Jakarta, 26 Muharram 1438/27 Oktober 2016 (MINA) – Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo menyatakan, zakat dan wakaf dapat berkontribusi kepada kemakmuran sosial-ekonomi bangsa.
Zakat dan wakaf selalu disalurkan kepada orang-orang yang membutuhkan yaitu masyarakat yang paling terdampak oleh resesi pendekatan ekonomi syariah, saat ini masih menitikberatkan pada pengembangan pembiayaan dan instrumen keuangan komersial melalui perbankan dan pasar keuangan.
Sementara upaya penguatan pembiayaan sosial, melalui zakat dan wakaf belum banyak dilakukan. sebagai elemen pembiayaan sosial dalam ekonomi dan keuangan syariah, zakat dan wakaf dapat berperan penting untuk memperkuat stabilitas sistem keuangan, kata Agus Kamis (27/10) di Surabaya, pada seminar internasional bertajuk, “Integrating Islamic Commercial and Social Finance to Strengthen Financial System Stability”.
Seminar merupakan bagian dari rangkaian festival ekonomi Syariah (Indonesia Shari’a Economic Festival -ISEF) 2016. Demikian laman Bank Indonesia memberitakan yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Baca Juga: Hadiri Indonesia-Brazil Business Forum, Prabowo Bahas Kerjasama Ekonomi
Sebab sifatnya yang wajib, zakat juga akan terus mengalir secara proporsional dengan harta atau pendapatan. Saat pendapatan berkurang kewajiban zakat pun berkurang dan saat pendapatan meningkat zakat pun akan meningkat.
Menurut Gubernur BI, dengan adanya pengelolaan oleh pemerintah alokasi zakat dapat dikelola sehingga bertindak sebagai stabilisator. Sementara dengan nilai wakaf yang terus meningkat akibat pemasukan dari kegiatan produktif dan penambahan wakaf. Maka wakaf dapat berperan sebagai penyangga terhadap guncangan ekonomi.
Ia mengingat potensi zakat dan wakaf yang sangat besar manajemen zakat dan wakaf harus dilakukan secara efisien dan penuh kehati-hatian. Sejak 2014, Bank Indonesia bersama Islamic Research and TrainingInstitute-Islamic Development Bank (IRTI-IDB) dan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) telah menyusun prinsip-prinsip utama pengaturan zakat atau Zakat Core Principles, yang diluncurkan di Istanbul pada 23 Mei 2016, dalam rangkaian World Humanitarian Summit Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Saat ini, tengah dirintis pula usaha menyusun prinsip-prinsip utama pengaturan wakaf atau Awqaf Core Principles.
Baca Juga: Rupiah Berpotensi Melemah Efek Konflik di Timur Tengah
Untuk berjalan lebih efektif pengelolaan zakat dan wakaf perlu dilakukan secara serius dalam konteks keuangan syariah. Dengan sifatnya yang bebas dari riba (bunga), maysir (spekulasi) dan gharar (ketidakpastian yang berlebihan), hasil studi menunjukkan bahwa keuangan syariah lebih memiliki daya tahan terhadap krisis keuangan dibandingkan keuangan konvensional.
Untuk itu, pengembangan pengelolaan zakat dan wakaf harus dilakukan bersamaan dengan pengembangan keuangan syariah. Bagian dari usaha tersebut adalah dengan melakukan berbagai penelitian dan kajian terkait keuangan syariah.
Dia berharap ekonomi dan keuangan syariah baik dari sisi komersial maupun sisi sosial dapat lebih berkembang baik di Indonesia maupun di dunia.
Seminar yang dilakukan pada hari ini merupakan salah satu upaya untuk memperkaya berbagai pemikiran terkait dengan hal tersebut, khususnya prinsip pengaturan wakaf, yang kemudian akan dimuat dalam Journal of Islamic Monetary Economics and Finance (JIMF).
Baca Juga: Komite Perlindungan Jurnalis Kutuk Israel atas Tebunuhnya Tiga Wartawan di Lebanon
JIMF merupakan jurnal yang diterbitkan oleh Bank Indonesia 2 kali dalam setahun, yaitu setiap Februari dan Agustus. JIMF memuat penelitian dari berbagai negara yang telah di-review oleh peer atau peneliti.
Bertindak sebagai pembicara seminar hari ini adalah para ahli dalam bidang ekonomi dan keuangan syariah, yang antara lain berasal dari Bahrain Institute of Banking and Finance, Qatar Faculty of Islamic Studies dan Bank Indonesia. (L/P002/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: OJK Dorong Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah untuk Santri di Kalteng