London, 9 Jumadil Awwal 1436/28 Februari 2015 (MINA) – Kampanye Boikot, Divestasi dan Sanksi (BDS) kembali kepermukaan setelah mahasiswa dan staf di School of Oriental and African Studies (SOAS) di London, menyetujui boikot akademik terhadap Israel sebagai hasil pemungutan suara.
Pada Jumat kemarin, semua mahasiswa, akademisi, dan manajemen, mengadakan pemungutan suara, dengan hasil 73% suara menyerukan boikot terhadap akademik Israel, sementara 27% suara menolak, sebagaimana dilaporkan Press Tv dan dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Mayoritas para pemilih setuju, SOAS bergabung dengan seruan kampanye BDS untuk memaksakan boikot terhadap akademik Israel sesuai imbauan Lembaga Kampanye Palestina untuk Akademik dan Boikot Budaya Israel (PACBI).
BDS adalah sebuah kampanye global yang menggunakan tekanan pada ekonomi dan politik di Israel untuk mematuhi tujuan kampanye itu, yakni mengakhiri pendudukan Israel dan kolonisasi di tanah Palestina, memperjuangkan kesetaraan penuh antara warga Arab-Palestina dan warga Israel, dan menghormati hak pulang pengungsi Palestina.
Baca Juga: ICC Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu dan Gallant
Lembaga PACBI mengatakan, boikot akademik Israel didasarkan pada kenyataan, institusi akademik secara besar-besaran terlibat dalam penyangkalan terus-menerus yang dilakukan Israel atas hak dasar Palestina, termasuk kebebasan akademik dan hak memperoleh pendidikan.
Proposal untuk boikot akademik Israel terinspirasi dari boikot akademik bersejarah rezim apartheid Afrika Selatan yang merupakan upaya menekan rezim aparheid di sana dulu, untuk mengakhiri kekerasan tehadap mayoritas penduduk kulit hitam.
Saran untuk memboikot Tel Aviv juga telah dilakukan akademisi dan berbagai organisasi di negara-negara lain, termasuk Afrika Selatan dan Australia. Tujuan dari boikot adalah untuk mengisolasi Israel dan memaksa perubahan dalam kebijakan yang menindas dan mendiskriminatif terhadap warga Palestina.
Seruan Boikot
Baca Juga: Turkiye Tolak Wilayah Udaranya Dilalui Pesawat Presiden Israel
Sebelumnya pada 2013 lalu, American Studies Association (ASA) yang memiliki sekitar lima ribu anggota menyetujui seruan aksi boikot akademik Israel dalam rangka memprotes keputusan-keputusan jahat negara Zionis itu terhadap Palestina.
Hal ini dianggap sebagai tanda munculnya gerakan perlawanan untuk mengisolasi rezim Israel yang tengah berkembang di kawasan Eropa, dan kemudian juga mulai muncul di AS.
“ASA mengecam peran penting AS dalam membantu dan bersekongkol dalam pelanggaran HAM yang dilakukan Israel terhadap Palestina dan pendudukannya di tanah Palestina melalui veto di Dewan Keamanan PBB,” demikian bunyi pernyataan ASA.
Wakil Menteri Luar Negeri Israel ketika itu, Ze’ev Elkin menyebut ASA sebagai kelompok radikal sayap kiri. “Kita perlu bersiap atas bahaya yang muncul bahwa itu (seruan boikot) menular ke kelompok lain, forum akademik yang lebih serius,” katanya.
Baca Juga: Setelah 40 Tahun Dipenjara Prancis, Revolusioner Lebanon Akan Bebas
Lebih lanjut, pada Mei 2013, Profesor Stephen Hawking (71) menyatakan, dirinya mendukung aksi boikot akademisi Israel dengan menarik diri dari konferensi yang diselenggarakan Presiden Israel ketika itu, Shimon Peres di Al-Quds. Ia melakukan aksi ini sebagai protes atas perlakuan Israel terhadap Palestina.
Profesor Hawking adalah fisikawan teoritis terkenal di dunia dan profesor Matematika di Universitas Cambridge. Keputusan Hawking menandai kemenangan lain dalam kampanye BDS yang menargetkan institusi akademik Israel.
Sementara itu, Asosiasi Pengajar Irlandia menjadi asosiasi di Eropa pertama yang menyerukan boikot akademis terhadap Israel. Langkah ini kemudian diikuti oleh Association for Asian American Studies. (T/P011/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Hotel Italia Larang Warga Israel Menginap Imbas Genosida di Gaza