Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA
Dalam tulisan sebelumnya, hal pertama yang harus diketahui oleh seorang Muslimah adalah kewajiban memakai jilbab. Hal selanjutnya yang harus diketahui oleh setiap Muslimah adalah larangan menggosip (ghibah), termasuk menjaga intonasi suara, juga mencukur alis mata, dan memakai wewangian di luar rumah. Berikut akan dibahas satu per satu.
Kedua, Gosip (Ghibah)
Bukan bermaksud menyudutkan kaum Muslimah, tapi hal ini juga paling sering dilakukan oleh kaum Hawa ini, yakni Gosip (Ghibah) yang terkadang dilakukan tanpa sadar. Begitu saja terjadi dan tiak terasa bahwa itu salah satu dosa, karena begitu biasanya. Definisi ghibah seperti yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya ini, “Ghibah ialah engkau menceritakan saudaramu tentang sesuatu yang ia benci.” Si penanya kembali bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapatmu bila apa yang diceritakan itu benar ada padanya?” Rasulullah menjawab, “Kalau memang benar ada padanya, itu ghibah namanya. Jika tidak benar, berarti engkau telah berbuat buhtan (mengada-ada).” (HR. Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ahmad).
Baca Juga: Di Balik Hijab, Ada Cinta
Berdasarkan hadits di atas telah jelas bahwa definisi ghibah yaitu menceritakan tentang diri saudara kita sesuatu yang ia benci meskipun hal itu benar. Ini berarti kita menceritakan dan menyebarluaskan keburukan dan aib saudara kita kepada orang lain. Allah sangat membenci perbuatan ini dan mengibaratkan pelaku ghibah seperti seseorang yang memakan bangkai saudaranya sendiri. Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Hujurat: 12)
Ketiga, Menjaga Suara.
Suara empuk dan tawa canda seorang wanita terlalu sering kita dengar di sekitar, baik secara langsung atau lewat radio dan televisi. Terlebih lagi bila wanita itu berprofesi sebagai penyanyi yang suaranya terkadang merdu mendayu-dayu. Begitu mudahnya wanita memperdengarkan suaranya yang bak buluh perindu, tanpa ada rasa takut kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Baca Juga: Menjadi Pemuda yang Terus Bertumbuh untuk Membebaskan Al-Aqsa
Padahal Dia telah memperingatkan,
يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ ۚ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا
“Maka janganlah kalian merendahkan suara dalam berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang ma‘ruf.” (QS Al Ahzab: 32)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah bersabda, “Wanita itu adalah aurat, apabila ia keluar rumah maka syaitan menghias-hiasinya (membuat indah dalam pandangan laki-laki sehingga ia terfitnah).” (HR. At Tirmidzi, dishahihkan dengan syarat Muslim oleh Asy Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi`i dalam Ash Shahihul Musnad, 2/36).
Sebagai muslimah harus menjaga suara saat berbicara dalam batas kewajaran bukan sengaja dibuat mendesah-desah, mendayu-dayu, merayu, dan semisalnya.
Baca Juga: Muslimat Pilar Perubahan Sosial di Era Kini
Keempat, Mencukur Alis Mata (an namsh).
Banyak wanita di akhir zaman ini yang gemar mencukur habis alis matanya. Alasannya supaya tambah cantic dan keren, sehingga bisa diatur sekehendak hati mau alisnya seperti apa dan bagaiman bentuknya. Sungguh, dalam Islam seorang wanita sangat dilarang mencukur alis matanya, apalagi jika sekedar ingin mengikuti trand wanita-wanita kafir di luar sana.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda tentang an namsh ini,
لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالنَّامِصَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ
“Allah melaknat orang yang mentato dan yang minta ditato. Allah pula melaknat orang yang mencabut rambut wajah dan yang meminta dicabut.” (HR. Muslim no. 2125)
Baca Juga: Tujuh Peran Muslimah dalam Membela Palestina
An Nawawi rahimahullah ketika menerangkan an namsh, beliau katakan, “An naamishoh adalah orang yang menghilangkan rambut wajah, sedangkan al mutanammishoh adalah orang yang meminta dicabutkan. Perbuatan namsh itu haram kecuali jika pada wanita terdapt jenggot atau kumis, maka tidak mengapa untuk dihilangkan, bahkan menurut kami hal itu disunnahkan.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 14/106)
Mencukur alis atau menipiskannya, baik dilakukan oleh wanita yang belum menikah atau sudah menikah, dengan alasan mempercantik diri untuk suami atau lainnya tetap diharamkan, sekalipun disetujui oleh suaminya. Karena yang demikian termasuk merubah penciptaan Allah yang telah menciptakannya dalam bentuk yang sebaik- baiknya. Dan telah datang ancaman yang keras serta laknat bagi pelakunya. Ini menunjukkan bahwa perbuatan tersebut adalah haram.
Kelima, Memakai Wangi-wangian.
Bukan tidak boleh seorang wanita dalam Islam memakai wewangian selam ia memakainya di dalam rumah dan hanya untuk menumbuhkan rasa gairah suaminya. Tidak bolehnya wanita Islam memakai minyak wangi saat keluar rumah adalah karena hal itu bisa membangkitkan syahwat lelaki asing kepadanya. Akibatnya, lelaki asing itu bisa saja memberanikan diri untuk menzalimi si wanita tersebut. Lalu, jika hal itu sudah terjadi, siapakah yang disalahkan? Si wanita yang disadari atau tidak sudah mengundang datangnya syahwat lelaki asing (ajnabi) itu atau si lelaki yang berbuat zalim kepadanya.
Baca Juga: Muslimah dan Masjidil Aqsa, Sebuah Panggilan untuk Solidaritas
Tentang larangan wanita dalam Islam memakai wewangian ada dalam sebuah hadis dari Abu Musa Al-Asyari bahwasannya ia berkata, “Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa sallam bersabda,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ
“Seorang perempuan yang mengenakan wewangian lalu melalui sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai maka perempuan tersebut adalah seorang pelacur.” (HR. An-Nasa’i, Abu Daud, Tirmidzi, dan Ahmad. Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ , no. 323 mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Al-Munawi rahimahullah berkata,
والمرأة إذا استعطرت فمرت بالمجلس فقد هيجت شهوة الرجال بعطرها وحملتهم على النظر إليها، فكل من ينظر إليها فقد زنا بعينه، ويحصل لها إثمٌ لأنها حملته على النظر إليها وشوشت قلبه، فإذن هي سببُ زناه بالعين، فهي أيضاً زانية
“Wanita jika memakai parfum kemudian melewati majelis (sekumpulan) laki-laki maka ia bisa membangkitkan syahwat laki-laki dan mendorong mereka untuk melihat kepadanya. Setiap yang melihat kepadanya maka matanya telah berzina. Wanita tersebut mendapat dosa karena memancing pandangan kepadanya dan membuat hati laki-laki tidak tenang. Jadi, ia adalah penyebab zina mata dan ia termasuk pezina.” (Faidhul Qadir, 5:27, Makatabah At-Tijariyah, cet. 1, 1356 H, Al-Maktabah Asy-Syamilah)
Baca Juga: Penting untuk Muslimah, Hindari Tasyabbuh
Dalam hadits lain dikatakan,
أيما امرأة تطيبت ثم خرجت إلى المسجد لم تقبل لها صلاة حتى تغتسل
“Perempuan manapun yang memakai parfum kemudian keluar ke masjid, maka shalatnya tidak diterima sehingga ia mandi.” (Hadits riwayat Ahmad, 2:444. Syaikh Al-Albani menilainya shahih dalam Shahihul Jami’, no.2703)
Dari Zainab Ats-Tsaqafiyah bahwasannya Nabi bersabda Shalallahu ‘alahi wa sallam, “Jika salah seorang diantara kalian (kaum wanita) keluar menuju masjid, maka jangan sekali-kali mendekatinya dengan (memakai) wewangian.” (Muslim dan Abu Awanah).
Alasan pelarangannya sudah jelas, yaitu bahwa hal itu akan membangkitkan nafsu birahi. Ibnu Daqiq Al-Id berkata, “Hadits tersebut menunjukkan haramnya memakai wewangian bagi wanita yang hendak keluar menuju masjid, karena hal itu akan dapat membangkitkan nafsu birahi kaum laki-laki.” (Al-Munawi : Fidhul Qadhir).
Baca Juga: Peran Muslimat dalam Menjaga Kesatuan Umat
Syaikh Albani mengatakan, “Jika hal itu saja diharamkan bagi wanita yang hendak keluar menuju masjid, lalu apa hukumnya bagi yang hendak menuju pasar, atau tempat keramaian lainnya? Tidak diragukan lagi bahwa hal itu jauh lebih haram dan lebih besar dosanya.”
Semoga Allah senantiasa menambah ilmu dan pemahaman kaum Muslimah di akhir zaman ini. Jika ilmu dan pemahamannya luas dan benar tentang syariat Allah dan Rasul-Nya, maka insya Allah tidak akan ada wanita Islam yang bisa dilecehkan oleh musuh-musuh Islam. Selain itu, pemahaman seorang Muslimah terhadap syariat Islam secara benar, akan melahirkan keyakinan yang semakin kuat bahwa syariat Islam adalah kebenaran yang harus di amalkan setiap waktu, wallahua’lam. (A/RS3/RS2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Derita Ibu Hamil di Gaza Utara