Kuala Lumpur, MINA – Menteri Luar Negeri (Menlu) Antony Blinken mengatakan, Amerika Serikat (AS) sangat aktif memperhatikan penindasan terhadap etnis Rohingya di Myanmar sebagai genosida.
“Kami juga terus melihat secara aktif penentuan tindakan apa yang diambil di Myanmar dan apakah itu merupakan genosida dan itu adalah sesuatu yang kami lihat dengan sangat aktif saat ini,” kata Blinken dalam konferensi pers di Kuala Lumpur, Malaysia, Rabu (15/12) seperti dikutip dari Anadolu Agency.
PBB menggambar, etnis Rohingya sebagai orang yang paling teraniaya di dunia. Mereka menghadapi ketakutan akan serangan militer Myanmar sejak 2012.
Lebih dari 750.000 etnis Rohingya mengungsi, kebanyakan wanita, dan anak-anak. Mereka melarikan diri dari Myanmar ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan tindakan keras terhadap komunitas minoritas Muslim itu pada Agustus 2017, antara lain pembunuhan, pemukulan, pemerkosaan, dan pembakaran rumah.
Baca Juga: Kiyai Ma’ruf Amin Ajak Negara ASEAN Akui Palestina
Blinken mengatakan, situasi di Myanmar setelah kudeta militer pada Februari lalu telah memburuk. Ia menyerukan pembebasan mereka yang ditahan oleh rezim junta, termasuk Penasihat Negara yang digulingkan Aung San Suu Kyi.
“Saya pikir akan sangat penting dalam beberapa pekan dan bulan ke depan untuk melihat langkah dan langkah tambahan apa yang dapat kita ambil secara individu, kolektif untuk menekan rezim agar mengembalikan negara ke lintasan demokrasi,” kata Blinken.
“Panjang dan pendeknya kita harus melihat langkah-langkah tambahan apa, langkah-langkah yang dapat diambil untuk memindahkan hal-hal ke arah yang lebih baik dan itu adalah sesuatu yang kita lihat,” kata Blinken pada konferensi pers bersama dengan Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah.
Menurut Blinken, langkah-langkah tambahan mungkin termasuk sanksi untuk menekan para pemimpin militer Myanmar untuk kembali ke lintasan demokrasi.
Baca Juga: Wapres RI Minta ASEAN Selesaikan Masalah Rohingya
Blinken pada pekan ini melakukan kunjungan ketiga negara ke Asia Tenggara, dimulai di Indonesia, Malaysia, kemudian Thailand. (T/RE1/RS3)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Turki Kecam Israel Atas Satu Tahun Genosida di Gaza