Jakarta, MINA – Bagi sebuah komunitas bahasa, mengasah percakapan dalam bahasa yang sedang dipelajari sudah biasa. Tapi bagi komunitas asal Bandung ini, belajar bahasa juga bisa sambil menambah wawasan dan semangat berjuang.
Dengan nama yang cukup panjang, Majelis Dakwah Wilayah Intensive English Course (MDWIEC) ini berpusat di pusat kota Bandung dan sudah memiliki lebih dari 40 anggota.
Tidak heran jika sebuah komunitas mempelajari bahasa asing dengan berbagai cara yang ditempuh. Uniknya, MDWIEC rela menempuh 150 km menuju ibukota untuk mengunjungi Kedutaan Besar di Palestina dan belajar bahasa Inggris sambil mendengarkan paparan para pejabat mengenai satu-satunya negara yang masih terjajah itu.
Seusai shalat Jumat diskusi pun dimulai. Setidaknya 28 anggota komunitas mendengarkan dengan khusuk paparan Kuasa Usaha ad interim Kedutaan Besar Palestina untuk Indonesia Taher Hamad beserta rekannya yang menjelaskan sejarah Palestina serta penjajahan Israel di lokasi itu.
Baca Juga: Silaknas 2024, ICMI Undang Presiden dan Wapres
Taher yang saat ini menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Dubes Palestina di Jakarta memaparkan bagaimana kondisi Palestina sejak berada di bawah mandat Inggris pada 1920 dan warganya diusir pada 1948 sehingga diperingatilah sebagai hari Nakba, hari ‘bencana’-nya tanah suci itu.
“Saat itu Inggris membawa Yahudi dari Rusia, Eropa dan lainnya untuk menempati tanah Palestina dan mereka mendirikan tanah Israel,” katanya kepada para peserta.
Taher juga mengenang sedih bagaimana dulu kondisi Palestina saat berada di bawah kekuasaan khilafah Islamiyah. Dimana, kehidupan harmoni tiga agama yang dijaga berabad-abad berakhir di bawah kekuasaan Turki Ustmani karena diserahkan ke Inggris dalam sebuah kekalahan perang.
Para peserta secara aktif berdiskusi dalam bahasa Inggris dengan Taher mulai dari peran Muslim untuk Palestina hingga perkembangan rekonsiliasi internal yang baru-baru ini mulai dibahas kembali.
Baca Juga: Taiwan Rayakan 48 Tahun Kerja Sama Pertanian dengan Indonesia
Kordinator MDWIEC Ihsan Ibdurraham mengaku upaya ini dilakukan bukan hanya untuk mengasah bahasa anggota komunitas yang mayoritas masih remaja, namun juga untuk meningkatkan kepekaan anak muda agar lebih peduli terhadap kondisi saudara mereka yang masih dijajah.
“Di samping itu, para pemuda Muslim adalah agent dakwah yang dituntut siap untuk nanti bisa berdakwah ke luar negeri, jadi kami ingin siap,” katanya.(L/RE1/P2)
Miraj News Agency (MINA)
Baca Juga: Prof El-Awaisi: Makkah Tempat Hidayah, Madinah Tempat Rahmat, Baitul Maqdis Tempat Jihad