Brunei Serukan Mengambil Kembali Manuskrip Melayu Kuno

Borneo Bulletin

, MINA – Diperlukan upaya upaya kolektif lebih besar untuk mengidentifikasi dan mengambil kembali sejumlah besar manuskrip Melayu kuno yang berada di tangan asing. Manuskrip itu menggambarkan awal peradaban, sejarah, dan pengaruh Borneo sejak berabad-abad yang lalu.

Hal itu diutarakan Menteri Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga Brunei, Pehin Datu Lailaraja Mayor Jenderal (Purnawirawan) Dato Paduka Seri Haji Awang Halbi bin Haji Mohammad Yussof, seperti dilansir Borneo Bulletin, Selasa (28/11).

Naskah-naskah bernilai tinggi tersebut kebanyakan saat ini disimpan di luar negeri, masih belum dimanfaatkan dan belum dijelajahi oleh para ahli.

“Penting untuk memulihkan manuskrip-manuskrip itu untuk memahami sejarah Borneo yang lebih baik dan membantu melestarikan warisan masyarakat beragam yang berkembang di Borneo saat ini,” ujar Dato Paduka Seri Haji Awang Halbi.

Menteri memuji naskah-naskah Melayu yang kebanyakan ditulis tangan dalam naskah Jawi dalam Bahasa Melayu antara abad ke-16 dan ke-19 sebagai artefak paling berharga dan penting yang mewakili warisan peradaban besar yang berkembang di sini.

“Banyak manuskrip yang menggambarkan sejarah negara-negara bagian dan teritori di Borneo ini disimpan di luar negeri termasuk di negara-negara Eropa, termasuk di Perpustakaan Inggris, London dan University of Leiden, Belanda serta perpustakaan-perpustakaan umum, institusi arsip dan pendidikan tinggi di Eropa, yang memaksa peneliti dan ahli peradaban Melayu melakukan perjalanan jauh untuk melakukan penelitian mereka.

“Tingginya biaya perjalanan adalah salah satu hambatan utama bagi para periset ini untuk melanjutkan pekerjaan mereka. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang lebih agresif untuk mengidentifikasi dan melacak manuskrip Bahasa Melayu yang tersimpan di seluruh dunia dan mengumpulkannya di negara ini,” tegasnya.

Ia menyampaikan seruan itu dalam sambutannya sebagai tamu kehormatan saat membuka Seminar Penelitian Manuskrip 2017 dan juga Pameran Buku dan Manuskrip Kuno Peradaban Kepulauan Melayu yang diselenggarakan oleh Pusat Sejarah Brunei di Bandar Seri Begawan.

Meskipun terkenal dengan lingkungan alamnya yang kaya akan keragaman hayati, beragam budaya dan destinasi ekowisata yang menarik, aspek utama sejarah dan perkembangan peradaban Borneo sering diabaikan, kata dia.

“Sejarah Borneo secara langsung dan tidak langsung terkait dengan Brunei. Kesultanan memiliki peran besar dalam sejarah politik di Borneo. Terlepas dari ini, negara bagian dan wilayah di Borneo yang mencakup Brunei, Sabah, Sarawak, dan Kalimantan dari abad ke-13 sampai abad ke-19 memiliki hubungan politik, sosio-ekonomi, bahasa dan budaya yang terpusat di Brunei,” tambahnya.

Dia menekankan pentingnya studi tentang sejarah Borneo, tidak hanya untuk perluasan pengetahuan sejarah, tetapi juga karena kontribusinya dalam melestarikan harta sejarah dan warisan masyarakat Borneo, terutama manuskrip Bahasa Melayu yang masih tersimpan namun tidak dipelajari.

Dia mencatat negara bagian dan wilayah di Borneo secara aktif mempelajari, mengarsipkan, dan bekerja untuk melestarikan dan menyusun manuskrip Melayu tua agar peneliti dan akademisi dapat melakukan penelitian mereka di bidang filsafat, sejarah, agama, kedokteran, sastra dan seni serta identitas ras Melayu saat itu.

“Saya yakin beberapa sudah dipelajari dan dievaluasi tapi mungkin masih banyak lagi yang belum dieksplorasi,” kata Dato Paduka Seri Haji Awang Halbi, dengan harapan seminar yang diadakan tersebut dapat membantu dalam upaya-upaya tersebut.

Seminar dua hari yang bertemakan ‘Melestari Warisan Bangsa’ mempertemukan puluhan akademikus dan peneliti dari dalam dan luar wilayah dan merupakan acara lanjutan Seminar Sejarah Borneo yang diselenggarakan oleh Pusat Sejarah Brunei pada tahun 2013.

Ini adalah proyek utama oleh Pusat Sejarah Brunei untuk menjadikan Pusat Penelitian Borneo (PenBorneo) sebagai pusat penelitian tentang sejarah Borneo.

Borneo (Melayu: Pulau Borneo, Indonesia: Kalimantan) adalah pulau terbesar ketiga di dunia dan terbesar di Asia. Pulau raksasa dan tidak datar di Kepulauan Melayu Asia Tenggara ini dimiliki oleh negara bagian Malaysia di Sabah dan Sarawak, Kalimantan (Indonesia), dan negara berdaulat Brunei Darussalam. (T/R11/RS3)

 

Miraj News Agency (MINA)

Wartawan: Syauqi S

Editor: bahron

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.