Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berniaga dengan Niat Lillah, Fondasi Bisnis Berkah

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - 5 jam yang lalu

5 jam yang lalu

0 Views

Berniaga dengan niat lillah akan membuahkan ridho Allah dan kesuksesan (foto: ig)

DALAM hiruk-pikuk dunia bisnis yang kian kompetitif, tak jarang manusia kehilangan arah—terjebak dalam ambisi tanpa batas yang membutakan nurani. Di tengah gemerlap angka keuntungan dan target pasar yang terus dikejar, sering kali kita lupa bahwa di balik setiap transaksi, ada pertanggungjawaban yang lebih besar: kepada Sang Pencipta.

Betapa banyak pengusaha yang jatuh bukan karena bangkrut, tapi karena kehilangan keberkahan. Di sinilah pentingnya merenungi kembali esensi sejati dari berniaga dalam Islam: bukan semata-mata soal untung dan rugi, tetapi tentang niat yang lurus, tujuan yang mulia, dan nilai-nilai ilahiyah yang melekat dalam setiap langkah usaha.

Berniaga dengan niat lillah, karena Allah semata, adalah fondasi yang tak hanya mengokohkan bisnis secara lahiriah, tetapi juga menyuburkan jiwa dengan ketenangan dan keberkahan. Berikut ini adalah beberapa hal yang harus diperhatikan bagi seorang pengusaha Muslim.

  1. Niat Lillah: Titik Awal Bisnis Islami

Dalam Islam, setiap amal dinilai dari niatnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya segala amal perbuatan tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan” (HR. Bukhari dan Muslim). Maka dalam dunia bisnis, niat lillah (karena Allah) menjadi fondasi utama. Berbisnis bukan semata mengejar keuntungan materi, tetapi juga menjalankan ibadah, menunaikan amanah, dan mencari ridha Allah.

Baca Juga: Hari Pendidikan Nasional dan Konsep Pendidikan dalam Islam

Dengan niat yang lurus, seorang Muslim memahami bahwa hartanya bukan milik pribadi semata, melainkan titipan dari Allah yang harus dikelola dengan jujur, adil, dan bermanfaat bagi orang lain. Inilah akar dari bisnis yang berkah.

  1. Konsep Keberkahan dalam Bisnis

Keberkahan bukan berarti banyaknya harta semata, tetapi pada nilai manfaat, ketenangan jiwa, serta ridha Allah yang menyertai. Bisnis yang berkah melahirkan rasa cukup, menjauhkan dari praktik curang, dan membawa maslahat luas. Sebaliknya, bisnis yang hanya berorientasi pada keuntungan duniawi cenderung ringkih, mudah tergoda oleh kecurangan, dan jauh dari ketenteraman.

Al-Qur’an menyatakan, “Apa saja yang diberikan Allah kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya” (QS. Fathir: 2). Rahmat Allah termasuk keberkahan dalam usaha. Maka, meraih keberkahan lebih utama daripada sekadar memburu angka-angka rupiah.

  1. Rasulullah SAW: Teladan Utama dalam Berniaga

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah seorang pedagang sukses jauh sebelum kenabian. Namun yang membedakannya dari pedagang lain adalah kejujuran, amanah, dan integritas yang luar biasa. Beliau dijuluki Al-Amin karena tidak pernah berkhianat dalam berdagang. Bahkan setelah menjadi Rasul, beliau tetap memberikan panduan moral bagi para pedagang agar tetap dalam koridor syariat.

Baca Juga: Perjuangan Buruh Melawan Kebijakan Kerdil

Salah satu sabda beliau, “Pedagang yang jujur dan dapat dipercaya akan bersama para nabi, orang-orang shiddiq, dan para syuhada di hari kiamat” (HR. Tirmidzi). Ini menunjukkan bahwa berniaga dengan jujur dan niat lillah adalah jalan menuju kemuliaan akhirat.

  1. Menjaga Etika Bisnis dalam Islam

Dalam Islam, etika bisnis adalah pilar utama. Kejujuran, keadilan, tidak menipu, tidak curang dalam timbangan, tidak menyembunyikan cacat barang, dan tidak memonopoli adalah prinsip yang harus dipegang. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barang siapa menipu, maka bukan dari golonganku” (HR. Muslim).

Ketika seorang pedagang berniat karena Allah, maka etika ini akan otomatis terjaga. Ia tidak hanya takut rugi secara duniawi, tetapi juga takut mengundang murka Allah. Ini membuat bisnisnya lebih dipercaya dan dihargai oleh pelanggan.

  1. Menghindari Riba dan Praktik Haram

Niat lillah menuntun pelaku bisnis untuk menjaga diri dari riba, suap, korupsi, dan jual beli yang haram. Riba, misalnya, sangat dilarang dalam Islam karena merusak keadilan ekonomi. Allah berfirman, “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al-Baqarah: 275).

Baca Juga: Melepas Dunia di Tanah Suci, Pelajaran Ikhlas dari Rangkaian Ibadah Haji

Seorang pengusaha Muslim yang benar-benar lillah akan menolak segala bentuk transaksi haram, walau keuntungannya menggiurkan. Sebab ia tahu, keberkahan lebih penting daripada keuntungan instan yang tercemar dosa.

  1. Membawa Manfaat untuk Umat

Bisnis bukan hanya soal diri sendiri, tetapi juga bagaimana memberi manfaat pada banyak orang. Niat lillah akan mendorong seorang pebisnis untuk menciptakan lapangan kerja, membantu ekonomi umat, dan memberdayakan masyarakat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya” (HR. Ahmad).

Bisnis yang lillah tidak hanya memikirkan laba, tetapi juga dampak sosial. Ia tidak akan merusak lingkungan, tidak mengeksploitasi karyawan, dan tidak mengambil untung dari penderitaan orang lain.

  1. Zakat dan Sedekah: Mengalirkan Keberkahan

Salah satu bentuk realisasi niat lillah dalam bisnis adalah menunaikan zakat dan memperbanyak sedekah. Zakat bukan hanya kewajiban, tetapi juga sarana penyucian harta dan memperluas keberkahan. Allah berfirman, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka” (QS. At-Taubah: 103).

Baca Juga: Buruh dalam Perspektif Islam: Sejarah, Hak, dan Relevansinya di Era Modern

Sedekah juga membuka pintu rezeki. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Harta tidak akan berkurang karena sedekah” (HR. Muslim). Seorang pebisnis yang berjiwa lillah akan menyadari bahwa sebagian rezekinya adalah hak orang lain.

  1. Sabar dan Syukur dalam Fluktuasi Bisnis

Dalam dunia usaha, tidak semua hari mendatangkan untung. Kadang laba, kadang rugi. Di sinilah iman dan niat lillah diuji. Pebisnis yang lillah akan sabar ketika diuji kerugian, dan tetap bersyukur saat untung. Ia tidak menyalahkan takdir, tidak putus asa, dan terus bersandar kepada Allah.

Allah berfirman, “Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan” (QS. Al-Insyirah: 6). Dengan keyakinan ini, pebisnis yang lillah tidak akan mudah goyah. Ia menjalani proses bisnis sebagai bentuk tawakal dan ibadah.

  1. Tawakal: Menyerahkan Hasil kepada Allah

Setelah semua ikhtiar maksimal dilakukan, hasil akhirnya tetap diserahkan kepada Allah. Inilah makna tawakal. Niat lillah melahirkan sikap tawakal yang tulus, bukan pasrah tanpa usaha, tetapi menyerahkan hasil pada kehendak Allah. Allah berfirman, “Barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya” (QS. Ath-Thalaq: 3).

Baca Juga: Ukhuwah, Teras Kehidupan Berjama’ah yang Membawa Berkah

Tawakal memberi ketenangan dalam berbisnis. Seorang pengusaha tidak panik menghadapi persaingan, tidak iri terhadap rezeki orang lain, dan tidak gelisah oleh ketidakpastian. Ia yakin bahwa Allah sebaik-baik pemberi rezeki.

  1. Bisnis sebagai Sarana Dakwah

Ketika dijalankan dengan niat lillah, bisnis bisa menjadi wasilah (jalan) dakwah. Akhlak mulia dalam berniaga, pelayanan yang jujur dan adil, serta semangat berbagi dapat menjadi media menyebarkan nilai-nilai Islam. Banyak orang tertarik kepada Islam bukan dari ceramah, tapi dari pengalaman berinteraksi dengan pengusaha Muslim yang berintegritas.

Dalam sejarah, penyebaran Islam ke Nusantara pun salah satunya melalui para pedagang yang berakhlak luhur. Ini menjadi bukti nyata bahwa bisnis yang lillah dapat menjadi ladang amal jariyah yang luas.

  1. Membangun Visi Bisnis Akhirat

Niat lillah akan mengarahkan visi bisnis dari semata duniawi menjadi akhirat-oriented. Artinya, bisnis tidak hanya untuk memperkaya diri, tetapi menjadi jembatan menuju surga. Keuntungan dunia tidak salah, tetapi harus dijadikan kendaraan menuju kebaikan yang lebih besar.

Baca Juga: Muasal Ijazah dalam Tradisi Islam, Simbol Harga Diri

Maka dalam menyusun visi dan misi perusahaan, seorang Muslim perlu menanamkan nilai-nilai ilahiyah: kejujuran, keadilan, manfaat, dan tanggung jawab sosial. Ini akan membentuk kultur perusahaan yang berkualitas dan diridhai Allah.

  1. Menjaga Hati dari Kecintaan Berlebihan terhadap Dunia

Salah satu tantangan besar dalam bisnis adalah kecintaan berlebihan terhadap dunia. Harta yang seharusnya jadi alat justru dijadikan tujuan. Akibatnya, muncul sifat kikir, rakus, dan lupa akhirat. Allah memperingatkan dalam Al-Qur’an, “Sesungguhnya manusia sangat mencintai harta” (QS. Al-Adiyat: 8).

Dengan niat lillah, seorang pebisnis menjaga hatinya tetap bersih. Ia tidak tertipu oleh gemerlap dunia, karena tahu bahwa harta hanyalah titipan sementara. Ia terus menyeimbangkan antara dunia dan akhirat, bekerja keras namun tetap mengutamakan ibadah.

  1. Mendidik Generasi Pebisnis yang Rabbani

Bisnis yang lillah juga berperan dalam mencetak generasi pebisnis Rabbani. Orang tua yang berniaga karena Allah akan menjadi contoh nyata bagi anak-anaknya. Mereka belajar bahwa sukses bukan hanya tentang kekayaan, tetapi juga tentang integritas dan keberkahan.

Baca Juga: Al-Quds dalam Catatan Sejarah Islam

Melalui bisnis keluarga, nilai-nilai keislaman bisa ditanamkan sejak dini: kejujuran, keuletan, tanggung jawab, dan semangat berbagi. Maka bisnis bukan hanya tempat mencari uang, tetapi juga madrasah kehidupan.

  1. Menghadirkan Spirit Profesionalisme dalam Keimanan

Niat lillah tidak berarti asal-asalan. Justru ia menuntut profesionalisme. Seorang pebisnis Muslim harus ahli di bidangnya, disiplin, inovatif, dan melayani pelanggan dengan baik. Sebab Islam mendorong umatnya untuk melakukan segala hal dengan ihsan (kesempurnaan).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah mencintai apabila salah seorang dari kalian mengerjakan suatu pekerjaan, maka ia mengerjakannya dengan itqan (profesional dan sempurna)” (HR. Baihaqi). Maka, niat lillah harus diwujudkan dalam kinerja yang prima.

  1. Menutup Usaha dengan Husnul Khatimah

Akhir dari semua perjalanan hidup adalah kematian. Seorang pebisnis yang berniat lillah selalu mempersiapkan diri agar wafat dalam keadaan membawa amal baik dari usahanya. Ia ingin menutup bisnisnya dengan husnul khatimah—tidak meninggalkan utang zalim, tidak meninggalkan konflik, dan meninggalkan jejak kebaikan.

Baca Juga: Ka’bah di Hati, Ketika Rindu Tak Terobati, Doa Tak Pernah Henti

Setiap keputusan bisnis dipikirkan dengan matang agar tidak menzalimi siapapun. Ia terus bermuhasabah, memperbaiki diri, dan berharap bisnisnya menjadi pemberat amal baik di akhirat kelak.

Pada akhirnya, berniaga dengan niat lillah adalah panggilan jiwa. Ia bukan semata konsep ekonomi, tapi jalan spiritual. Bisnis yang lillah tidak hanya mendatangkan uang, tapi juga menghadirkan ketenangan hati, keberkahan keluarga, dan kontribusi nyata untuk umat.

Mari perbarui niat kita dalam berbisnis. Jangan biarkan nafsu dunia menenggelamkan akhlak dan iman. Jadikan bisnis sebagai ladang ibadah, bukan sekadar mesin pencetak rupiah. Sebab keberkahan sejati hanya hadir ketika niat kita lurus: lillahita’ala.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Menapaki Jejak Nabi, Haji Sebagai Perjalanan Jiwa Menuju Allah

 

Rekomendasi untuk Anda

MINA Preneur
MINA Preneur
Khadijah