DI TENGAH puing-puing perang dan himpitan krisis kemanusiaan yang terus berlangsung, sebuah suara hati menggema dari selatan Jazirah Arab. Yaman, negeri yang juga sedang terluka, justru menghadirkan pemandangan solidaritas yang menggetarkan dunia. Ribuan, bahkan jutaan warganya, turun ke jalan, mengangkat tangan dan suara mereka—semua untuk Gaza.
Setiap pekan, jalan-jalan di Sanaa, Taiz, dan Hudaidah dipenuhi lautan manusia yang berseru satu: “Bersama Gaza, selamanya!”. Mereka membawa poster, palestina/">bendera Palestina, dan air mata yang tak pernah berhenti mengalir untuk saudara-saudara mereka di Jalur Gaza yang terus diserang.
Apa yang membuat fenomena ini luar biasa adalah latar belakang yaman/">rakyat Yaman sendiri. Negara mereka sedang mengalami konflik bertahun-tahun, krisis ekonomi parah, dan kelangkaan pangan. Tapi semua itu tak menghalangi semangat mereka untuk membela Palestina. Bagi mereka, luka Gaza adalah luka Yaman juga.
Bentuk solidaritas yaman/">rakyat Yaman bukan hanya simbolik. Mereka mengumpulkan donasi, mengirimkan makanan dan obat-obatan, serta terus menyuarakan penderitaan Gaza di mimbar-mimbar masjid, ruang kelas, hingga media sosial. Bahkan anak-anak ikut menggambar palestina/">bendera Palestina dan menuliskan harapan agar Gaza segera bebas.
Baca Juga: Ketika Langit Lebanon Menggugurkan Elang Besi Israel
Salah satu tokoh masyarakat di Sanaa mengatakan, “Kami tidak punya banyak harta, tapi kami punya hati dan doa. Kami tahu bagaimana rasanya hidup di bawah bom. Itulah mengapa kami takkan pernah meninggalkan Gaza.”
Pernyataan ini bukan sekadar retorika. Laporan terbaru dari sejumlah media internasional menunjukkan bahwa demonstrasi pro-Gaza di Yaman adalah yang paling konsisten dan masif dibandingkan negara-negara lain di kawasan Arab. Tak hanya di kota besar, bahkan di desa-desa terpencil, masyarakat berkumpul dan berdoa untuk Palestina.
Lebih dari itu, para pemimpin gerakan di Yaman menjadikan dukungan untuk Gaza sebagai bagian dari perjuangan spiritual mereka. Dalam khutbah Jumat dan pengajian-pengajian rutin, seruan untuk terus mendampingi Gaza menjadi tema utama. Mereka menyebut Gaza sebagai “ujian keimanan dan kemanusiaan.”
Gema solidaritas ini juga terdengar dari komunitas yaman/">perempuan Yaman. Para ibu, remaja putri, hingga nenek-nenek turun ke jalan membawa gambar palestina/">anak-anak Palestina yang wafat. Mereka tidak hanya menangis, tapi juga bersumpah untuk terus mendoakan dan mendukung perjuangan rakyat Gaza dengan apa pun yang mereka miliki.
Baca Juga: Seruan Damai dari Langit, Ribuan Personel AU Israel Tolak Perang Gaza
Di media sosial, tagar seperti #YemenWithGaza, #GazaInOurHearts, dan #SolidarityFromSanaa menjadi viral. Video warga Yaman menyanyikan lagu-lagu dukungan untuk Palestina mendapat jutaan tayangan. Tak sedikit yang menyebut bahwa “ketika dunia sunyi, Yaman masih bersuara.”
Fenomena ini membuktikan bahwa kekuatan solidaritas tidak harus datang dari negeri yang kuat. Kadang, justru dari negeri yang terluka seperti Yaman, lahir suara-suara paling jujur yang mampu mengguncang dunia. Bagi yaman/">rakyat Yaman, bersama Gaza bukan pilihan, tapi bagian dari harga diri.
Aktivis HAM di Yaman menyebut bahwa solidaritas ini juga menjadi terapi sosial bagi rakyat mereka sendiri. “Kami terluka, dan kami mengobati luka itu dengan membantu sesama yang juga terluka. Gaza menyembuhkan Yaman, dan Yaman ingin menyembuhkan Gaza,” ujarnya.
Bahkan generasi muda di Yaman kini tumbuh dengan semangat pembelaan terhadap Palestina. Di sekolah-sekolah, anak-anak menyanyikan lagu perjuangan dan menggambar Masjid Al-Aqsha di buku mereka. Para guru mengajarkan bahwa keberanian rakyat Gaza adalah inspirasi untuk tetap bertahan dalam krisis yang melanda negeri mereka sendiri.
Baca Juga: Banyak Orang Tewas Di Gaza Karena Sistem Kesehatan “Benar-benar” Lumpuh
Ketika dunia mulai lelah, yaman/">rakyat Yaman justru terus menyalakan pelita harapan. Mereka mengingatkan kita bahwa Palestina bukan isu yang boleh dilupakan. Gaza bukan hanya milik orang Palestina, tapi milik hati semua manusia yang masih punya nurani.
Kini, setiap seruan dari Yaman menjadi pengingat bahwa solidaritas bukan soal kekuatan ekonomi atau stabilitas politik. Tapi tentang cinta, iman, dan rasa satu nasib. “Bersama Gaza, selamanya,” bukan hanya slogan. Itu adalah janji. Dari Yaman, untuk Palestina.
Dan dunia pun belajar, bahwa dalam gelapnya dunia yang kian dingin, masih ada tempat yang hangat dan penuh cinta: sebuah negeri bernama Yaman, yang hatinya terus menyatu dengan Gaza.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Manisan Idul Fitri di Damaskus: Kembalinya Aroma Ma’amoul Setelah 14 Tahun