Brunei Pererat Kerjasama Ekonomi dengan China

Sultan Darussalam Sultan Hassanal Bolkiah berjabat tangan dengan Presiden Xi Jinping di Forum Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Beijing pada 11 November 2014. (Foto: Reuters / Kim Kyung -Hoon/Atimes)

 

Bandar Seri Begawan, 17 Ramadhan 1438/12 Juni 2017 (MINA) – Kesultanan Negara Brunei Darussalam menjain kerjasama ekonomi dan investasi baru dengan pemerintah China.

Brunei sebelumnya berharap pada kunjungan aja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz tiba di Brunei awal tahun ini dalam sebuah tur di Asia. Dua pemimpin dinasti negara kaya minyak tersebut saling bertukar diplomatik. Namun tidak mengumumkan inisiatif ekonomi atau investasi baru yang utama.

Kesepakatan investasi ditandatangani antara perusahaan Hengyi China dan mitra Brunei untuk kilang minyak terpadu senilai 3,5 miliar dolar AS. Diharapkan ekslolrasi mulai memproduksi 8 juta barel minyak, 1,5 juta ton paraxylene dan 500.000 ton benzena setiap tahun pada tahun 2019.

Komitmen kerjasma Brunei memilih China menunjukkan pergeseran signifikan dalam arah ekonomi kesultanan, Mi’raj Islamic News Agency (MINA) melaporkan dari sumber A Times edisi Ahad (11/6/2017).

Kesultanan Islam yang dikenal ketat dalam menerapkan syariat Islam itu, pernah memandang sebagian besar ke Timur Tengah atau tempat lain di dunia Muslim untuk urusan perdagangan dan investasi. Namun kondisi sekarang berubah, dan lebih memilih pada China.

Kesepakatan Hengyi mewakili salah satu investasi asing terbesar di Brunei dalam beberapa tahun terakhir.

Pada kuartal pertama 2016, investasi China melonjak menjadi 86 juta dolar AS, dibandingkan dengan hanya 9,6 juta dolar AS tahun sebelumnya 2015.

Total investasi gabungan China di Brunei sekarang diperkirakan sekitar 6 miliar dolar AS dan diperkirakan akan terus meningkat pada era yang akan datang.

Februari lalu, Yang Jian, Duta Besar China untuk Brunei, mengatakan bahwa kesultanan adalah negara penting dalam skema infrastruktur senilai 1 triliun dolar AS.

Brunei baru-baru oleh majalah Forbes disebut menduduki peringkat negara terkaya kelima di dunia karena kekayaan minyak dan gasnya yang luar biasa.

Brunei diposisikan secara strategis untuk skema China karena terletak di dekat pusat geografis Asia Tenggara dan menghadap ke Laut Selatan China.

Hubungan ekonomi bilateral kedua negara sampai saat ini berpusat pada pengiriman energi. Meskipun permintaan minyak China turun tahun lalu, tumbuh hanya 2,5%, dibandingkan dengan 3,1% pada tahun 2015.

China merupakan pembeli terbesar di dunia selama kuartal pertama tahun ini. China mengimpor 9,21 juta barel minyak per hari pada bulan Maret, naik 11% dari bulan Februari.

Kerjasama Telekomunikasi dan Otomotif

Selain kerjasama dalam bidang energi minyak bumi, pada April 2016, China Telecom Global, salah satu operator telekomunikasi terbesar di negara itu, bermitra dengan Telekom Brunei untuk memperluas jaringan lokal dan memperbaiki konektivitas.

Tiga bulan kemudian, Hiseaton Food Co Ltd, yang berbasis di wilayah Guangxi China, bergabung dengan sebuah perusahaan yang terkait dengan pemerintah untuk menciptakan pertanian akuakultur lepas pantai.

Sebagai bagian dari skema tersebut, China setuju untuk mengirim ilmuwan dan ahli untuk mendirikan pusat penelitian akuakultur Brunei-China.

Sementara itu, Shenglong New Energy Automobile, produsen kendaraan listrik berbasis China, berkomitmen untuk membangun pabrik perakitan kendaraan di Brunei. Jenis yang dipilih adalah kendaraan berbahan bakar listrik dan energi terbarukan, termasuk sepeda motor, mobil, dan bus.

Sejalan dengan itu, Grup Perusahaan Guangxi Beibu Gulf Port mulai mengoperasikan terminal kontainer terbesar di Brunei bersamaan dengan sebuah perusahaan terkait pemerintah setempat.

Bank of China juga telah membuka kantor pertamanya di ibukota Bandar Seri Begawan, untuk menangani industri keuangan lokal, fasilitas perdagangan dan penyediaan dana bagi usaha kecil-menengah Brunei.

Brunei masih memerlukan investasi baru untuk mencapai skala ekonomi yang diperlukan untuk bersaing secara global.

Dalam beberapa tahun terakhir, lebih dari 60% produk domestik bruto (PDB) Brunei berasal dari minyak dan gas bumi. Pengiriman bahan bakar mencapai sekitar 95% dari total ekspor Brunei dan merupakan 90% dari pendapatan pemerintah, menurut statistik resmi.

Kemerosotan harga minyak mentah dunia yang dimulai pada 2015 telah mengubah peta kerjasma ekonomi Brunei yang lebih mengarah ke China. (T/RS2/RS3)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.