Ramallah, MINA – Aktifis Palestina yang dikenal sebagai pejuang kelaparan, Bilal Diab, melanjutkan aksi mogok makannya yang telah berlangsung selama 12 hari.
Aksi mogok makan dilakukan sebagai protes terhadap penahanan administratif tanpa tuduhan atau pengadilan di penjara Israel. Demikian laporan Masyarakat Tahanan Palestina (PPS), Ahad (29/10).
Menurut B’Tselem, Pusat Informasi Hak Asasi Manusia Israel di Wilayah Pendudukan, Diab yang kini berusia 32 tahun, ditahan oleh pasukan pendudukan Israel pada tanggal 14 Juli 2017.
Diab sebelumnya ditahan di bawah penahanan administratif dan melakukan mogok amakan selama 77 hari dengan sesama tahanan Thaer Halahleh pada tahun 2012 untuk menuntut pembebasannya.
Baca Juga: Hamas Tegaskan, Tak Ada Lagi Pertukaran Tawanan Israel Kecuali Perang di Gaza Berakhir
Dia juga melakukan mogok makan selama 20 hari saat dia ditahan oleh pasukan pendudukan pada bulan Juli lalu. Demikian menurut laporan WAFA yang dikutip MINA.
Diab dikirim pekan lalu pada hari Ahad dari penjara Naqab ke penjara Asqalan di Israel tengah. Sebenarnya menurut Konvensi Jenewa keempat, melarang sebuah pemerintah pendudukan memindahkan tahanan dari wilayah pendudukan ke negara pendudukan.
Diab saat ini ditempatkan dalam sel isolasi sebagai pembalasan atas mogok makannya.
Diab menahan diri dari minum air putih selama dua hari setengah untuk memprotes pengalihannya ke sel kurungan isolasi.
Baca Juga: Hamas: Rakyat Palestina Tak Akan Kibarkan Bendera Putih
Diab juga menolak untuk mengkonsumsi makanan atau menjalani pemeriksaan kesehatan apapun. Kondisi kesehatan Diab terus memburuk; Dia mengalami kelelahan, demam, nyeri sendi, sakit kepala, sakit telinga, dan sakit perut serta punggung.
Diab ditempatkan di sel yang lembab, sangat kecil dan banyak serangga. Tahanan ini diberi kasur usang serta selimut tipis dan menggunakan sepatunya sebagai bantal.
Mahkamah Agung Israel dijadwalkan mengadakan sidang pada 30 November untuk membahas seruan untuk membebaskan Diab, setelah hakim pengadilan militer Israel menolak permohonan bandingnya atas penahanannya tanpa tuduhan atau pengadilan.
“Berdasarkan hukum internasional, diperbolehkan untuk secara administratif menahan seseorang hanya dalam kasus luar biasa, sebagai upaya terakhir untuk mencegah bahaya serius yang tidak dapat dicegah dengan cara yang kurang berbahaya. Penggunaan penahanan administratif Israel secara terang-terangan melanggar peraturan ini. Pihak militer harus membebaskan semua tahanan administratif atau mengadili mereka, sesuai dengan proses hukum,” kata B’Tselem. (T/B05/P1)
Baca Juga: Israel Makin Terisolasi di Tengah Penurunan Jumlah Penerbangan
Mi’raj News Agency (MINA)