Oleh: Dr. Hayu Prabowo, Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup & Sumber Daya Alam MUI
Kata “musibah” dalam pendengaran kita sering ditafsirkan sebagai sesuatu yang mengerikan, menakutkan, dan mendatangkan ketidakbahagiaan dalam kehidupan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap manusia yang beriman ingin mencapai kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat. Akan tetapi, di dalam kehidupan sehari-hari banyak orang tidak berhasil mencapai kebahagiaan tersebut.
Dalam kondisi ditimpa musibah, kita perlu memahami atau memikirkan makna dari kehendak (masyi’ah), ketetapan (qadha’) dan takdir (qadr) Allah.
Baca Juga: Enam Prinsip Pendidikan Islam
Salah satu yang dapat menenangkan jiwa seorang mukmin terletak pada pemahamannya mengenai ketiga hal tersebut. Kehendak, ketetapan dan takdir, merupakan usaha, tindakan dan upaya dalam memperoleh jawaban terhadap berbagai sebab, kenapa sesuatu itu terjadi.
Di dalam Al-Quran dijelaskan terjadinya musibah atau bencana alam di antaranya adalah akibat dari perbuatan manusia yang melakukan kemaksiatan. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. Ar-Rum[30]:41)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-10] Makanan dari Rezeki yang Halal
Krisis Iklim dan Lingkungan Hidup
Saat ini dunia menghadapi berbagai krisis perubahan iklim, polusi, lenyapnya keanekaragaman hayati dan penyakit zoonosis yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan lainnya.
Aktivitas manusia yang tidak berkelanjutan terus merusak area yang luas di planet ini dan jika dibiarkan, dapat mengakibatkan keruntuhan ekosistem yang meluas dan hilangnya keanekaragaman hayati lebih lanjut.
Gambar-1 memperlihatkan riwayat Bencana Hidrometeorologi berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia per tahunnya.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof. Anbar: Pendidikan Jaga Semangat Anak-Anak Gaza Lawan Penindasan
Bencana hidrometeorologi adalah bencana yang terkait air akibat perubahan iklim karena kerusakan lingkungan yang semakin masif.
Bencana ini berdampak langsung berupa kerusakan bangunan, tanaman dan infrastruktur dan hilangnya nyawa dan harta benda, maupun dampak tidak langsung berupa kerugian dalam produktivitas dan mata pencaharian, utang dan dampak kesehatan manusia.
Kesalahan mengelola hubungan antar manusia (ekonomi) dan hubungan antara manusia dan alam (ekosistem) menimbulkan berbagai krisis. Dengan demikian krisis ini ada dua macam, pertama krisis pada manusia dan krisis pada alam.
PDB menggambarkan pertumbuhan produksi/konsumsi dari suatu negara, PDB positif berarti ada kenaikan ekonomi karena kenaikan produksi/konsumsi.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
Kita bisa lihat ketika PDB positif hingga 2020, jumlah bencana alam secara selaras juga meningkat. Bila dilihat lebih dalam lagi, lebih dari 95% bencana alam adalah karena kerusakan lingkungan berupa banjir, longsor, badai, kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan.
Porsi gempa bumi dan tsunami sangat kecil. Bencana alam akibat kerusakan alam ini tentu diakibatkan aktivitas manusia yang memprioritaskan peningkatan ekonomi yang ekstraktif terhadap bumi serta produk buangan yang menyebabkan polusi.
Saat terjadinya pandemi Covid-19 telah mengakibatkan penyusutan pertumbuhan ekonomi sebesar minus 2% akaibat penurunan konsumsi dan produksi pada tahun 2020, telah berdampak positif pada penurunan bencana alam.
Tahun 2020 telah mengingatkan kita semua atas pentingnya menjaga bumi dengan menjaga konsumsi kita. Dalam konsep pembangunan berkelanjutan, kesejahteraan diukur tidak hanya dari ekonomi, namun juga sosial dan lingkungan hidup. Atau dengan kata lain, salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan (menurunkan bencana alam) tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Masyarakat dan ekonomi bergantung pada berfungsinya jasa pelayanan ekosistem. Interaksi antara manusia dan lingkungan sangat vital, karena jasa ekosistem yang berfungsi merupakan sumber daya yang penting bagi masyarakat.
Ekonomi adalah subsistem dari masyarakat manusia, yang juga merupakan subsistem dari kehidupan di bumi dan ekosistemnya. Kesalahan mengelola ekonomi dan ekosistem menimbulkan berbagai krisis, khususnya pada krisis alam dan manusia.
Krisis iklim dan lingkungan hidup merupakan ancaman eksistensial terbesar bagi umat manusia dan akan memperburuk tantangan kemiskinan, ketahanan pangan, persediaan air, ketahanan bencana alam dan perdamaian, yang sangat menghambat pembangunan manusia.
Pemimpin dunia menempatkan krisis iklim dan lingkungan hidup sebagai ancaman nomor satu yang dihadapi keamanan manusia, selain faktor ekonomi, geopolitik, teknologi atau sosial lainnya, karena krisis iklim dan lingkungan hidup memperparah ancaman secara keseluruhan.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Bencana alam itu bertujuan supaya manusia bisa merasakan akibat yang mereka perbuat agar segera bertaubat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dalam ayat yang lain, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَمَا أَصَابَكُم مِن مُصِيبَة فَبِمَا كَسَبَت أَيْدِيكُم وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ
Dan musibah apapun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu). (QS. Ash-Shuraa[42]:30)
Datangnya musibah yang menimpa kaum muslimin yang tidak melakukan perbuatan dosa merupakan bentuk ujian untuk mengangkat derajat mereka di akhirat. Oleh karenanya, mari kita ubah gaya hidup untuk ramah terhadap bumi – atau bumi yang akan memaksa kita berubah dan menghancurkan kembali apa yang telah kita bangun.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Cara Pandang Manusia Terhadap Bencana Alam
Kalau kita mentadabburi ayat-ayat Al-Quran terkait bencana alam yang menimpa berbagai umat sebelum kita, sejak zaman nabi Nuh, Ibrahim, Luth, Syu’aib, Sholeh, Musa dan sebagainya, kita akan menemukan dua cara pandang manusia terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi di atas bumi ini.
Pertama, cara pandang orang-orang yang sombong pada Allah dan tidak mengenal Tuhan Pencipta alam yang sebenarnya. Cara pandang orang-orang sekular yang tidak mampu melihat kaitan antara Tuhan dengan hamba, antara agama dengan kehidupan dan antara dunia dan akhirat.
Manusia semacam ini adalah manusia yang tidak pernah mau dan tidak mampu menjadikan berbagai peristiwa alam tersebut sebagai pelajaran dan sebagai bukti kekuasaan dan kebesaran Allah.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Mereka bukannya mengoreksi diri dan kembali kepada Allah, melainkan semakin bertambah kesombongan dan pembangkangan mereka pada Allah dan Rasul-Nya. Hal seperti ini dijelaskan Allah dalam Al-Qur’an:
أَوَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَيَنْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ كَانُوا مِنْ قَبْلِهِمْ كَانُوا هُمْ أَشَدَّ مِنْهُمْ قُوَّةً وَآَثَارًا فِي الْأَرْضِ فَأَخَذَهُمُ اللَّهُ بِذُنُوبِهِمْ وَمَا كَانَ لَهُمْ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَاقٍ
Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi, lalu memperhatikan betapa kesudahan orang-orang yang sebelum mereka. Mereka itu adalah lebih hebat kekuatannya daripada mereka dan (lebih banyak) bekas-bekas mereka di muka bumi maka Allah mengazab mereka disebabkan dosa-dosa mereka. Dan mereka tidak mempunyai seorang pelindung dari azab Allah. (QS. Ghafir[40]:21)
Kedua, cara pandang orang-orang beriman kepada Allah dan para Rasul-Nya. Apa saja peristiwa alam yang terjadi mereka kembalikan semuanya kepada kehendak dan kekusaan Allah, mereka hadapi dengan hati yang penuh iman, tawakakal, sabar dan tabah serta mereka lihat sebagai sebuah ujian dan musibah untuk menguji kualitas keimanan dan kesabaran mereka, atau bisa jiag sebagai teguran Allah atas kelalaian dan dosa yang mereka lakukan.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Selain itu, semua peristiwa yang menimpa manusia mereka jadikan sebagai momentum terbaik untuk mengoreksi diri (taubat) agar lebih dekat kepada Allah dan sistem Allah dan Rasul-Nya. Pada saat yang sama merekapun meninggalkan larangan-larangan Allah dan Rasul-Nya.
Mereka adalah orang-orang yang sukses dalam berinteraksi dengan alam dan dalam menghadapi berbagai ujian dan cobaan semasa hidup di dunia dan juga di akhirat kelak. Allah menjelasakannya dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 155 – 157 :
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (155) الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (156) أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ (157)
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.(155) (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “ Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya kami kembali) (156) Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (157) (QS. Al-Baqoroh [2]:155-157)
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Penyebab Terjadinya Musibah
Al-Quran dengan tegas menjelaskan bahwa sebab utama terjadinya semua peristiwa di atas bumi ini, apakah gempa bumi, banjir, kekeringan, tsunami, penyakit tha’un (wabah) dan sebagainya disebabkan ulah manusia itu sendiri, baik yang terkait dengan pelanggaran sistem Allah yang ada di laut dan di darat, maupun yang terkait dengan sistem nilai dan keimanan yang telah Allah tetapkan bagi hambanya.
Semua pelanggaran tersebut (pelanggaran sunnatullah di alam semesta dan pelanggaran syariat Allah yang diturunkan kepada para Nabi dan Rasul-Nya, termasuk Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, akan mengakibatkan kemurkaan Allah. Kemurkaan Allah tersebut direalisasikan dengan berbagai peristiwa bencana alam seperti, banjir, kekeringan, gempa bumi, tsunami dan seterusnya.
Semakin besar pelanggaran manusia atas sistem dan syariat Allah, semakin besar pula peristiwa alam yang Allah timpakan pada mereka. Allah menjelaskan dalam Al-Quran :
فَكُلًّا أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ فَمِنْهُمْ مَنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُمْ مَنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ خَسَفْنَا بِهِ الْأَرْضَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَغْرَقْنَا وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (QS. Al-Ankabut [29]:40)
(AK/R1/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)