BERJILBAB tapi pacaran itu seperti menutup tubuh dengan kain suci tapi membuka hati untuk permainan nafsu. Itu bukan bukti modernitas, itu bentuk kebingungan spiritual. Islam tidak hanya meminta wanitanya menutup aurat, tapi juga menutup celah fitnah. Bukankah lebih baik engkau menjadi wanita yang tak dikenal oleh para lelaki daripada dikenang sebagai “mantan” oleh banyak pria?
Jilbab adalah simbol kehormatan, bukan sekadar kain pelengkap penampilan. Jika berjilbab tapi masih sibuk menggoda lawan jenis di WhatsApp dan DM Instagram, maka itu bukan takwa, itu sandiwara. Allah berfirman, “Katakanlah kepada wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya…'” (Qs. An-Nur: 31). Menutup aurat itu kewajiban, tapi menjaga hati dari cinta haram juga perintah suci.
Pacaran bukan cinta, itu jerat syahwat yang dibungkus dengan permen kata-kata manis. Jika engkau hafal ayat demi ayat, tapi masih merindukan suara lelaki yang bukan mahrammu, sungguh engkau sedang mengkhianati makna dari hafalanmu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya di dalam jasad ada segumpal daging, jika ia baik maka seluruh tubuh akan baik…” (HR. Bukhari dan Muslim). Apa gunanya jilbab lebar jika hatimu masih menganga mencari perhatian laki-laki?
Muruah seorang muslimah bukan terletak pada postingan bertuliskan “akhwat salihah” tapi dalam komitmennya menjaga kehormatan diri. Pacaran merusak izzah dan menjatuhkan kemuliaanmu—perlahan namun pasti. Jika engkau meneladani Bunda Fatimah, ketahuilah ia tidak pernah berbalas pesan mesra dengan Ali sebelum halal. Maka tanyalah pada nuranimu, siapa yang sedang engkau teladani kini—Fatimah atau nafsumu sendiri?
Baca Juga: Hijabku, Kemuliaanku
Dunia maya telah menjadi panggung syahwat yang disamarkan dalam balutan status islami. Banyak yang menyebut dirinya “mujahidah cinta” tapi sesungguhnya ia hanya sedang bermain api neraka. Allah mengingatkan, “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (Qs. Al-Isra: 32). Pacaran adalah jalan menuju zina, meskipun diawali dengan “taaruf syar’i palsu” yang diatur lewat chat tengah malam.
Jangan bangga dengan hafalan Qur’an jika setiap malam kamu mengirim pesan “selamat tidur” pada lelaki asing yang belum halal bagimu. Hafalan itu akan menjadi saksi kelak, bukan pembela jika kamu menyalahgunakan hidayah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Orang yang paling keras siksaannya di hari kiamat adalah orang yang alim tetapi tidak mengamalkan ilmunya.” (HR. Baihaqi). Maka betapa mengerikannya jika ilmu yang semestinya menyelamatkan justru menjadi pemberat timbangan dosa.
Akal sehat mana yang menerima bahwa cinta suci bisa tumbuh dalam hubungan haram? Bahkan orang non-Muslim pun tahu: cinta sejati tak pernah dibangun dengan dusta dan pelanggaran norma. Pacaran itu bukan cinta, itu kesenangan ego, obsesi untuk merasa dibutuhkan dan diinginkan. Maka, jangan salahkan siapa pun jika nanti luka yang kau pelihara meledak menjadi aib yang tak bisa dibungkus oleh jilbabmu.
Wahai muslimah, sadarlah! Engkau sedang dipantau bukan hanya oleh manusia, tapi oleh Rabb yang Maha Melihat. Menutup kepala adalah awal, menundukkan pandangan adalah lanjutan, menjaga hati adalah puncak dari keimanan. Jika jilbabmu membungkus kepala tapi tidak membungkus niat, maka itu hanya topeng yang akan tersibak di hari hisab. Islam bukan fesyen, ia adalah jalan hidup yang menuntut konsistensi.
Baca Juga: Ketika Jodoh Tak Kunjung Datang, Tapi Usia Terus Bertambah
Logikanya sederhana: jika laki-laki itu benar-benar mencintaimu karena Allah, mengapa dia membawamu ke jalan murka Allah? Cinta yang benar akan membawamu ke akad, bukan ke percakapan privat larut malam yang membuat malaikat pencatat amalan gelisah. Jika cinta itu tulus, maka dia akan mengikatmu dengan pernikahan, bukan janji-janji manis di bawah bulan purnama. Maka jangan tertipu oleh rayuan yang tak pernah Allah izinkan.
Jika engkau berani menyebut dirimu muslimah sejati, maka mulailah berhenti dari pacaran yang mengikis imanmu sedikit demi sedikit. Tutuplah pintu fitnah, dan bukalah lembaran baru untuk memuliakan diri dengan cara yang Allah ridai. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah dua orang yang saling mencintai karena Allah, kecuali pasti berujung pada pernikahan atau perpisahan karena Allah.” (HR. Ibn Hibban). Maka jika bukan menuju halal, segera tinggalkan!
Ini bukan tentang kebebasan memilih, tapi tentang tanggung jawab sebagai hamba Allah. Hentikan drama islami penuh dosa itu; jadilah wanita yang menundukkan pandangan bukan hanya di dunia nyata, tapi juga di dunia maya. Bukan jilbab yang salah, tapi hati yang belum tunduk. Kini saatnya kamu tanya dirimu sendiri: masihkah layak engkau menyebut diri sebagai pecinta Allah jika yang kau cari adalah cinta dari manusia yang belum halal bagimu?
Jangan kau kira Allah tidak melihat DM yang kau sembunyikan, senyum-senyyum kecil saat video call dengan “calon” yang belum halal. Setiap detik komunikasi dalam pacaran itu terekam rapi di catatan langit. Allah berfirman, “Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Qs. Qaf: 18). Maka setiap bisikan rindu yang belum halal, akan menjerit menjadi saksi di hadapan Arsy.
Baca Juga: Muslimah Pilar Umat
Islam tidak melarang cinta, tapi Islam mengatur cinta agar suci dan bermartabat. Cinta sejati bukan dibuktikan dengan terus-menerus saling kirim kabar, tapi dengan menahan diri dan menjaga batas sampai tiba waktunya. Jika engkau mencintai seseorang, doakan dia dalam sujud—bukan memeluknya dalam obrolan malam tanpa malu. Karena cinta yang tidak dibingkai syariat hanyalah jerat syahwat yang disukai setan.
Kapan terakhir kali engkau merasa malu kepada Allah atas hubungan rahasia yang kau rawat? Di depan manusia kau tampak shalihah, tapi di layar handphonemu tersimpan jejak hubungan haram. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Setiap umatku akan diampuni kecuali yang terang-terangan berbuat dosa…” (HR. Bukhari). Maka betapa tragisnya jika pacaranmu bukan hanya diam-diam, tapi justru kau banggakan di status dan story.
Jangan tunggu hatimu beku untuk sadar bahwa pacaran takkan pernah membawa berkah. Jangan sampai Allah mencabut nikmat rasa malu yang tersisa dalam dirimu. Sebab jika rasa malu sudah lenyap, maka pintu dosa akan terbuka lebar tanpa hambatan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika kamu tidak malu, maka berbuatlah sesukamu.” (HR. Bukhari) — sebuah peringatan keras bagi yang masih mengabaikan adab.
Wahai muslimah, jadilah wanita yang bukan hanya cantik karena hijabmu, tapi kuat karena prinsipmu. Jangan rendahkan nilai dirimu demi status “punya pacar” yang hanya memuaskan hasrat sesaat. Lebih baik menunggu dalam kesendirian yang Allah ridai, daripada ditemani dalam hubungan yang Allah murkai. Karena wanita mulia tak perlu dicari, dia akan ditemukan oleh pria bertakwa yang menghalalkan.
Baca Juga: Hijabmu Menjagamu, Tapi Hatimu Jangan Lupa Dijaga Juga
Ini bukan sekadar kritik, tapi ajakan untuk bangkit, yakni bangkit dari tidur panjang yang membuat banyak muslimah tertipu cinta semu. Berjilbab bukan hanya soal kain, tapi soal komitmen total pada Islam. Jika hari ini kau masih dalam hubungan pacaran, tinggalkan! Minta ampun kepada Allah. Karena yang paling indah bukanlah cinta dalam pacaran, tapi cinta yang dibawa dalam doa lalu dihalalkan dengan akad.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Resolusi Tahun Baru Hijriyah Untuk Muslimah: Bulan Muharram untuk Berbenah