Biden dan Prospek Solusi Dua Negara

Oleh: Ali Farkhan Tsani, Duta Al-Quds, Redaktur Senior Kantor Berita MINA

Pendekatan Presiden baru AS Joe Biden terhadap konflik Israel-Palestina diprediksi menjadi kelanjutan dari pemerintahan Demokrat sebelumnya, dengan mengubah beberapa keputusan sebelumnya oleh Trump dari Republik.

Penjabat Duta Besar AS untuk PBB Richard Mills mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB, kebijakan Timur Tengah Biden “akan mendukung solusi dua negara yang disepakati bersama, di mana Israel hidup dalam perdamaian dan keamanan, di samping negara Palestina yang layak”. Ia mengatakan seperti disebutkan Al Jazeera, Selasa (26/1).

Mills mengatakan, pemerintahan Biden bermaksud untuk memulihkan bantuan Palestina dan mengambil langkah-langkah untuk membuka kembali misi diplomatik yang ditutup oleh pemerintahan Trump. Namun juga akan terus mendesak negara lain untuk menormalkan hubungan dengan Israel.

“Untuk memajukan tujuan ini, pemerintahan Biden akan memulihkan keterlibatan AS yang kredibel dengan Palestina serta Israel,” kata Mills.

“Ini akan melibatkan pembaruan hubungan AS dengan kepemimpinan Palestina dan rakyat Palestina,” katanya.

Dalam pernyataannya, Biden menjelaskan ingin memulihkan program bantuan AS untuk pembangunan ekonomi dan kemanusiaan kepada rakyat Palestina.

Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki menambahkan, Presiden Biden berpandangan bahwa solusi dua negara adalah satu-satunya jalan ke depan.

Langkah-langkah Biden akan bertolak belakang dengan pemerintahan Trump, yang menawarkan dukungan luas kepada Israel dan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, dengan mengorbankan hak-hak Palestina.

Biden diperkirakan akan mengambil pendekatan jalan tengah terhadap konflik, sejalan dengan kebijakan partainya, Demokrat.

Sementara pemerintahan Trump dipandang cukup sukses dalam menekan perjanjian normalisasi antara Israel, Uni Emirat Arab, Bahrain dan Sudan.

Trump memindahkan kedutaan AS ke Yerusalem, dalam sebuah langkah yang dikecam oleh para pemimpin Palestina, yang ingin menduduki Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara masa depan.

Trump juga memotong dana tahunan $ 360 juta untuk UNRWA, badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menyediakan dukungan untuk pengungsi Palestina, mengurangi bantuan lain untuk Palestina dan menutup kantor Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) di Washington.

Pada tahun 2019, Trump juga mengakui klaim Israel atas Yerusalem sebagai “ibu kota abadi dan tidak terbagi” dan pendudukannya selama puluhan tahun di Dataran Tinggi Golan Suriah.

Pemerintah Trump juga mendukung pemukiman Israel di wilayah pendudukan Palestina yang dianggap ilegal menurut hukum internasional.

Bahkan pada tahun 2020, pemerintahan Trump merilis “rencana Timur Tengah” yang telah lama dijanjikan, yang menurut para kritikus sama dengan “apartheid” rakyat Palestina.

Sementara di dalam negeri, Trump menandatangani perintah eksekutif yang bertujuan membungkam pendukung gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS) di kampus-kampus AS.

Beda Pendekatan

Sebagai Presiden terpilih AS, Joe Biden bagaimanapun tetap akan menjadi pendukung setia Israel, walau cukup berseberangan dengan sekutu utama AS Netanyahu yang dianggap kurang politis.

Pemerintahan Trump tentu diharapkan mengembalikan posisi AS yang telah lama dipegang bahwa permukiman Israel adalah ilegal dan penghalang perdamaian, serta kembali ke posisi lain yang diakui secara internasional tentang kedaulatan Israel.

Walaupun, seperti dikatakan menteri luar negeri Antony Blinken, bahwa AS akan tetap mempertahankan kedutaan besarnya di Yerusalem.

Blinken, yang pernah menjabat sebagai Wamenlu pada era Obama-Biden, mendukung upaya solusi dua Negara.

“Walaupun secara realistis sulit untuk melihat prospek jangka pendek untuk melanjutkannya,” ujarnya.

“Yang penting memastikan bahwa tidak ada pihak yang mengambil langkah-langkah yang membuat proses yang sudah sulit menjadi lebih menantang,” katanya.

Pemerintahan Biden juga diharapkan untuk bergabung kembali dengan Dewan Hak Asasi Manusia PBB, yang ditarik oleh pemerintahan Trump.

Harapan

Terpilihnya Joe Biden telah membangkitkan optimisme harapan bahwa Amerika Serikat akan terlibat kembali secara berarti dalam proses perdamaian Israel-Palestina.

Presiden terpilih Biden diharapkan akan mengambil pendekatan yang lebih adil dan multilateral terhadap konflik daripada pendahulunya, Trump. Walupun tentu saja masa jabatannya tidak mungkin mengantarkan perubahan signifikan dalam kebijakan AS.

Mahmoud Abbas sendiri, segera memberikan ucapan selamat kepada Biden, dan mendesak pemerintahan AS yang akan datang untuk memperkuat hubungan Palestina-AS dan untuk memperjuangkan perdamaian, stabilitas, dan keamanan Timur Tengah.

Kembali kepada Biden, sebagai sekutu lama Israel yang telah menghabiskan lebih dari empat puluh tahun sebagai senator dari Partai Demokrat, pandangan Biden tentang konflik akan mencerminkan pandangan arus utama partainya.

Maka, pendekatan Biden ke Israel dan Palestina kermungkinan berkutat pada kembali ke status quo, yang memang dipertahankan oleh presiden dari Demokrat sebelumnya.

Pada akhirnya, solusi dua negara, apalagi masih jauh dari kenyataan. Memang AS ingin terus memelihara pendudukan dengan jargon memelihara perdamaian.

Maka, pada akhirnya, kata kuncinya akan kembali pada persatuan dan kesatuan Nasional Palestina dengan dukungan segenap umat Islam di seluruh dunia. Insya-Allah. (A/RS2/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)