Bersabar dalam Ketaatan (Ustaz Bachtiar Nasir)

Oleh: Ustaz Bachtiar Nasir, Lc. MM.

Seorang Da’i dan Ulama’ yang sangat sering mengkaji dan mendalami Ilmu-Ilmu Al-Qur’an.

PARA ulama membagi kesabaran menjadi tiga macam, yaitu kesabaran dalam melakukan , kesabaran dalam meninggalkan maksiat dan kesabaran dalam menghadapi musibah dan takdir Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang tidak disukainya. Sebagian ulama menegaskan bahwa jenis sabar yang paling tinggi adalah sabar dalam melakukan ketaatan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Karena melakukan ketaatan itu lebih utama dari meninggalkan maksiat, karena itu bersabar dalam melakukan ketaatan itu lebih utama daripada bersabar untuk meninggalkan maksiat. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

رَّ‌بُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْ‌ضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ‌ لِعِبَادَتِهِ ۚ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا

“Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan bersabarlah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?” (Surat Maryam [19]: 65).

Sabar dalam ketaatan itu mencakup sabar sebelum melakukan ketaatan dengan meluruskan niat untuk ikhlas hanya karena Allah, sabar ketika melakukan ketaatan itu dengan melakukannya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sabar setelah melakukan ketaatan dengan tidak bersikap ujub membanggakan ibadah yang telah dilakukan yang belum tentu diterima Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Imam Syafi’i berkata, “Di Madinah saya melihat empat hal aneh, salah satunya adalah saya melihat seorang kakek yang sudah berumur 90 tahun sepanjang hari berkeliling berjalan kaki tanpa alas kaki mengunjungi para penyanyi wanita untuk diajarkannya bernyanyi, namun ketika datang waktu shalat ia shalat dengan cara duduk.”

Hal ini menunjukkan betapa beratnya melakukan ketaatan itu bagi mereka yang tidak diberikan taufik oleh Allah. Di antara jalan yang ditunjukkan Allah Ta’ala agar kita bisa bersabar dalam ketaatan adalah dengan selalu bersama orang-orang yang taat. Allah berfirman:

وَاصْبِرْ‌ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَ‌بَّهُم بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِ‌يدُونَ وَجْهَهُ ۖ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِ‌يدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَن ذِكْرِ‌نَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُ‌هُ فُرُ‌طًا

“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (Surat al-Kahfi [18]: 28).

Dalam ayat ini, Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjelaskan bahwa perilaku orang taat kepada Allah itu didominasi oleh dua hal. Pertama, di awal pagi dia selalu berharap dan berdoa kepada Allah agar hari ini mendapatkan taufik bersatunya keinginan dia dan kehendak Allah. Agar keseluruhan harinya dapat diisi dengan beribadah hanya karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Kedua, di akhir siang dan awal malam dia senantiasa beristighfar, mengevalusai segala apa yang dijalaninya pada hari ini, dan mengakhirinya dengan bertaubat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Agar kita dapat bersabar dalam melakukan ketaatan, Allah Subhanahu Wa Ta’ala memerintahkan kita untuk selalu bersama orang-orang yang taat, bersabahat dan mencari teman yang selalu melakukan ketaatan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

الرَّجُلُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

“Seseorang mengikuti agama kawannya. Karena itu, lihatlah olehmu siapakah yang menjadi kawanmu.” (Riwayat Abu Daud dan Tirmidzi)

Dalam ayat 28 surat Al Kahfi di atas, Allah juga mengingatkan kita agar jangan sampai memalingkan wajah kita dari orang-orang taat itu hanya karena menginginkan kesenangan dunia yang bersifat fana ini. Jangan sampai kita menjauhi orang-orang yang melakukan ketaatan itu hanya karena melihat mereka miskin, tidak punya apa-apa.

Kesenangan dunia ini di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidaklah lebih berharga daripada satu sayap nyamuk. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjelaskan itu:

عن سهل بن سعد الساعدى قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لَوْ كَانَتِ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللهِ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ مَا سَقَى كَافِرًا مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ

Dari Sahl bin Sa’d al-Sa’idi ra. Ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Kalau dunia itu sebanding dengan sayap nyamuk di sisi Allah, pasti Allah tidak akan memberi minum seteguk air minum pun untuk orang kafir.” (Riwayat Bukhari).

Dan untuk menjaga konsistensi kita dalam beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Allah juga mengingatkan kita untuk tidak mengikuti orang-orang yang dilalaikan hatinya oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala sehingga mereka lupa berdzikir kepada Allah dan lupa kepada kehidupan akhiratnya.

Mereka ini adalah orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya dan pada akhirnya segala urusannya akan berakhir dengan kesia-siaan. Meskipun kelihatannya mereka punya harta dan punya kekuasaan, tetapi semua itu tidak akan mendatangkan kebahagiaan baginya di dunia, tidak menenangkan hatinya dan tidak akan mendatang kebahagiaan baginya di akhirat.

Semoga kita terrmasuk yang diberi taufiq oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, sehingga mampu bersabar bersama hamba-hamba-Nya yang selalu melakukan ketaatan kepada-Nya. Aamiin. (A/R4/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: kurnia

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.