BIKSU THAILAND DUKUNG PROGRAM ANTI-MUSLIM DI MYANMAR

Para demonstran dalam Unjuk rasa Anti-Islam di Yangon, Myanmar. (aljazeera)
Para demonstran dalam di Yangon, bulan lalu. (aljazeera)

Bangkok, 8 Ramadhan 1436/26 Juni 2015 (MINA) – Biksu berjanji akan membantu program dari kelompok garis keras yang akan membangun stasiun radio untuk menyiarkan pesan di negara mereka yang saat ini tengah panas konflik agama.

Seperti yang dilansir Mi’raj Islamic News Agency (MINA) sebelumnya, para biksu Buddha dari seluruh dunia menghadiri konferensi yang diadakan oleh Organisasi Perlindungan Ras dan Agama (Ma Bha Tha) di Yangon, Myanmar. Dalam konfrensi tersebut, hadir juga beberapa biksu Ada sekitar lebih dari selusin biksu Thailand.

Konferensi itu membahas tentang agenda nasionalis menjelang pemilu tahun ini, dan juga terkait dengan isu Anti-Islam. Dalam konfrensi itu, para biksu Thailand mengutarakan akan menyumbang peralatan dan instalasi untuk membangun stasiun radio senilai 1,5 juta Bath atau sekitar lebih dari Rp 590 juta.

Woottisarn Panaree wakil ketua Nasional Thailand Buddhisme dan Asosiasi Media Massa serta Budaya mengatakan, “Dukungan tidak dengan uang, tetapi dengan peralatan dan instalasi stasiun radio,” demikian seperti dilaporkan AFP.

“Radio dan televisi memainkan peran penting dalam ceramah Buddha di Thailand, ini akan membantu dalam memberitakan ceramah agama Buddha di Myanmar,” tambahnya, seperti yang dilansir Bangkokpost dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).

Myanmar tengah bergulat dalam pertumbuhan penganut Buddha nasionalis yang dipimpin oleh para biksu garis keras yang selama ini terlibat dalam konflik dengan umat Islam.

Para biksu rasis itu berada di garis depan dalam protes Anti-Islam dan juga beberapa kekerasan yang terjadi antara Buddha dan Islam terutama terhadap kelompok minoritas Muslim . Puluhan ribu kaum minoritas ini melarikan diri dari negaranya sejak pecahnya konflik 2012 lalu.

Bulan lalu, para biksu garis keras itu juga mengadakan Anti-Islam menyikapi para korban pengaiayaan yang melarikan diri menggunakan perahu dari negaranya. Mereka mengatakan orang-orang tersebut bukanlah dari Myanmar, dan juga berpendapat bahwa ini bukan salah Myanmar saja.

Dalam konferensi tersebut para biksu garis keras juga menyerukan pemerintah Thailand untuk melarang hijab di sekolah-sekolah Myanmar. Selain itu, para biksu itu mengecam tindakan umat Muslim yang menyembelih hewan untuk kurban dalam hari raya Idul Adha.

“Kami akan serius mendesak pemerintah untuk melarang pelajar Muslim mengenakan burqa di sekolah-sekolah pemerintah dan kami juga melarang pembunuhan hewan tak berdosa pada saat hari raya mereka (umat Muslim),” kata Ma Bha Tha dalam konferensi itu.

Dalam pertemuan pribadi, Pornchai Pinyapong, ketua Himpunan Pemuda Buddha Dunia yang berbasis di Bangkok mengatakan, “Ketika kita melihat negara bagian Rakhine di Myanmar, itu masalah yang sama seperti yang terjadi di  Thailand selatan,” katanya kepada AFP mengacu kepada konflik yang terjadi antar Buddha Thailand dan Muslim Melayu di selatan Thailand.

Pornchai menolak tentang pendapat yang mengatakan para Biksu Buddha garis keras sangat benci terhadap Muslim.

“Mereka tidak memprovokasi orang untuk menghancurkan masjid atau membunuh orang Muslim, mereka hanya ingin melindungi Buddhisme untuk generasi berikutnya,” katanya.

“Saya pikir itu baik untuk biksu agar bersama-sama melindungi agama Buddha,” tambahnya. (T/roy/R02)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Admin

Editor: bahron

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0