DUNIA hari ini semakin bising, bukan oleh suara, tapi oleh ambisi manusia yang tak berujung. Segalanya ingin diraih, bahkan yang tak dibutuhkan pun dikejar mati-matian. Gaya hidup konsumtif dan hedonisme dijadikan standar kesuksesan, padahal ia adalah jebakan yang perlahan menguras jiwa. Di tengah hiruk-pikuk ini, qanaah hadir sebagai cahaya yang meneduhkan hati.
Qanaah adalah sikap menerima dengan lapang dada atas apa yang Allah berikan, tanpa iri kepada kenikmatan orang lain. Bukan berarti pasrah tanpa usaha, tapi menyadari bahwa rezeki sejati bukan jumlah, melainkan keberkahan. Orang yang qanaah tidak silau oleh dunia, karena ia tahu dunia bukan tempat tinggal abadi. Ia tenang dalam ketercukupan, dan bahagia dalam kesederhanaan.
Di era serba permisif, di mana segala nilai bisa dipertukarkan dengan uang dan popularitas, qanaah menjaga kita dari penyakit hati. Ketika semua orang berlomba menampilkan citra palsu di media sosial, orang yang qanaah tetap jujur pada dirinya sendiri. Ia tidak sibuk membandingkan hidupnya dengan orang lain, sebab hatinya telah
Hedonisme mengajarkan bahwa kesenangan adalah segalanya, seakan hidup hanya untuk memuaskan nafsu. Tapi qanaah mengajarkan bahwa ketenangan jauh lebih bernilai daripada kesenangan sesaat. Orang yang selalu mengejar kesenangan dunia, tidak akan pernah puas. Namun orang yang qanaah, selalu merasa cukup meski dunia tidak memberi lebih.
Baca Juga: Surat Cinta dari Gaza: Negeri Kecil dengan Ujian Seluas Langit
Konsumtif bukan hanya soal membeli barang, tapi tentang kebutuhan palsu yang diciptakan oleh iklan dan lingkungan. Manusia modern terjebak dalam siklus beli-buang-beli tanpa pernah bertanya, “Apakah ini benar-benar perlu?” Qanaah membebaskan kita dari perbudakan gaya hidup ini, dengan membangun kesadaran atas nilai sejati dalam hidup. Ia mengajarkan bahwa bahagia itu sederhana.
Di tengah masyarakat yang gemar pamer kemewahan, qanaah membuat seseorang tampil bersahaja namun mulia. Ia tidak tergoda untuk menunjukkan apa yang dimilikinya, sebab ia tahu kemuliaan bukan dari apa yang tampak, tapi dari ketenangan batin. Orang qanaah tidak mudah terguncang oleh pujian atau cacian. Ia hidup dalam keseimbangan, bukan dalam kompetisi.
Qanaah juga membentuk karakter yang kuat dan tangguh. Ia melatih kita untuk menahan diri, menundukkan keinginan, dan mengutamakan kebutuhan. Dengan qanaah, seseorang tidak mudah mengeluh ketika diuji, karena hatinya sudah terbiasa bersyukur dalam kondisi apapun. Justru dari situlah muncul kekuatan spiritual yang luar biasa.
Islam menjadikan qanaah sebagai kekayaan sejati. Rasulullah SAW bersabda, “Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya harta, namun kekayaan yang hakiki adalah kekayaan hati.” (HR. Bukhari-Muslim). Hati yang qanaah adalah hati yang merdeka, tidak diperbudak dunia dan hawa nafsu. Ia bebas, karena telah menggantungkan harapan hanya pada Allah.
Baca Juga: Sebotol Harapan untuk Gaza, Inisiatif Kemanusiaan Melalui Laut
Di tengah arus fitnah yang menggelombang, qanaah adalah perisai bagi orang-orang beriman. Ia melindungi dari keputusasaan, dari iri, dari ambisi duniawi yang menyesatkan. Ia menanamkan dalam diri bahwa ridha Allah lebih utama dari segala kenikmatan dunia. Maka siapa yang memiliki qanaah, ia telah menggenggam dunia, bukan digenggam olehnya.
Belajar qanaah bukan berarti menjauhi dunia, tapi menjadikan dunia sebagai sarana, bukan tujuan. Kita tetap bekerja, berusaha, dan berkarya, namun tidak diperbudak oleh hasil. Qanaah menjadikan hidup lebih ringan, lebih damai, dan lebih bermakna. Di zaman yang penuh kegaduhan ini, qanaah adalah jalan sunyi menuju ketenangan sejati.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Genosida Melalui Kelaparan di Gaza