tetangga-300x169.jpg" alt="tetangga" width="353" height="199" />Oleh Bahron Ansori, Jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Sunnatullah, manusia tidak mungkin hidup sendiri dan menyendiri. Fitrah manusia adalah hidup berkelompok dan berbaur dengan komunitasnya. Inilah salah satu bukti kebenaran Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. Islam juga mengajarkan berbuat baik kepasa sesama, salah satunya adalah Tetangga.
Saking pentingnya tetangga ini, sampai-sampai beberapa ulama besar menulis kitab khusus yang membahas tentang tetangga ini. Di antara ulama-ulama itu adalah Imam Al-Humaidi (w. 219 H) dan Abu Nuaim Al-Asbahani (w. 430 H) yang menulis secara khusus satu kitab kumpulan hadis tentang tetangga. Ada juga Ad-Dzahabi (w. 748 H), ia menulis buku dengan judul Haqqul Jiwar (Hak Bertetangga) yang sudah diterbitkan.
Inilah bukti kebenaran Islam yang mampu mengikis habis sikap individualistis. Berikut ini akan dibahas tentang apa saja yang harus dilakukan seorang Muslim kepada tetangganya sesuai tuntuan Allah dan Rasul-Nya.
Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah
Hak bertetangga dalam Al-Quran
Islam adalah satu-satunya agama yang diridhai Allah di muka bumi ini. Dengan Islam, Allah akan menjaga kehidupan hamba-Nya agar menjalani kehidupan ini dengan lurus dan tidak menyimpang. Salah satu yang Allah dan Nabi ajarkan kepada kaum Muslimin adalah bagaimana agar beribadah sesuai tuntunan syariat dan berbuat baik kepada tetangga.
Tentang berbuat baik kepada tetangga ini, Allah Ta’ala berfirman
وَاعْبُدُواْ اللّهَ وَلاَ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئاً وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالجَنبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالاً فَخُوراً
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah
Artinya, ”Beribadahlah kepada Allah dan jangan menyekutukannya dengan sesuatu apapun, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin, tetangga dekat, tetangga jauh, rekan di perjalanan, Ibnu Sabil, dan kepada budak yang kalian miliki. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan apa yang dia miliki.” (Qs. An-Nisa : 36).
Imam Al-Qurthubi mengatakan, “Oleh karena itu, bersikap baik kepada tetangga adalah satu hal yang diperintahkan dan ditekankan, baik dia Muslim maupun kafir, dan itulah pendapat yang benar.” (Tafsir Al-Qurthubi, 5/184). Jadi sangat jelas bahwa berbuat baik kepada tetangga adalah perintah langsung dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala setelah perintah ibadah.
Ruang Lingkup Kata Tetangga
Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan, “Kata tetangga mencakup Muslim maupun kafir, ahli ibadah maupun ahli maksiat, teman dekat maupun musuh, pendatang maupun penduduk asli, yang suka membantu maupun yang suka merepotkan, yang dekat maupun yang jauh, yang rumahnya berhadapan maupun yang yang bersingkuran… Dan masing-masing disikapi dengan baik sesuai keadaannya.” (Fat-hul Baari, 10/441).
Baca Juga: Hijrah Hati dan Diri: Panduan Syariah untuk Transformasi Spiritual dan Pribadi
Batasan Jumlah Tetangga
Tentang berapa jumlah batasan tetangga, para ulama berbeda pendapat antara lian; pertama, semua orang yang tinggal satu kampung bersamanya, itulah tetangga. Pendapat ini bersumber dari dalil firman Allah dalam surat Al-Ahzab yang artinya, “Jika orang-orang munafik, orang- orang yang berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah (dari menyakitimu) tidak menghentikan aksinya, niscaya Kami perintahkan kamu (untuk memerangi) mereka, kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di Madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar.” (Qs. Al-Ahzab: 60).
Dalam ayat diatas, Allah menyebut semua warga Madinah adalah tetangga Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Kedua, semua orang yang menempati 40 rumah dari semua penjuru arah. Tentang hal ini, Al-Hafizh Ibnu Hajar membawakan keterangan dari ’Aisyah, batasan tetangga adalah 40 rumah dari segala penjuru, demikian pula pendapat dari Al-Auza’i. Ibnu Hajar juga mengetengahkan riwayat lain, ”Diriwayatkan oleh Ibnu Wahb, dari Yunus, dari Ibnu Syihab, “Tetangga adalah 40 rumah, ke kanan, kiri, belakang dan depan.” (Fat-hul Baari, 10/447).
Baca Juga: Aksi Peduli Palestina: Cara Efektif dan Nyata Membantu Sesama yang Membutuhkan
tetangga-2-300x200.jpg" alt="tetangga 2" width="300" height="200" />Inilah Hadis tentang Tetangga
Pertama. Larangan keras mengganggu tetangga. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Tidak akan masuk surga, orang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya.” (HR. Bukhari 6016 & Muslim 46).
Mari introspeksi, sudahkah tetangga kita merasa aman dan nyaman dengan perkataan, dan perilaku kita selama ini kepadanya? Jika lisan dan perilaku kita masih sering menyakiti hatinya, maka segeralah minta maaf dan berbuat baiklah selagi masih ada kesempatan. Camkan isi hadis di atas, tidak akan masuk surga! Siapa? Tetangga yang merasa risih dan selalu terganggu akibat ucapan dan gangguannya.
Kedua. Wasiat Jibril untuk memperhatikan tetangga. Dari A’isyah radhiyallahu ‘anha, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menuturkan, “Jibril selalu berpesan kepadaku untuk berbuat baik kepada tetangga, sampai aku mengira tetangga akan ditetapkan menjadi ahli warisnya.” (HR. Bukhari 6014 & Muslim 2624).
Baca Juga: Enam Cara Mudah Bantu Palestina
Dahsyat, hadis diatas mengandung makna betapa pentingnya seorang Muslim memperhatikan tetangga, sampai-sampai Malaikat Jibril pun langsung berpesan kepada teladan terbaik manusia Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Ketiga. Menumbuhkan semangat berbagi dengan tetangga. Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Sesungguhnya kekasihku (Rasulullah), mewasiatkan kepadaku, ”Apabila kamu memasak, perbanyaklah kuahnya. Kemudian perhatian penghuni rumah tetanggamu, dan berikan sebagian masakan itu kepada mereka dengan baik.” (HR. Muslim).
Allahuakbar, betapa agungnya ajaran Islam ini. Sampai-sampai memasak saja kuah sayur pun agar diperbanyak sehingga bisa untuk membagi-bagi tetangga. Jika hal ini dilakukan oleh setiap Muslim, insya Allah tidak akan pernah ada keluarga Muslim yang kelaparan. Bismillah, mari kita hidupkan lagi tuntunan mulia dari Nabi Shallallahu ‘Alahi Wasallam ini agar kita kelak diakui sebagai umatnya.
Keempat. Tidak mengganggu tetangga bagian dari iman. Dari Abu Hurairah, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah dia mengganggu saudaranya.” (HR. Bukhari 5185 & Muslim 47).
Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?
Ya Rabb, mungkinkah kami termasuk orang-orang beriman sementara diantara kami masih ada yang mengganggu tetangganya? Mari berbenah saudaraku, jika kita pernah menyakiti hati tetangga kita, maka segeralah minta maaf kepadanya agar kelak Allah tidak mengazab kita di neraka-Nya.
Kelima. Menyakiti tetangga lebih besar dosanya. Dari Miqdad bin Aswad radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Seseorang yang berzina dengan 10 wanita, dosanya lebih ringan dibandingkan dia berzina dengan satu orang istri tetangganya. Seseorang yang mencuri 10 rumah, dosanya lebih ringan dibandingkan dia mencuri satu rumah tetangganya.” (HR. Ahmad 23854 dan dinyatakan Syu’aib Al-Arnauth sanadnya bagus).
Allahu akbar…betapa mengerikan ancaman hadis diatas bagi siapa saja yang berani berbuat maksiat kepada istri tetangganya. Inilah bukti tetangga harus benar-benar dijaga keamanannya. Berkata buruk saja tidak boleh apalagi sampai berbuat maksiat seperti dalam hadis diatas.
Keenam. Bersikap baik kepada tetangga, tanda Muslim sejati. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berpesan, “Jadilah orang yang wara’, kamu akan menjadi manusia ahli ibadah. Jadilah orang yang qana’ah, kamu akan menjadi orang yang paling rajin bersyukur. Berikanlah yang terbaik untuk orang lain, sebagaimana kamu memberikan yang terbaik untuk dirimu, niscaya kamu menjadi mukmin sejati. Bersikaplah yang baik kepada tetangga, kamu akan menjadi Muslim sejati…” (HR. Ibnu Majah 4217 dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
Baca Juga: Suriah dan Corak Bendera yang Berganti
Ketujuh. Jangan tinggalkan tetangga Anda kelaparan. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, ”Bukanlah mukmin sejati, orang yang kenyang, sementara tetangga di sampingnya kelaparan.” (HR. Abu Ya’la dalam Musnad-nya, dan sanadnya dinilai hasan oleh Husain Salim Asad).
Imam Al-Albani mengatakan, “Dalam hadis ini terdapat dalil yang tegas bahwa haram bagi orang yang kaya untuk membiarkan tetangganya dalam kondisi lapar. Karena itu, dia wajib memberikan makanan kepada tetangganya yang cukup untuk mengenyangkannya. Demikian pula dia wajib memberikan pakaian kepada tetangganya jika mereka tidak punya pakaian, dan seterusnya, berlaku untuk semua kebutuhan pokok tetangga.” (Silsilah As-Shahihah, 1/280).
Kedelapan. Larangan meremehkan pemberian tetangga, meskipun kelihatannya kurang berarti. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, ”Wahai para wanita muslimah, janganlah satu tetangga meremehkan pemberian tetangga yang lainnya, meskipun hanya kikil yang tak berdaging.” (HR. Bukhari 2566 & Muslim 1030).
tetangga-1-300x251.jpg" alt="tetangga (1)" width="300" height="251" />Kesembilan. Paling dekat pintunnya, paling berhak mendapat lebih banyak. Dari ’Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Wahai Rasulullah, saya memiliki dua tetangga dekat. Kemanakah saya akan memberikan hadiah?” Nabi menjawab, “Ke rumah yang paling dekat pintunya denganmu.” (HR. Bukhari 2259).
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman
Kesepuluh. Berlindung dari tetangga yang buruk. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan agar kita memohon perlindungan kepada Allah dari tetangga yang buruk. Ini menunjukkan betapa bahayanya tetangga yang buruk, sampai manusia terbaik menyarankan doa ini dilantunkan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berpesan, “Mintalah perlindungan kepada Allah dari tetangga yang buruk di tempat tinggal menetap, karena tetangga yang tidak menetap akan berpindah dari kampungmu.” (HR. Nasa’i 5502 dan dinilai Al-Albani sebagai hadits hasan shahih).
Kesebelas. Sengketa tetangga, sengketa pertama di akhirat. Dari ’Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sengketa pertama pada hari kiamat adalah sengketa antar tetangga.” (HR. Ahmad 17372 dan dinilai hasan oleh Syu’aib Al-Arnauth).
Al-Munawi mengatakan, “Maksud hadis, sengketa antara dua orang yang pertama diputuskan pada hari kiamat adalah sengketa dua orang bertetangga. Yang satu menyakiti lainnya. Sebagai bentuk perhatian besar tentang hak tetangga, yang dimotivasi oleh syariat untuk diperhatikan.” (At-Taisir bi Syarh Al-Jami’ As-Shaghir, 1/791).
Baca Juga: Hari HAM Sedunia: Momentum Perjuangan Palestina
keduabelas. Menyakiti tetangga merupakan sebab masuk neraka. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa ada seseorang yang melapor kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya wanita itu rajin shalat, rajin sedekah, rajin puasa. Tapi dia suka menyakiti tetangga dengan lisannya.”
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Dia di neraka.” Para sahabat bertanya lagi, “Ada wanita yang dikenal jarang berpuasa sunah, jarang shalat sunah, dan dia hanya bersedekah dengan potongan keju. Tapi dia tidak pernah menyakiti tetangganya.” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengatakan, “Dia ahli surga.” (HR. Ahmad 9675 dan Syu’aib Al-Arnauth mengatakan sanadnya hasan).
Ketigabelas. Berusaha bersabar dengan gangguan tetangga. Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Tiga orang yang Allah cintai…. (kemudian beliau bersabda) orang yang memiliki tetangga, dan tetangganya suka menyakitinya. Diapun bersabar terhadap gangguannya sampai dipisahkan dengan kematian atau safar.” (HR. Ahmad dan dinilai shahih oleh Syuaib Al-Arnauth).
Keempatbelas. Tetangga menjadi saksi. Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ada seorang yang bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Bagaimana saya bisa mengetahui, apakah saya orang baik ataukah orang jahat?” Nabi menjawab, ”Jika tetanggamu berkomentar kamu orang baik, maka berarti engkau orang baik. Sementara jika mereka berkomentar engkau orang tidak baik, berarti kamu tidak baik.” (HR. Ahmad 3808, Ibn Majah 4223 dan dishahihkan Al-Albani).
Baca Juga: Literasi tentang Palestina Muncul dari UIN Jakarta
Yang dimaksud komentar tetangga di sini adalah komentar dari tetangga yang baik, sholeh dan memperhatikan aturan syariat. (At-Taisir Syarh Jamius Shaghir, 1/211).
Subhanallah, betapa indah hidup menjadi seorang Muslim dan mempunyai tetangga yang sholeh. Semoga Allah Ta’ala memudahkan kita untuk selalu berbuat baik kepada tetangga dan menjadikannya sebagai salah satu tiket menuju surga-Nya, aamiin.(R02/R05)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)