercita-cita untuk berkampanye seperti yang terlihat selama era anti-apartheid, ketika rakyat menyerukan untuk memboikot barang-barang Afrika Selatan dan divestasi dari negara itu.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Klaim terbaru Netanyahu bahwa BDS telah “mundur” menurut Barghouti adalah “menggelikan”.
“Ini upaya putus asa Netanyahu untuk menangkis kecaman internal atas kegagalannya untuk menghentikan BDS,” kata Barghouti kepada Al Jazeera.
Netanyahu Mengaku Menang
Menghadapi pertemuan Komite Pengendalian Negara Knesset Israel pada Juli 2016, Netanyahu mengatakan bahwa BDS telah “defensif”.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
“Mereka melakukan sukses di berbagai bidang. Kami telah mengalahkan mereka,” kata Netanyah, menurut laporan media.
Namun, beberapa politisi Israel pada pertemuan tersebut mengkritik pemerintah Netanyahu agar tidak berbuat lebih banyak untuk mengalahkan BDS.
Dalam pertemuan itu, anggota Komite juga membahas dua laporan oleh Pengawas Negara Israel Yosef Shapira yang telah memasukkan “kegagalan Israel melawan gerakan BDS” ke dalam daftar.
Ketua Komite Pengendalian Negara Karin Elharra mengatakan, “Israel sedang menghadapi kampanye de-legitimasi yang kuat.”
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Gerakan BDS Dikhawatirkan
Diluncurkan lebih dari satu dekade yang lalu sebagai kampanye non-kekerasan global yang berusaha menekan Israel melalui boikot atas barang Israel, menghalangi investasinya dan menyerukan sanksi, BDS telah dituduh oleh para pengkritiknya sebagai gerakan anti-Yahudi.
Di hadapan Komite Urusan Publik Israel-Amerika (AIPAC) pada bulan Februari 2016, calon presiden AS Hillary Clinton menggambarkan gerakan BDS sebagai hal yang “mengkhawatirkan”, khususnya di saat anti-Yahudi meningkat.
Pada bulan Mei 2016, misi Israel untuk PBB dan Kongres Yahudi Dunia mengadakan konferensi sehari penuh di markas PBB di New York dengan tema “Membangun Jembatan, Bukan Boikot” untuk mengecam upaya BDS.
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Sebulan kemudian, Gubernur New York Andrew Cuomo menandatangani sebuah perintah eksekutif organisasi dan bisnis yang mendukung mendaftarhitamkan pendukung BDS.
Pendiri BDS Barghouti mengatakan, gerakannya tidak ada hubungannya dengan agama dan tidak pernah menargetkan bangsa Yahudi, atau orang Israel sebagai orang-orang Yahudi.
“Ini adalah gerakan yang menyerukan persamaan hak bagi semua orang, terlepas dari identitas,” katanya.
Pendukung BDS Meningkat
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Rahul Saksena, seorang pengacara yang didedikasikan untuk melindungi hak-hak orang di AS yang berbicara untuk kebebasan Palestina, mengatakan, perintah eksekutif Cuomo untuk mendaftarhitamkan pendukung BDS “melanggar hak konstitusional yang mendasar”.
Barghouti mengatakan, meskipun Israel melakukan fokus baru terhadap BDS, tapi gerakan ini justeru menikmati peningkatan dukungan, terutama di tingkat akar rumput seperti di antara serikat pekerja, asosiasi akademik, seniman, kelompok gereja dan beberapa pemerintah.
Sarjana sejarah dan politik Timur Tengah Marwan Hanania mengatakan, meskipun gerakan BDS terus mendapatkan perhatian, tapi itu belum memiliki dampak ekonomi yang signifikan kepada Israel.
Menurutnya, BDS harus fokus secara ketat kepada kegiatan Israel di Tepi Barat dan Gaza, yang bahkan bisa menarik dukungan dari sayap kiri Israel.
Baca Juga: Menjaga Akidah di Era Digital
“Sangat penting bagi para aktivis untuk memperluas wawasan mereka dan berusaha untuk menjadi lebih inklusif,” katanya.
Pandangan Hanania senada dengan teori akademis dan politisi AS Noam Chomsky, yang menggambarkan BDS bersifat “terlalu luas”.
“Saya mendukung aspek BDS ditujukan pada wilayah-wilayah pendudukan. Mereka adalah orang-orang yang telah berhasil. Mereka berprinsip dan benar,” kata Chomsky, meski ia menentang tindakan yang diambil “terhadap Israel itu sendiri”.
Menurutnya, gerakan itu akan seperti memboikot AS untuk kebijakan pemerintahnya.
Baca Juga: Amerika itu Negara Para Pendatang!
“Saya tidak menyarankan memboikot Universitas Harvard dan universitas saya sendiri, meskipun Amerika Serikat terlibat dalam tindakan mengerikan. Anda mungkin juga akan memboikot Amerika Serikat,” kata Chomksy.
Ia menambahkan, memboikot bisnis Israel dan produk luar wilayah pendudukan tidak akan efektif. (P001/R02)
Sumber: tulisan Jinan Aldameary di Al Jazeera
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Indonesia, Pohon Palma, dan Kemakmuran Negara OKI