Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berlomba-lomba Jadi yang Terbaik

Rudi Hendrik - Ahad, 26 November 2017 - 18:48 WIB

Ahad, 26 November 2017 - 18:48 WIB

170 Views

Ilustrasi: berlomba menjadi yang terbaik. (Foto: Motoraceid)

Ilustrasi: berlomba menjadi yang terbaik. (Foto: Motoraceid)

 

Oleh Rudi Hendrik, Jurnalis MINA

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,

ﻭَﻟِﻜُﻞٍّ ﻭِﺟْﻬَﺔٌ ﻫُﻮَ ﻣُﻮَﻟِّﻴﻬَﺎ ﻓَﺎﺳْﺘَﺒِﻘُﻮﺍْ ﺍﻟْﺨَﻴْﺮَﺍﺕِ ﺃَﻳْﻦَ ﻣَﺎ ﺗَﻜُﻮﻧُﻮﺍْ ﻳَﺄْﺕِ ﺑِﻜُﻢُ ﺍﻟﻠّﻪُ ﺟَﻤِﻴﻌﺎً ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠّﻪَ ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﺷَﻲْﺀٍ ﻗَﺪِﻳﺮٌ

Artinya, “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah [2] ayat 148).

Baca Juga: Hari Pers Nasional, Peran Wartawan dalam Kemerdekaan dan Tantangan Era Modern

Umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam akan berlomba-lomba dengan umat yang lain. Untuk memenangkan perlombaan itu, Allah memerintahkan kepada umat Islam agar saling berlomba-lomba di dalam kebaikan. Dengan demikian, akan tercipta para pemenang kebaikan yang mengungguli kebaikan yang lain. Dan semakin berlanjut perlombaan itu, akan terus menampilkan hasil yang lebih baik dari kebaikan terbaik sebelumnya.

Kita patut mengambil pelajaran dari kisah suci berikut ini.

Sahabat yang mulia Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu berkisah sebagaimana tercatat di dalam Shahih Al-Bukhari.

“Pada perang Badar, saya berada di tengah-tengah barisan para mujahidin. Ketika saya menoleh, ternyata di sebelah kiri dan kanan saya ada dua orang anak muda belia. Seolah-olah saya tidak bisa menjamin mereka akan selamat dalam posisi itu,” katanya.

Baca Juga: Bulan Sya’ban Bulannya Para Pembaca Al-Quran

Kedua pemuda belia itu adalah Muadz bin Amr bin Jamuh dan Muawwidz bin Afra radhiyallahu ‘anhuma.

Abdurrahman bin Auf sangat heran melihat keberadaan kedua anak muda belia ini di dalam sebuah peperangan yang sangat berbahaya seperti perang Badar.

“Tiba-tiba salah seorang dari kedua pemuda ini berbisik kepada saya, ‘Wahai Paman, manakah yang bernama Abu Jahal?’,” kata Abdurrahman.

Pemuda yang menanyakan hal itu adalah Muadz bin Amr. Ia berasal dari kalangan Anshar dan dirinya belum pernah melihat Abu Jahal sebelumnya.

Baca Juga: Trump, Sudahlah!  

“Wahai anak saudaraku, apa yang hendak kamu lakukan terhadapnya?” tanya Abdurrahman.

“Saya mendapat berita bahwa ia adalah orang yang pernah mencaci maki Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Demi Allah yang jiwa saya dalam genggaman-Nya! Jika saya melihatnya, pupil mata saya tidak akan berkedip memandang matanya hingga salah seorang di antara kami terlebih dahulu tewas (gugur),” kata Muadz.

Muadz tidak seorang diri, ia punya pesaing yang sedikit lebih muda darinya dan sama-sama berperang di tengah pasukan muslimin, yaitu Muawwidz bin Afra radhiyallahu ‘anhu.

Muawwidz menanyakan hal serupa kepada Abdurrahman bin Auf.

Baca Juga: Ini Adab Bertamu yang Benar Menurut Ajaran Islam

Tiba-tiba Abdurrahman melihat keberadaan Abu Jahal yang berjalan di tengah-tengah kerumunan orang ramai.

“Tidakkah kalian melihat orang itu, ia adalah orang yang baru saja kalian tanyakan kepadaku!” kata Abdurrahman kepada kedua remaja belia itu.

Melihat keberadaan Abu Jahal, darah amarah kedua pemuda belia ini pun membara. Tekad bulat mereka semakin mantap untuk merealisasikan tugas yang sangat mulia, yang senantiasa bergeliat dalam mimpi dan benak pikiran mereka.

Dalam riwayat Ibnu Ishaq dan di dalam kitab Ath-Thabaqat karya Ibnu Sa’ad, Muadz bin Amr bin Jamuh bercerita sendiri.

Baca Juga: Israel Juga Lakukan Genosida Budaya di Gaza, Ini Buktinya

Ia mendengar kaum musyrikin mengatakan, “Tidak seorang pun dari pasukan kaum muslimin yang dapat menyentuh Al-Hakam (Abu Jahal).”

Saat itu di Perang Badar, Abu Jahal berada di tengah-tengah kawalan ketat laksana pohon yang rindang. Abu Jahal, sang komandan terkemuka dari bangsa Quraisy datang dalam iring-iringan para algojo dan orang-orang kuat laksana hutan lebat. Mereka melindungi dan membelanya. Ia adalah simbol kekufuran dan komandan pasukan perang, sehingga sudah pasti jika pasukan batalyon terkuat di kota Mekkah dikerahkan untuk melindungi dan membelanya.

Meskipun Abu Jahal dilindungi sedemikian rupa dan pengawalannya begitu ketat, tapi hal itu tak menghalangi Muadz untuk tetap membulatkan tekadnya, melaksanakan tugasnya.

“Ketika saya mendengarkan perkataan itu, saya pun semakin membulatkan tekad. Saya memfokuskan diri untuk mendekatinya. Ketika tiba waktunya, saya langsung menghampirinya dan memukulkan pedang kepadanya hingga setengah kakinya (betis) terputus,” kata Muadz.

Baca Juga: Geliat Warga Gaza Bangun Kembali Kehidupan Mereka Pascagencatan Senjata

“Pada perang itu (Badar), anaknya (Abu Jahal), Ikrimah – pada waktu itu ia masih musyrik – menebas lengan saya dengan pedangnya hingga hampir terputus dan hanya bergantung pada kulitnya saja,” kata Muadz.

Muadz bin Amr melanjutkan kisahnya.

“Pada hari itu, saya benar-benar berperang seharian penuh. Tangan saya yang hampir putus itu hanya bergelantungan di belakang. Dan ketika ia menyulitkan saya, saya pun menginjaknya dengan kaki, lalu saya menariknya hingga tangan saya terputus.”

Lalu di mana pesaing Muadz, Muawwidz bin Afra?

Baca Juga: Peran Suami sebagai Pemimpin Keluarga dalam Islam

“Lalu Muawwidz bin Afra melintas di hadapan Abu Jahal yang sedang terluka parah, kemudian ia pun menebasnya dengan pedang. Kemudian membiarkannya dalam keadaan tersengal-sengal dengan nafas terakhirnya.”

Muawwidz berhasil menebas Abu Jahal dengan pedang di kala ia berada di tengah-tengah kerumunan para pengawal dan pelindungnya. Abu Jahal terjungkal ke tanah seperti orang yang tak berdaya, tetapi ia masih mempunyai sisa-sisa nafas terakhir. Kemudian muncullan Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu datang menghabisi nyawa Abu Jahal.

Lantas Muadz dan Muawwidz datang menjumpai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Masing-masing mengatakan, “Saya telah membunuh Abu Jahal, wahai Rasulullah!”

Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bertanya kepada keduanya sebagaimana yang terdapat di dalam riwayat Al Bukhari dan Muslim, “Apakah kalian telah menghapus (bercak darah yang menempel pada) pedang kalian?” mereka berdua menjawab, “Belum.” Maka beliau melihat kedua pedang pahlawan cilik tersebut. Lantas beliau bersabda, “Kalian berdua telah membunuhnya.” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyimpulkan bahwa kedua pahlawan belia itu memperoleh nilai yang sama dan seri.

Baca Juga: Waspada Konspirasi Trump-Netanyahu Ambil Alih Gaza

Perlombaan untuk tampil di barisan terdepan dengan target pencapaian yang terbaik, pada hakikatnya adalah budaya di dalam masyarakat Muslim. Iming-iming ganjaran melimpah ruah yang Allah janjikan dalam berbagai amalan ibadah, sangat memperkuat budaya itu.

Seorang Muslim yang melaksanakan shalat berjamaah di masjid, tidak boleh merasa puas dan nyaman bila hari ini ia berdiri di saf terakhir. Ia harus bertekad besok berada di saf yang lebih depan lagi, demikian seterusnya. Karena hidup di dunia ini adalah perlombaan dan hasil terbaik yang diraih oleh saudaranya, tidak akan diberikan kepadanya nanti di akherat.

Sebagaimana Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,

وَٱتَّقُواْ يَوۡمً۬ا لَّا تَجۡزِى نَفۡسٌ عَن نَّفۡسٍ۬ شَيۡـًٔ۬ا وَلَا يُقۡبَلُ مِنۡہَا شَفَـٰعَةٌ۬ وَلَا يُؤۡخَذُ مِنۡہَا عَدۡلٌ۬ وَلَا هُمۡ يُنصَرُونَ

Artinya, “Dan jagalah dirimu dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikit pun dan (begitu pula) tidak diterima syafaat dan tebusan daripadanya, dan tidaklah mereka akan ditolong.” (QS Al-Baqarah [2]: 48).

Baca Juga: Akhlak Mulia, Dakwah Memesona: Kunci Keberhasilan Seorang Da’i

Hasil terbaik yang orang lain raih, ternyata tidak akan diberikan untuk membela kita, walaupun sedikit. Artinya, kita harus memiliki hasil amalan terbaik sendiri yang nanti akan menjadi modal pribadi untuk menyelamatkan kita dari azab Allah. (A/RI-1/RS2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Cara Islam Memperlakukan Tawanan dan Sandera

Rekomendasi untuk Anda

Kolom