Jakarta, MINA – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menerbitkan sertifikat lot release untuk 1,2 juta vaksin Sinovac dari kedatangan pertama pada 6 Desember 2020, dan akan segera menerbitkan sertifikat lot release untuk 1,8 juta vaksin yang datang pada 31 Desember 2020.
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Lucia Rizka Andalusia, BPOM juga telah melakukan sampling dan pengujian vaksin saat kedatangannya di Bandara Soekarno – Hatta.
“Pada proses penerimaan di bandara, Badan POM melakukan pengecekan kesesuaian dokumen, serta kesesuaian suhu tempat penyimpanan vaksin coronavac,” kata Lucia dalam keterangan tertulis, Selasa (5/1).
Sertifikat lot release ialah persyaratan penting yang harus dipenuhi dalam memastikan kualitas vaksin. Persyaratan ini merupakan standar yang ditetapkan World Health Organization (WHO), yaitu berupa proses evaluasi yang dilakukan otoritas obat di setiap negara untuk menjamin mutu setiap lot atau setiap batch vaksin tersebut.
Baca Juga: Dr. Nurokhim Ajak Pemuda Bangkit untuk Pembebasan Al-Aqsa Lewat Game Online
“Untuk penerbitan sertifikat ini, Badan POM melakukan pengujian di laboratorium Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional,” lanjutnya.
Sementara, kata Lucia, untuk proses percepatan penerbitan izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) vaksin Covid-19, BPOM melakukan rolling submission di mana data yang dimiliki oleh industri farmasi dapat disampaikan secara bertahap.
Dia menambahkan, pihaknya juga telah melakukan evaluasi terhadap data uji praklinik, uji klinik fase 1 dan fase 2 untuk menilai keamanan dan respon imun dari penggunaan vaksin. Dan juga hasil uji klinik fase 3 yang dipantau dalam periode 1 bulan setelah suntikan yang kedua.
“Tentunya, sesuai persyaratan dari WHO, minimal pengamatan harus dilakukan sampai 3 bulan untuk interim analisis. Yang akan digunakan untuk mendapatkan data keamanan dan khasiat vaksin sebagai data dukung pemberian EUA,” tegasnya.
Baca Juga: Cinta dan Perjuangan Pembebasan Masjid Al-Aqsa Harus Didasari Keilmuan
Soal keamanan sangat penting dipastikan sebelum vaksin diedarkan. Karenanya keamanan vaksin dipantau secara periodik pada subyek uji klinik. Yaitu selama 30 menit setelah penyuntikan. Lalu, pemantauan ketat dalam 14 hari pertama, kemudian 3 bulan dan 6 bulan setelah penyuntikan.
Sesuai standar WHO, ungkap Lucia, khasiat vaksin harus dibuktikan dengan beberapa parameter. Pertama, parameter efikasi merupakan parameter klinis yang diukur berdasarkan persentase penurunan angka kejadian penyakit pada kelompok subyek orang yang menerima vaksin, dibandingkan kelompok subyek atau orang yang menerima plasebo pada uji klinik fase 3.
“Kedua, paramater imuno genesitas. ialah parameter pengganti atau surrogates end point , efikasi berdasarkan pengukuran kadar antibodi yang terbentuk atau dikenal IgG setelah orang diberikan suntikan. Dan pengukuran netralisasi antibodi atau kemampuan antibodi yang terbentuk untuk menetralkan atau membunuh virus,” paparnya.
Dia menjelaskan, pengukuran ini dilakukan dua minggu setelah pemberian dosis terakhir, dan dilakukan pengukuran ulang pada 3 bulan sampai 6 bulan setelah vaksin disuntikkan.
Baca Juga: Lewat Wakaf & Zakat Run 2024, Masyarakat Diajak Berolahraga Sambil Beramal
“Setelah kita mendapatkan data-data tersebut, maka dapat diberikan persetujuan penggunaan atau EUA. Sedangkan untuk efektivitas vaksin kita terus akan memantau kemampuan vaksin menurunkan kejadian penyakit di masyarakat dalam jangka waktu yang lama,” tambahnya.
Jadi, dia menambahkan, untuk efektivitas vaksin diukur setelah digunakan secara luas di masyarakat pada kondisi yang nyata di lapangan atau di dunia pelayanan kesehatan yang sebenarnya.
“Meski demikian saat ini BPOM masih menunggu penyelesaian analisis data uji klinik fase 3 di Bandung untuk mengkonfirmasi khasiat atau efikasi vaksin Coronavac dalam rangka penerbitan EUA,” katanya. (L/R2/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Prof Abd Fattah: Pembebasan Al-Aqsa Perlu Langkah Jelas