Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bebaskan Penjajahan Pikiran Menuju Pembebasan Al-Aqsa

Ali Farkhan Tsani Editor : Widi Kusnadi - 1 menit yang lalu

1 menit yang lalu

0 Views

Kompleks Masjidil Aqsa (Al-Maudhu)

“Di tengah gemuruh seruan pembebasan tanah Palestina, ada satu bentuk penjajahan yang lebih halus namun berbahaya penjajahan pikiran.”

KETIKA kita begitu lantang meneriakkan pembebasan Masjidil Aqsha dan kemerdekaan Palestina, namun seringkali kita tidak menyadari bahwa kita sendiri belum sepenuhnya merdeka. Kita kadang masih dikungkung oleh narasi asing, terkunci dalam pemikiran konsumtif, apatis, atau fanatik buta.

Kita ingin membebaskan tanah suci, tapi bagaimana mungkin membebaskan sesuatu yang suci, sementara jiwa dan pikiran kita masih belum suci, alias masih terbelenggu oleh mindset barat dalam memandang perjuangan bangsa Palestina. Jadi, dimulai dari bebaskan penjajahan pikiran menuju pembebasan Al-Aqsa.

Iqra’ dulu, sebelum tarbiyah dan jihad, itu urutan wahyu pertama: “Iqra’!” (Bacalah!)
Bukan “Berdakwahlah” atau “Berperanglah.” Tapi “bacalah”. Sebuah perintah yang menuntut kesadaran, pemahaman, dan pencerahan.

Baca Juga: Al-Aqsa Simbol Persatuan Umat

Tanpa Iqra, tarbiyah jadi kosong. Tanpa ilmu, jihad bisa melenceng. Tanpa memahami realita dan sejarah, emosi bisa dikendarai oleh narasi palsu. Maka, sebelum bicara pembebasan tanah penuh berkah yang dulu bernama Ardhu Kan’an, kita harus bicara tentang pembebasan cara berpikir. Apakah kita masih terjajah oleh propaganda? Masih mengukur kebenaran dari trend, bukan dari Qur’an dan Sunnah?

Sementara, penjajahan hari ini datang dalam bentuk budaya hedonis, normalisasi kezaliman, ketidakpedulian, dan gaya hidup konsumtif. Saat Palestina dibombardir, kita justru sibuk berdebat siapa yang paling benar di media sosial, atau sibuk menyalahkan sesama umat. Ini bukan hanya soal bom dan peluru. Ini soal kesadaran dan keberanian berpikir merdeka.

“Liberate Your Mind” Bebaskan pikiranmu, dari narasi musuh yang menjadikan penjajahan seolah konflik dua pihak.

Bebaskan pikiranmu, dari ketakutan berlebihan yang membuat kita bisu saat kebenaran memanggil.

Baca Juga: Hikmah Maulid Nabi: Momentum Menyatukan Umat dan Bangsa

Bebaskan pikiranmu, dari kebodohan yang disengaja, berupa enggan belajar, enggan peka, enggan peduli. Bebaskan penjajahan pikiran menuju pembebasan Al-Aqsa.

Kemerdekaan sejati dimulai dari dalam, dari hati yang tercerahkan, dari pikiran yang sadar akan tanggung jawab sebagai hamba dan khalifah di muka bumi ini.

Karenanya, jihad bukanlah langkah awal, tapi buah dari pendidikan (Tarbiyah). Bukan semua orang lahir sebagai pejuang fisik, tapi semua kita dituntut untuk jadi pejuang ilmu dan akhlak. Tarbiyah mendidik jiwa. Iqra menyinari akal. Barulah jihad menjadi suci, bukan hanya ekspresi emosi.

Jadi, memang perjuangan Al-Aqsha, Baitul Maqdis dan Palestina perlu mereka yang telah merdeka dari penjajahan pemikiran asing. Perjuangan Al-Aqsha dan Palestina tak butuh massa yang ramai tapi kosong. Namun ia butuh umat yang sadar, terdidik, kuat secara spiritual, cerdas dalam berpikir, dan teguh dalam nilai.

Baca Juga: Rasulullah Saw Membenci Perpecahan

Pembebasan Al-Aqsha, Baitul Maqdis, dan Palestina dimulai dari pembebasan pikiran kita.

“Liberate your mind before you liberate your land,” mengutip pernyataan Prof. Abd. Al-Fattah el-Awaisi, seorang guru besar bidang Baitul Maqdis.

Semboyan ini hendak mengatakan bahwa umat perlu membuka pikiran dan mengisinya dengan ilmu pengetahuan yang benar, kuat, luas dan mendalam lagi mengakar. Karena ilmu pengetahuan merupakan pondasi kemajuan suatu bangsa umat manusia. Dalam sejarah Islam, masa keemasan peradaban Islam (Golden Age) adalah bukti nyata bagaimana ilmu pengetahuan mampu membawa umat pada kejayaan dan peradaban.

Para cendekiawan Muslim seperti Al-Farabi, Al-Khwarizmi, Ibnu Sina dan lainnya, tidak hanya menguasai ilmu agama Islam. Tetapi juga menguasai ilmu pengetahuan umum seperti kedokteran, matematika, dan astronomi.

Baca Juga: Negeri Syam Pusat Keberkahan Dunia

Karena itu, di tengah berbagai tantangan yang ada, umat Islam perlu memahami pentingnya ilmu pengetahuan. Ini karena ilmu pengetahuan menjadi modal utama dalam membangun kekuatan umat.

Di samping itu, ilmu pengetahuan merupakan elemen yang tak tergantikan dalam membangun kekuatan umat Islam. Dalam sejarah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan umat Islam untuk menuntut ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu duniawi.

Ini seperti disebutkan firman Allah di dalam Al-Qur’an:

 قُلْ هَلْ يَسْتَوِى ٱلَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبَٰبِ

Baca Juga: Mulutmu Harimaumu, Ketika Lisan Menghancurkan Martabat

 “Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” (Q.S. Az-Zumar [39]: 9).

Kembali ke pentingnya ilmu, pada masa kejayaan Islam, ilmuwan Muslim tidak hanya menguasai ilmu agama tetapi juga berbagai cabang ilmu duniawi. Mereka memberikan kontribusi besar bagi dunia dalam bidang matematika, kedokteran, astronomi, dan teknologi.

Dalam kaitannya dengan pembebasan Masjidil Aqsa, Baitul Maqdis dan Palestina keseluruhan, menyiapkan ilmu pengetahuan yang mendalam juga merupakan startegi awal Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam. Kembali ke motto, “bebaskan penjajahan pikiran menuju pembebasan Al-Aqsa.” []

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Traveling ke Masjidil Aqsha

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Internasional
Indonesia
Kolom