“Kami adalah salah satu dari beberapa orang yang menggagas berdirinya ICMI ini. Pada tahun 1990, kami bersama para tokoh lain berkumpul dan menyepakati pendirian organisasi untuk para cendikiawan muslim di Indonesia,” ungkapnya saat memberi sambutan pada acara silaturahim ICMI di kediaman, Jakarta, Senin (22/7).
B.J. Habibie mengungkapkan bahwa pada waktu itu (tahun 1990) orang yang pertama kali menggagas perlunya wadah untuk para cendikiawan muslim itu bukanlah dirinya, melainkan seorang anak muda, mahasiswa asal Universitas Brawijaya bernama Erik Salman.
“Ia (Salman) mengutarakan kepada saya tentang perlunya sebuah wadah untuk para cendikiawan muslim untuk menjawab tantangan dalam masyarakat. Umat Islam saat itu banyak mempunyai permasalahan, mulai dari ekonomi, sosial, politik, dan masih banyak lagi,” tambah Ketua Dewan Kehormatan ICMI itu.
Baca Juga: Menteri Yusril Sebut ada Tiga Negara Minta Transfer Napi
Ulama yang juga merupakan professor di bidang pesawat terbang itu menjelaskan, Indonesia menjadi salah satu negara yang diperhitungkan oleh masyarakat internasional dengan adanya ICMI ini.
“Dengan adanya ICMI, Indonesia mulai dilirik oleh media-media dunia. Mereka tidak hanya melihat huru hara di Rusia atau di negara-negara Timur Tengah. Dengan hadirnya ICMI, Indonesia menjadi negara yang diperhitungkan masyarakat Internasional,” ungkap wakil Presiden dan juga Presiden Indonesia dengan masa jabatan terpendek itu.
Proses Terbentuknya ICMI
ICMI dibentuk pada 7 Desember 1990 di sebuah pertemuan kaum cendekiawan muslim di Kota Malang, 6-8 Desember 1990. Di pertemuan itu juga dipilih Bacharuddin Jusuf Habibie sebagai ketua ICMI yang pertama.
Baca Juga: ICMI Punya Ruang Bentuk Kader-kader Indonesia Emas 2045
Kelahiran ICMI berawal dari diskusi kecil pada Februari 1990 di masjid kampus Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang.
Sekelompok mahasiswa merasa prihatin dengan kondiri umat Islam, terutama para kadernya, sehingga menimbulkan polarisasi kepemimpinan di kalangan umat Islam. Masing-masing kelompok sibuk dengan kelompoknya sendiri, serta berjuang secara parsial sesuai dengan aliran dan profesi masing-masing.
Dari forum itu kemudian muncul gagasan untuk mengadakan simposium dengan tema “Sumbangan Cendekiawan Muslim Menuju Era Tinggal Landas” yang direncanakan akan dilaksanakan pada 29 September – 1 Oktober 1990.
Mahasiswa Unibraw yang terdiri dari Erik Salman, Ali Mudakir, M. Zaenuri, Awang Surya dan M. Iqbal berkeliling menemui para pembicara, di antaranya Immaduddin Abdurrahim dan M. Dawam Rahardjo.
Baca Juga: Antisipasi Kerawanan Pangan, Wamendes PDT Wacanakan Satu Provinsi Satu Desa ICMI
Dari hasil pertemuan tersebut, pemikiran mereka terus berkembang hingga muncul ide untuk membentuk wadah cendekiawan muslim yang berlingkup nasional.
Kemudian para mahasiswa tersebut dengan diantar Imaduddin Abdurrahim, M. Dawam Rahardjo dan Syafi’i Anwar menghadap Menristek saat itu, Prof. B.J. Habibie dan meminta beliau untuk memimpin wadah cendekiawan muslim dalam lingkup nasional.
Waktu itu B.J. Habibie menjawab, sebagai pribadi beliau bersedia tapi sebagai menteri harus meminta izin dari Presiden Soeharto. Beliau juga meminta agar pencalonannya dinyatakan secara resmi melalui surat dan diperkuat dengan dukungan secara tertulis dari kalangan cendekiawan muslim. Sebanyak 49 orang cendekiawan muslim menyetujui pencalonan B.J. Habibie untuk memimpin wadah cendekiawan muslim tersebut.
Pada 27 September 1990, dalam sebuah pertemuan, B.J. Habibie memberitahukan bahwa usulan sebagai pimpinan wadah cendekiawan muslim itu disetujui Presiden Soeharto. Beliau juga mengusulkan agar wadah cendekiawan muslim itu diberi nama “Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia?”, disingkat ICMI.
Baca Juga: Cuaca Jakarta Berawan Sabtu Ini, Sebagian Hujan Ringan
Pada 28 September 1990, sejumlah cendekiawan muslim bertemu lagi dalam rangka persiapan simposium yang akan diselenggarakan Desember. Pada tanggal 25-26 November 1990, sekitar 22 orang cendekiawan yang akan membentuk wadah baru berkumpul di Tawangmangu, Solo dalam rangka merumuskan beberapa usulan untuk GBHN 1993 dan pembangunan Jangka Panjang Tahap kedua 1993-2018 serta rancangan Program Kerja dan Struktur Organisasi ICMI.
Pelaksanaan simposium sempat terganggu oleh gugatan tentang rencana B.J. Habibie sebagai calon Ketua Umum ICMI karena beliau sebagai birokrat. Kepemimpinannya dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap kebebasan para cendekiawan muslim. 30 November – 1 Desember 1990, panitia secara khusus mengadakan rapat untuk menjawab isu negatif soal pemilihan Habibie.
Dari pertemuan tersebut menghasilkan beberapa komitmen, pertama, berdirinya ICMI merupakan ungkapan syukur umat Islam yang mempu melahirkan sarjana dan cendekiawan.
Kedua, untuk memimpin ICMI diperlukan tokoh cendekiawan muslim yang reputasi nasional dan internasinal serta dapat diterima oleh umat Islam, syarakat Indonesia maupun pemerintah.
Baca Juga: Jelang Libur Nataru, Terminal Bekasi Berlakukan Ram Check Bus
Ketiga, hanya Unibraw, salah satu wahana keilmuan yang cukup pantas melahirkan organisasi itu, apalagi pemerkasanya adalah mahasiswa univeritas tersebut.
Halangan juga sempat datang dari aparat keamanan setempat. Dalam rapat gabungan antara penyelenggara, pemda dan aparat keamanan di Surabaya, empat hari menjelang acara, aparat keamanan menyoal pembentukan organisasi tersebut. ICMI, kata mereka harus diwaspadai. Tapi Abdul Aziz Hosein yang menghadiri acara tersebut sebagai panitia penyelenggara mengatakan bagaimanapun ICMI akan terbentuk karena presiden sudah menyetujui dan AD/ART-nya sudah disusun.
Pada 7 Desember 1990 merupakan lembaran baru dalam sejarah umat Islam Indonesia di era Orde Baru, secara resmi Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dibentuk di Malang.
Saat itu juga secara aklamasi disetujui kepemimpinan tunggal dan terpilih Bacharuddin Jusup Habibie sebagai Ketua Umum ICMI yang pertama. Dalam sambutannya beliau mengatakan bahwa dengan berdirinya ICMI tidak berarti kita hanya memperhatikan umat Islam, tetapi mempunyai komitmen memperbaiki nasib seluruh bangsa Indonesia, karena itu juga merupakan tugas utama. (L/P04/P02/R2).
Baca Juga: Menag RI dan Dubes Sudan Bahas Kerja Sama Pendidikan
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Mendikti Sampaikan Tiga Arah Kebijakan Pendidikan Tinggi Indonesia