Jakarta, MINA – Kepala Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri (BSKLN), Dr. Yayan G.H. Mulyana menyampaikan, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) merupakan perwujudan komitmen Pemerintah dalam mempercepat pembangunan perekonomian.
“Program KEK bertujuan untuk mendorong perekonomian regional yang berperan dalam pemerataan pembangunan serta menekan angka ketimpangan dan menjadi aspek untuk menarik minat investor asing,” jelas Yayan dalam sambutan pada sosialisasi Reviu Kebijakan Kemitraan “Strategi Kebijakan Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) untuk Lebih Attractive bagi Investasi Asing dan Mendukung Diplomasi Ekonomi,” di Bandung, Jumat (9/6).
Sosialisasi tersebut digelar oleh BSKLN c.q. Pusat Strategi Kebijakan Aspasaf (PSKK Aspasaf), Kemlu RI, dihadiri oleh wakil-wakil dari Kementerian dan Lembaga, Pengelola KEK di seluruh Indonesia, serta Perwakilan RI di luar negeri yang menjadi ujung tombak bagi penetrasi investasi dari luar negeri ke Indonesia.
Menurut Yayan, dalam merealisasikan KEK, Indonesia menghadapi beberapa tantangan, seperti perbedaan kultur dan budaya dengan calon investor, tidak semua lokasi KEK strategis, atau koordinasi antar lembaga yang belum tersinkronisasi dengan baik.
Baca Juga: Jateng Raih Dua Penghargaan Nasional, Bukti Komitmen di Bidang Kesehatan dan Keamanan Pangan
“Meskipun terdapat banyak tantangan, namun tetap terdapat potensi besar pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui adanya Kawasan Ekonomi Khusus,” ujarnya.
Berbagai tantangan, lanjut Yayan, kendala serta strategi untuk menarik minat para investor asing melalui KEK telah dibahas dalam kegiatan sosialisasai yang berjalan kurang lebih dari tiga jam.
Pemberian berbagai insentif dan fasilitas, baik dari segi finansial seperti Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan), Pajak Penambahan Nilai (PPN), Pajak Barang Mewah, Penangguhan Bea Masuk, Pajak Daerah, Kepabeanan dan Cukai, maupun non-finansial berupa administrasi perizinan, keimigrasian, peraturan khusus ketenagakerjaan dan dukungan infrastruktur dan kenyamanan lingkungan bisnis menjadi langkah kebijakan yang saat ini telah diambil oleh Pemerintah.
Reviu kebijakan tersebut merupakan hasil kerja sama Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri (BSKLN), Kementerian Luar Negeri dengan Laboratorium Pengembangan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (LPEP, FEB Unair) yang telah dilaksananakan pada Mei – Juli 2022.
Baca Juga: Pakar Timteng: Mayoritas Rakyat Suriah Menginginkan Perubahan
Dari hasil survei yang dilakukan oleh Tim Peneliti LPEP, FEB Unair, disampaikan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga, Dr. Miguel Angel Esquivias Padilla, mayoritas investor masih beranggapan, kompleksitas sistem administrasi menjadi hambatan.
Selanjutnya, tidak efektifnya peraturan-perundangan juga menjadi hambatan bagi pengelola KEK.
“Merespon fenomena tersebut, diperlukan koordinasi antar kementerian dan lembaga terkait untuk mereformasi sistem administrasi dan peraturan serta merumuskan peraturan dan kebijakan yang lebih tegas untuk mengarahkan investor asing berinvestasi di KEK,” imbuhnya.
Miguel menekankan pentingnya pembedaan materi promosi berdasarkan wilayah asal, orientasi bisnis, serta ukuran bisnis, terutama dalam menawarkan insentif yang akan diberikan.
Baca Juga: Festival Harmoni Istiqlal, Menag: Masjid Bisa Jadi Tempat Perkawinan Budaya dan Agama
Vela Sari ST, Penata Kelola Ahli Madya, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyampaikan perkembangan terkini KEK yang tercatat telah mengalami penambahan, menjadi 20 KEK dengan masuknya KEK Kura Kura Bali dan KEK Sanur.
Namun demikian, ada empat KEK yang masih memerlukan perhatian khusus apakah masih dapat berlanjut atau tidak, terkait kesiapan badan usaha pengelola, investasi di KEK dimaksud, penguasaan lahan, dan pemanfaatan lahan serta penciptaan tenaga kerja.
“Sementara tujuh KEK belum optimal, dan tujuh KEK optimal,” jelasnya.
Di samping itu, Vella juga menyampaikan strategi kebijakan BKPM dalam mendorong realisasi investasi di KEK, yaitu kemudahan berusaha, penyusunan PPI dan Investment Project Ready to Offer (Pro), promosi investasi, dan percepatan rencana dan realisasi investasi.
Baca Juga: Industri Farmasi Didorong Daftar Sertifikasi Halal
Pemerhati Kebijakan Publik, Mohammad Anthoni menyampaikan pentingnya perencanaan dalam pengembangan KEK menyangkut terkait regulasi, survei tenaga kerja, supply barang, dan ekspor.
Di sisi lain, juga perlu diantisipasi juga dampak dari KEK dimaksud, seperti masalah koordinasi antara pengelola dengan pemerintah lokal, serta tenaga kerja seperti yang terjadi di Batam.
Anthoni mengapresiasi dukungan Perwakilan RI dalam Upaya memasarkan produk-produk Indonesia di luar negeri.
Melengkapi apa yang disampaikan Anthoni, Badan Pengelola Batam menyampaikan pembenahan-pembenahan yang dilakukan dalam tiga tahun terakhir berkat sinergi antara Badan Pengelola Batam dengan Pemerintah Kota Batam.
Baca Juga: Cuaca Jakarta Cenderung Mendung, Sebagian Hujan Ringan Sore Hari
Dalam kesempatan tersebut, Kepala Pusat SKK Aspasaf menegaskan perlunya menghubungkan KEK dengan jaringan global melaui peran serta aktif Perwakilan RI di Luar Negeri.
Hasil reviu kebijakan kemitraan ini akan segera dicetak untuk disampaikan ke berbagai kementerian dan instansi terkait termasuk Perwakilan RI di luar negeri, agar dapat menjadi salah satu rujukan pemangku kepentingan untuk mengakselerasi realisasi investasi asing di Indonesia melalui Kawasan Ekonomi Khusus.(R/R1/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Menag Akan Buka Fakultas Kedokteran di Universitas PTIQ