Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

BUDAYA ISLAM KEDEPANKAN KEBERSAMAAN

Admin - Kamis, 21 November 2013 - 16:56 WIB

Kamis, 21 November 2013 - 16:56 WIB

711 Views ㅤ

Jakarta, 17 Muharram 1435/21 November 2013 (MINA) – Ketua Perhimpunan Indonesia untuk Agama dan Budaya (Indonesia Association for Religion and Culture / IARC), Paiman, mengatakan, kebudayaan Islam mengedepankan kebersamaan umat secara global.

Ia mengatakan dalam sambutan Pagelaran Seni Budaya Muslim “Pesona Ning Xia, Budaya Tiongkok” di Jakarta, Kamis (21/11).

Menurutnya, kebudayaan Islam global itu menghargai suku, ras, antargolongan dengan semangat persaudaraan.

“Seperti pergaulan dan persaudaraan para saudagar muslim yang datang dan disambut hangat di negeri China ribuan tahun lalu,” ujarnya, dalam pengantar sendratari “Bulan di Atas Gunung Helan” (The Moon Over Helan Mountain).

Baca Juga: AWG Gelar Webinar Menulis tentang Baitul Maqdis

Diharapkan, melalui pagelaran seni budaya ini, mempererat persahabatan Indonesia dan Tiongkok, paparnya.

Pagelaran terselenggara atas kerjasama Lembaga Kerjasama Ekonomi, Sosial dan Budaya Indonesia-China (LIC) yang diketuai Sukamdani Sahid Gitosardjono, Perhimpunan Indonesia untuk Agama dan Budaya (Indonesia Association for Religion and Culture / IARC) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Kegiatan didukung Pemerintah Daerah Yinchuan, Ningxia, China dan Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki.

Islam saat ini dianut oleh lebih dari 30 juta penduduk China. Umat Islam China terutama berada di Provinsi Xinjiang dan Provinsi Ningxia. Di Ningxia umat Islam dikenal sebagai suku Hui.

Baca Juga: 30 WNI dari Suriah Kembali Dievakuasi ke Indonesia   

Toleransi

Dalam sendratari yang diperankan Yinchuan Arts Theatre, Ningxia, China, dimainkan dalam lima episode.

Diceritakan tentang awal kedatangan rombongan kafilah saudagar muslim ke daratan Ning Xia, China, ribuan tahun lalu. Para pendatang kemudian bertemu dan bergaul dengan penduduk setempat dengan penuh toleransi dan rasa hormat.

Perbedaan budaya, dat istiadat dan agama, dikemas dalam suatu drama romantis yang unik dan menyentuh, gambaran toleransi yang terjadi di jalur sutera Tiongkok waktu itu.

Baca Juga: Banjir di Makasar Rendam Rumah Dinas Gubernur dan Kapolda

Hubungan erat itu semakin lekat dipadukan dengan pernikahan pendatang Nasun bin Hasan putera pimpinan rombongan saudagar dengan Haizhen gadis anak tokoh setempat.

Mereka kemudian brekeluarga, hidup rukun dan damai, bersama-sama seluruh penduduk menyulam kebahagiaan dan masa depan nan indah. (L/R1).

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Angkatan Kedua, Sebanyak 30 WNI dari Suriah Kembali ke Tanah Air

Rekomendasi untuk Anda