Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA
Seorang pendidik harus mempunyai kecerdasan sosial, sebab hal ini menjadi penting baginya untuk keberlangsungan proses belajar mengajarnya di sebuah lembaga. Sebelum membahas apa sebenarnya yang dimaksud dengan kecerdasan sosial, maka setidaknya dibahas itu apa itu kecerdasan.
Menurut Alfred binet dan Theodore Simon (Muhammad Djarot Sensa, Quranic Quotient…, h. 28) kecerdasan terdiri dari tiga komponen yaitu, kemampuan dalam mengarahkan suatu pikiran atau tindakan, kemampuan mengubah arah tindakan jika tindakan tersebut telah dilakukan, dan kemampuan mengkritik diri sendiri.
Sedangkan menurut Sternberg, kecerdasan adalah kemampuan belajar dari pengalaman dan kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar.(Agus Efendi, Revolusi Kecerdasan Abad 21, Bandung: Alfabeta, 2015, Cet. 1. h. 81)
Baca Juga: [Hadits Al-Arbain ke-24] Tentang Haramnya Berbuat Zalim
Adapun kecerdasan yang terdapat pada diri manusia menurut Howard Gardner, bahwa manusia mempunyai sembilan kecerdasan yang disebut dengan kecerdasan majemuk (Multiple Intelegence). Menurut Gardner kecerdasan dalam multiple intelegences meliputi kecerdasan verbal linguistik (cerdas kata), logis matematis (cerdas angka), visual spasial (cerdas gambar warna), musical (cerdas musik lagu), kinestetik (cerdas gerak), interpersonal (cerdas sosial), ntrapersonal (cerdas diri), naturalis (cerdas alam), eksistensial (cerdas hakikat).(Tadkiroatun Musfiroh, Pengembangan Kecerdasan Majemuk, Jakarta: Univ Terbuka, 2011, h. 73.)
Jika beberapa definisi tentang kecerdasan di atas dikaitkan dengan sosial, maka dapat diformulasikan, kecerdasan sosial adalah kemampuan seseorang dalam menjalin hubungan dan komunikasi dengan orang lain di sekitarnya. Hal ini sebagaimana pendapat para ahli, kecerdasan sosial (Interpersonal Intelegenci) adalah kemampuan untuk dapat efektif melakukan negosiasi dalam interaksi dengan lingkungan sosial.
Kecerdasan sosial juga dapat didefinisikan sebagai kemampuan dan keterampilan yang ada pada diri seseorang dalam berinteraksi sosial dengan orang lain guna menjalin hubungan dengan kelompok masyarakat, hal ini sebagai ciri has kematangan seseorang dalam memahami orang lain dengan memberikan motivasi dan melakukan kerja sama.
Adapun ciri-ciri yang dimaksud di antaranya adalah ramah, mudah bergaul dan beradaptasi dalam lingkungan sosial, serta dapat memberi manfaat bagi orang lain. Sebagai seorang pendidik, sudah jelas kecerdasan sosial di atas harus dimilikinya. Dia bisa berkomunikasi dengan baik dan ramah kepada siswanya, memerintah tanpa emosi, mendidik dengan penuh kasih sayang, bisa bergaul baik dengan para guru lainnya adalah hal penting yang harus diprioritaskannya.
Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari
Di antara kecerdasan sosial
Pertama, berhias dengan akhlak mulia. Berakhlak mulia merupakan amalan yang berpahala besar dan berat dalam timbangannya di akhirat kelak. Dan di antara akhlak mulia itu adalah berkata yang baik. Dari Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ شَىْءٍ يُوضَعُ فِى الْمِيزَانِ أَثْقَلُ مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ وَإِنَّ صَاحِبَ حُسْنِ الْخُلُقِ لَيَبْلُغُ بِهِ دَرَجَةَ صَاحِبِ الصَّوْمِ وَالصَّلاَةِ
“Tidak ada sesuatu amalan yang jika diletakkan dalam timbangan lebih berat dari akhlaq yang mulia. Sesungguhnya orang yang berakhlaq mulia bisa menggapai derajat orang yang rajin puasa dan rajin shalat.” (HR. Tirmidzi no. 2134. Syaikh Al-Abani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahih Al Jaami’ no. 5726.)
Dalam riwayat Tirmidzi—hadisnya dinyatakan hasan shahih—disebutkan pula hadits dari Abu Darda’ ra, Nabi SAW bersabda,
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23] Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran
مَا مِنْ شَيْءٍ أَثْقَلُ فِي مِيْزَانِ المُؤْمِنِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ حُسْنِ الخُلُقِ، وَإِنَّ اللهَ يُبْغِضُ الفَاحِشُ البَذِي
“Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin pada hari kiamat selain akhlaknya yang baik. Allah sangat membenci orang yang kata-katanya kasar dan kotor.”
Kedua, bersikap jujur dan adil. Seorang pendidik harus mampu bersikap jujur dan adil. Seorang pendidik yang jujur akan menjadi kepercayaan atasan di lembaga tempat ia bekerja. Dia akan dipercaya untuk mengemban setiap yang diamanahkan kepadanya.
Berapa banyak orang yang mempunyai lembaga pendidikan karena ia mampu mendirikannya, tapi karena tidak menguasai teori tarbiyah dan dakwah, harus ikut campur mengurusi teknis mendidik dan mengasuh, akibat tidak percaya kepada para pendidik.
Ketidakpercayaan itu muncul karena ditemukan ketidakjujuran. Ketidakjujuran itu bukan hanya dalam masalah keuangan saja, tapi yang tak kalah penting adalah ketidakjujuran dalam masalah waktu, ketuntasan dalam menjalankan pekerjaan atau antara berbeda antara pengakuan dengan kenyataan.
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga
Allah Ta’ala perintahkan hamba-Nya untuk jujur,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (Qs. At Taubah: 119).
Dalam hadits dari sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu juga dijelaskan keutamaan sikap jujur dan bahaya sikap dusta. Ibnu Mas’ud menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
“Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Muslim).
Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia
Ketiga, miliki empat sifat ini; hayyin, layyin, qarib dan sahl. Nabi SAW bersabda tentang empat sifat mulia ini sebagai berikut.
ﻋَﻦِ ﺍﺑْﻦِ ﻣَﺴْﻌُﻮﺩٍ، ﻋَﻦِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ،ﻗَﺎﻝَ : ﺃَﻻَ ﺃُﺧْﺒِﺮُﻛُﻢْ ﺑِﻤَﻦْ ﺗُﺤَﺮَّﻡُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﻨَّﺎﺭُ؟ ﻗَﺎﻟُﻮﺍ : ﺑَﻠَﻰ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ، ﻗَﺎﻝَ : ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﻫَﻴِّﻦٍ، ﻟَﻴِّﻦٍ، ﻗَﺮِﻳﺐٍ، ﺳَﻬْﻞٍ
“Maukah kalian aku tunjukkan orang yang Haram baginya tersentuh api neraka?” Para sahabat berkata, “Mau, wahai Rasulallah!” Beliau menjawab: “(yang Haram tersentuh api neraka adalah) orang yang Hayyin, Layyin, Qarib, Sahl.” (H.R. At-Tirmidzi dan Ibnu Hiban).
Dalam hadits ini, Rasulullah SAW menyebutkan ada empat orang yang diharamkan atas api neraka. Hayyin, yaitu orang yang tawadhu, tidak sombong, tidak merasa angkuh, tidak ujub. Layyin, lembut. Yaitu lembut dan tidak kasar. Qarib, dekat dengan manusia. Artinya manusia merasa senang untuk mendekatinya. Sahl, mudah. Dia selalu berusaha memberikan kemudahan kepada manusia.
Insya Allah dengan memiliki bekal kecerdasan sosial, seorang pendidik akan mampu dengan mudah menjalankan tugasnya sebagai pendidik.(A/RS3/P2)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah
(Sumber : Bekal Bagi Pendidik dan Pengasuh)
Mi’raj News Agency (MINA)