Baku, 25 Jumadil Akhir 1437/4 April 2016 (MINA) – Bentrokan antara pasukan Azerbaijan dan Armenia berlanjut di hari kedua, meskipun Pemerintah Baku mengumumkan gencatan senjata secara sepihak.
Pecahnya kekerasan terburuk dalam beberapa dekade atas wilayah Nagorno-Karabakh yang disengketakan telah memicu tekanan dari internasional untuk menghentikan pertempuran. Demikian Al Jazeera memberitakannya yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Pemerintah Azerbaijan pada Ahad (3/4) memutuskan menghentikan permusuhan dan berjanji “memperkuat” beberapa posisi strategis yang telah direbut dalam wilayah yang diduduki Armenia itu.
Pihak berwenang Armenia yang mendukung kelompok sparatis di Karabakh mengatakan, mereka bersedia membahas gencatan senjata, tetapi hanya jika melihat wilayah yang mereka duduki kembali diserahkan oleh tentara Azerbaijan.
Baca Juga: Hongaria Cemooh Putusan ICC, Undang Netanyahu Berkunjung
Kedua negara telah saling menuduh mengawali penembakan di garis depan yang telah membagi mereka sejak 1994, setelah separatis Armenia merebut wilayah itu dari Azerbaijan dan berakhir dengan gencatan senjata.
“Armenia telah melanggar semua norma-norma hukum internasional. Kami tidak akan meninggalkan posisi utama kami. Tapi pada saat yang sama, kami akan memperhatikan gencatan senjata dan setelah itu kami akan mencoba menyelesaikan konflik secara damai,” kata Presiden Azeerbaijan Ilham Aliyev dalam pertemuan dengan dewan keamanan.
Fotografer AFP melaporkan dari kota Azeerbaijan, Terter, 10 kilometer (enam mil) dari garis depan, bahwa ia mendengar penembakan sporadis pada Ahad sore.
Fotografer mengatakan, tentara membawa peti mati yang terbungkus bendera Azerbaijan melalui jalan-jalan ketika pemakaman seorang tentara Azeri yang tewas dalam bentrokan. Setidaknya tiga rumah hancur oleh pengeboman. Perempuan dan anak-anak telah dievakuasi. (T/P001/P2)
Baca Juga: Pusat Budaya dan Komunitas Indonesia Diresmikan di Turki
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)