Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Belajar Meneladani Nabi SAW Seutuhnya Bukan Setengah-Setengah

Bahron Ansori - Kamis, 27 Juli 2023 - 14:57 WIB

Kamis, 27 Juli 2023 - 14:57 WIB

50 Views

Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA

Allah Ta’ala masih memberikan sisa usia kepada kita. Karena  itu alangkah baik dan bijaknya jika kita berusaha untuk mengisi hidup ini dengan memaksimalkan meneladani Nabi SAW.

Bisa jadi dengan meneladani Nabi SAW derajat kita terangkat, lebih tinggi dan mencapai puncak takwa di sisi-Nya. Tak ada jalan lain, tak ada pilihan bagi kita untuk tidak memulai meneladani Nabi SAW. Sebab satu-satunya kunci sukses seorang hamba di dunia dan bahagia di akhirat adalah dengan serius dan benar-benar berusaha meneladani Nabi SAW.

Sedemikian hebatnya kualitas akhlak Nabi Muhammad SAW sehingga ia menjadi Nabi terbaik dari kalangan Ulul Azmi, dan menjadi pemimpin seluruh para Nabi bahkan seluruh umat manusia semenjak dari nabi Adam ‘alaihis salam hingga umat Islam terakhir yang nyawanya dicabut menjelang terjadinya hari kiamat.

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

Allah Subhanahu wa Ta’ala Dzat yang Maha Agung dan Mulia memberikan pengakuan atas kebesaran jiwa, kemuliaan akhlak, ketinggian sifat-sifat Nabi Muhammad SAW dalam firman-Nya,

وَاِنَّكَ لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيۡمٍ

Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur. [Qs. Nun: 4]

Dengan akhlak yang sedemikian agungnya, pribadi yang sangat konsisten melakukan apa pun yang beliau ajarkan kepada umatnya, menjadi sebuah contoh hidup yang menjadikan para sahabat saat itu dengan sangat mudah memahami maksud-maksud ayat al-Quran dalam berbagai situasi dan peristiwa.

Selain itu, karena kuatnya konsistensi Nabi Muhammad SAW terhadap ajaran Al Quran, menjadikannya sebagai contoh hidup bagaimana mempraktekkan tuntunan Al Quran dalam lingkup pribadi, keluarga, masyarakat, dan bahkan dalam situasi perang dan damai.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

Demikian pula dalam hal berinteraksi dengan non Muslim baik sebagai non Musim tersebut individu maupun berupa komunitas dan negara. Semuanya menjadi tuntunan dan teladan yang harus diikuti. Bahkan meneladani Nabi SAW merupakan salah satu dari bukti terkuat dari keimanan dan kecintaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلْيَوْمَ ٱلْءَاخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرًا

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” [Qs. Al-Ahzab: 21]

Allah Juga berfirman,

Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang

قُلۡ اِنۡ كُنۡتُمۡ تُحِبُّوۡنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوۡنِىۡ يُحۡبِبۡكُمُ اللّٰهُ وَيَغۡفِرۡ لَـكُمۡ ذُنُوۡبَكُمۡؕ‌ وَاللّٰهُ غَفُوۡرٌ رَّحِيۡمٌ

“Katakanlah (Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” [Qs. Ali Imran: 31]

Inilah Teladan Nabi SAW Dalam Semua Aspek Kehidupan

Nabi SAW adalah pribadi yang sempurna dalam imannya dan akhlaknya. Sempurna dalam muamalahnya juga dalam inetraksi sosialnya. Sempurna pula dalam kepemimpinannya. Oleh karenanya Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan Nabi SAW sebagai teladan yang menyeluruh dan sempurna. Inilah beberapa aspek keteladanan Nabi SAW.

Pertama, teladan dalam ibadah. Nabi SAW adalah teladan sempurna dalam masalah ibadah. Beliau banyak beribadah di malam hari sebagaimana digambarkan oleh istrinya ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:

Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat

أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَقُومُ مِنْ اللَّيْلِ حَتَّى تَتَفَطَّرَ قَدَمَاهُ فَقَالَتْ عَائِشَةُ لِمَ تَصْنَعُ هَذَا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَقَدْ غَفَرَ اللَّهُ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ قَالَ أَفَلَا أُحِبُّ أَنْ أَكُونَ عَبْدًا شَكُورًا

“Nabi SAW biasa bangun malam sampai kedua telapak kakinya luka terpecah, maka ‘Aisyah bertanya,”Wahai Rasulullah! Mengapa anda melakukan semua ini. Padahal Allah telah mengampuni dosa anda yang telah lalu maupun di masa datang?” Beliau SAW menjawab,”Tidakkah semestinya aku menjadi hamba yang bersyukur?” [HR. Bukhari dan Muslim]

Selain itu beliau juga senantiasa berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di setiap keadaannya. Hal ini bisa diketahui dari berbagai hadits yang menghasung kaum Muslimin untuk banyak berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kedua, teladan dalam akhlak dan sifat Rasul. Mengenai akhlak, maka cukuplah gambaran ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha tentang akhlak Rasulullah ﷺ adalah al-Quran. Dalam sebuah hadits disebutkan,

 – سُئِلَتْ عائِشةُ عن خُلُقِ رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، فقالَتْ: كان خُلُقُه القُرآنَ.

‘Aisyah ditanya tentang akhlak Rasulullah SAW lantas menjawab, ”AKhlaknya adalah Al Quran.”  [HR. Ahmad (25813). Hadits ini shahih menurut Syaikh Syu’aib Al-Arnauth]

Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati

Maksud dari hadits ini sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Alaqi bin Abdul Qadiras-Saqqaf, adalah akhlaknya itu sedemikian sempurna sebagaimana digambarkan dalam Al Quran di setiap jenis akhlak.

Beliau melaksanakan apa yang Allah Ta’ala perintahkan dalam Al Quran, tidak melanggar apa saja yang Allah larang dalam Al Quran baik berupa perkataan maupun perbuatan, janji dan ancaman-Nya dan seterusnya.

Ketiga, teladan dalam urusan keluarga. Dalam sebuah hadits dari Ibnu ‘Abas radhiyallahu ‘anhuma dari Nabi SAW bersabda,

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ، وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي» رواه الترمذي.

“Orang yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya. Dan Aku adalah yang paling baik di antara kalian kepada keluargaku.” [HR. At-Tirmidzi]

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah

Syaikh bin Baz rahimahullah mengatakan yang dimaksud dengan “ahlihi” “keluarganya” adalah istri-istrinya, anak-anaknya, ibu dan ayahnya.

Sedangkan menurut penulis Tuhfatul Ahwadzi Syarh Jami’ At -Tirmidzi, Syaikh Abdurrahman Mubarokfuri saat menjelaskan makna hadits ini mengatakan, maksudnya adalah anak dan istrinya dan yang memiliki hubungan rahim dengannya.

Keempat, teladan dalam urusan sosial. Nabi SAW adalah orang yang paling baik pergaulannya dengan masyarakat. Beliau bersikap tawadhu’ dan peduli serta perhatian kepada semua orang, bersikap penuh kasih dan ramah bahkan kepada anak-anak kecil dan orang-orang yang sudah tua.

Bila ada yang bersalaman dengannya maka beliau tidak pernah menarik tangannya sebelum orang itu menariknya. Bila sedang bertatap muka dengan seseorang beliau tidak pernah memalingkan wajahnya sampai orang itu memalingkan wajahnya terlebih dahulu.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh

Beliau belum pernah menjulurkan kedua kakinya di hadapan orang yang sedang duduk bersamanya. Hal ini sebagaimana diceritakan oleh Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi radhiyallahu ‘anhu.

Cukuplah firman Allah berikut ini menggambarkan betapa mulianya Nabi SAW hubungannya dengan para sahabat dan tetangganya dalam kehidupan bermasyarakat,

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” [Qs. At-Taubah: 128]

Kelima, teladan dalam kepemimpinan. Dalam masalah kepemimpinan atau leadership maka beliau adalah pemimpin paling adil yang pernah dikenal dalam sejarah kemanusiaan. Beliau sangat tegas dan konsisten dalam menjalankan hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam

Hukum yang datang dari dzat yang Maha Adil, yang paling mengetahui apa yang terbaik dan paling bermaslahat buat para makhluk-Nya. Tidak mungkin ada kezhaliman walau sedikit pun dalam hukum Allah Ta’ala.

Bila hukum Allah ini dijalankan dengan sangat konsisten oleh seorang pemimpin dalam kehidupan bermasyarakat, pastilah masyarakat tersebut akan merasakan keadilan hukum benar-benar tegak di tengah-kehidupan mereka dan sirnahlah kezhaliman.

Sekedar satu bukti dari sekian banyak bukti yang ada tentang ketegasan dan konsistensi Rasulullah SAW terhadap hukum Allah subhanahu wa Ta’ala adalah kisah berikut ini:

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau menceritakan,

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-2] Rukun Islam, Iman, dan Ihsan

أَنَّ قُرَيْشًا أَهَمَّهُمْ شَأْنُ الْمَرْأَةِ الْمَخْزُومِيَّةِ الَّتِي سَرَقَتْ، فَقَالُوا: مَنْ يُكَلِّمُ فِيهَا رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ فَقَالُوا: وَمَنْ يَجْتَرِئُ عَلَيْهِ إِلَّا أُسَامَةُ، حِبُّ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَكَلَّمَهُ أُسَامَةُ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَتَشْفَعُ فِي حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللهِ؟» ثُمَّ قَامَ فَاخْتَطَبَ، فَقَالَ: «أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمِ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ، وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمِ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ، وَايْمُ اللهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا»

”Sesungguhnya orang-orang Quraisy mengkhawatirkan keadaan seorang wanita dari Bani Makhzum yang mencuri (maksudnya tertangkap telah mencuri). Mereka berkata, ‘Siapa yang bisa berbicara kepada Rasulullahn SAW tentang wanita ini ?’

Mereka menjawab, ‘Siapa yang berani bicara kepada beliau kecuali Usamah ( bin Zaid ) yang dicintai oleh Rasulullah SAW.’ Maka Usamah pun berbicara kepada Rasulullah SAW (untuk membebaskan wanita itu dari hukuman).

Rasulullah SAW  kemudian bersabda, ‘Apakah kamu hendak memintakan syafaat (pengampunan dari hukuman) berkaitan dengan (hukum) had Allah?”’ Rasulullah SAW berdiri lalu berkhutbah, ‘Wahai manusia, sesungguhnya yang menghancurkan orang-orang sebelum kalian adalah jika ada orang yang memiliki kedudukan di antara mereka melakukan pencurian, maka mereka bebaskan.

Namun jika yang mencuri adalah orang yang lemah (rakyat biasa), maka mereka menegakkan hukum had atas orang tersebut. Demi Allah, sungguh jika Fathimah binti Muhammad mencuri, aku benar-benar akan memotong tangannya.”   [HR. Bukhari no. 6788 dan Muslim no. 1688].

Baca Juga: Kaya Bukan Tanda Mulia, Miskin Bukan Tanda Hina

Itulah sekelumit teladan Rasulullah SAW dalam beberapa bidang kehidupan. Semoga Allah Ta’ala memudahkan kita sebagai umatnya untuk mengikuti teladannya sehingga kebahagiaan di dunia dan akhirat bisa kita raih, wallahua’lam.(A/RS3/P1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
MINA Preneur
Kolom
Kolom
Khutbah Jumat