Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Beda Zaman Beda Gender

Redaksi Editor : Bahron Ans. - 17 detik yang lalu

17 detik yang lalu

0 Views

Beda gender adalah karunia dari Allah untuk melihat siapa yang lebih banyak beramal (foto: ig)

Oleh Annisa Novi Alifa, Mahasiswa STAI Al-Fatah, Cileungsi, Bogor

Perkembangan zaman membawa banyak perubahan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk kesetaraan gender. Isu ini terus mengalami transformasi selama berabad-abad. Gerakan emansipasi wanita yang mulai ada sejak abad ke-19 hingga awal abad ke-20 membawa pengaruh besar terhadap hak-hak perempuan, dengan tujuan utama memberikan kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan.

Di Indonesia, pada zaman dulu, perempuan dianggap tidak setara dengan laki-laki, dan peran mereka sering kali hanya dibatasi untuk melayani laki-laki. Bahkan kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang sama pun tidak diberikan. Namun, muncul tokoh-tokoh emansipasi seperti Raden Ajeng Kartini, Cut Nyak Dien, dan Dewi Sartika, yang memperjuangkan hak-hak wanita.

Raden Ajeng Kartini adalah salah satu tokoh emansipasi paling terkenal di Indonesia. Pada masa hidupnya di abad ke-19, ia berjuang untuk membebaskan wanita dari belenggu tradisi yang membatasi kebebasan dan hak pendidikan. Kartini menginspirasi banyak perempuan pada zamannya untuk berani bermimpi lebih besar dan mengejar pendidikan.

Baca Juga: Pameran Pendidikan Tinggi Uni Eropa di Jakarta Hadirkan 87 Kampus Ternama

Cut Nyak Dien, seorang pahlawan nasional yang berani melawan penjajahan Belanda, membuktikan bahwa gender tidak membatasi kemampuan seseorang untuk berjuang demi keadilan. Kisahnya menginspirasi banyak perempuan untuk berani melawan ketidakadilan dan menunjukkan bahwa perempuan memiliki peran penting dalam perjuangan kemerdekaan.

Dewi Sartika memperjuangkan hak pendidikan bagi perempuan dengan membuka sekolah pertama untuk wanita di Bandung pada tahun 1904. Dengan keberaniannya, ia membuka jalan bagi perempuan Indonesia untuk mendapatkan pendidikan yang setara dengan laki-laki.

Kesetaraan gender kini terus berkembang, terutama seiring dengan terbentuknya masyarakat modern. Meskipun budaya patriarki masih ada di beberapa negara Asia, termasuk Indonesia, semakin banyak perempuan yang memegang peran penting. Di Indonesia, kesetaraan gender telah digaungkan di berbagai bidang.

Kesetaraan dalam Amal dan Pahala

Baca Juga: Pemuda Indonesia di Tengah Arus Kemajuan Teknologi

Perempuan kini dapat menjadi pemimpin, seperti Retno Marsudi, yang menjadi perempuan pertama di Indonesia yang menjabat sebagai Menteri Luar Negeri. Di dunia kerja, juga telah diterapkan kebijakan yang mendukung kesetaraan gender, termasuk dalam keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi, penghapusan diskriminasi gaji, serta peluang yang setara untuk promosi karier.

Pada saat ini, perempuan juga menjadi ujung tombak perekonomian. Misalnya, di Indonesia, kontribusi ekonomi perempuan sangat besar, terutama di sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah mencatat bahwa kontribusi UMKM perempuan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 9,1 persen pada 2019, dan kontribusi UMKM perempuan terhadap ekspor mencapai lebih dari 5 persen.

Selain itu, peran tradisional laki-laki dan perempuan dalam tugas rumah tangga kini semakin terdekonstruksi. Banyak laki-laki yang terlibat dalam tugas rumah tangga seperti mengasuh anak, memasak, dan membersihkan rumah. Hal ini membantu menghapus stigma peran gender, menguatkan pandangan bahwa tanggung jawab rumah tangga adalah tanggung jawab bersama.

Dalam Islam, perempuan memiliki hak yang tinggi dan terhormat, serta diberikan hak untuk berperan dalam masyarakat dan keluarga. Dalil-dalil Al-Qur’an dan hadis menunjukkan bahwa Islam memandang perempuan dengan penuh penghormatan dan memberikan hak serta kesempatan yang setara.

Baca Juga: Wanita Sempurna, Istri Raja yang Zalim

Dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala menjelaskan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama dalam meraih pahala atas amal kebaikan yang dilakukan, tanpa ada diskriminasi berdasarkan gender.

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl: 97)

Al-Qur’an menegaskan bahwa yang membuat seseorang mulia di hadapan Allah adalah ketakwaannya, bukan jenis kelaminnya. Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.” (QS. Al-Hujurat: 13)

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam menekankan pentingnya pendidikan bagi semua umat Islam, baik laki-laki maupun perempuan dalam sabdanya, “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim (laki-laki maupun perempuan).” (HR. Ibnu Majah)

Baca Juga: IYCA Gelar Warung Belajar Bahas Ketahanan Pangan Lokal dan Solusi Krisis Iklim

Kedudukan Ibu dalam Islam

Islam sangat memuliakan peran perempuan sebagai ibu. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, siapakah yang paling berhak aku perlakukan dengan baik?’ Rasulullah menjawab, ‘Ibumu kemudian ibumu, kemudian ibumu, kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari dan Muslim)

Di dalam dunia Islam, perempuan juga memainkan peran penting dan menunjukkan kekuatan yang luar biasa. Islam memberikan banyak teladan perempuan yang berpengaruh yang dapat dijadikan inspirasi hingga saat ini.

Khadijah binti Khuwailid, istri pertama Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, adalah seorang pengusaha sukses dan wanita yang sangat dihormati. Ia berperan besar dalam mendukung Nabi secara moral dan finansial, serta menjadi sumber inspirasi karena kesetiaan, keberanian, dan dukungannya yang tak tergoyahkan. Khadijah adalah contoh perempuan yang menunjukkan bahwa perempuan dapat menjadi pemimpin dan memiliki peran penting dalam ekonomi dan keluarga.

Baca Juga: Santri Sudah Apa, kok Diperingati?

Aisyah binti Abu Bakar adalah istri Nabi Muhammad yang terkenal akan kecerdasan dan pengetahuannya. Ia menjadi rujukan dalam bidang ilmu pengetahuan dan hukum Islam setelah wafatnya Nabi, serta meriwayatkan banyak hadits. Aisyah menjadi teladan perempuan yang membuktikan bahwa kecerdasan dan pendidikan tidak terbatas pada gender, dan ia dihormati sebagai salah satu perempuan yang sangat berpengaruh dalam sejarah Islam.

Fatimah Az-Zahra, putri Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, adalah contoh perempuan yang penuh kasih sayang dan memiliki integritas tinggi. Meskipun hidup dalam kesederhanaan, Fatimah menunjukkan keteguhan hati dan kebijaksanaan dalam perannya sebagai ibu dan pemimpin keluarga. Ia menjadi simbol perempuan yang kuat dan mandiri dalam memperjuangkan nilai-nilai kebaikan dalam keluarga dan masyarakat.

Kisah-kisah perempuan berpengaruh dalam Islam ini menegaskan bahwa kesetaraan gender bukanlah konsep baru dalam Islam. Islam sejak awal sudah menghormati dan menghargai peran perempuan yang dapat menjadi pemimpin, pendidik, pengusaha, dan penjaga nilai-nilai kebaikan.

Dengan perkembangan zaman, kisah-kisah perempuan inspiratif dari masa lalu hingga sekarang membuktikan bahwa perjuangan menuju kesetaraan gender selalu relevan. Perempuan di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia, terus memperjuangkan hak mereka dalam berbagai bidang, mulai dari pendidikan, ekonomi, hingga politik, dan melampaui batas-batas tradisional yang ada.[]

Baca Juga: Manfaat Tersembunyi Pembelajaran Digital

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: Inovasi “Biscatur” Mahasiswa USK Aceh, Raih Medali Emas di Kroasia

Rekomendasi untuk Anda

MINA Millenia