myanmar-buddhist-conference-AP-360.jpg" alt="" width="360" height="270" border="0" />
Nay Phi Tau, 15 Rajab 1435/14 Mei 2014 (MINA) – Badan yang diatur pemerintah untuk para biksu Buddha menjadi tuan konferensi pertama dalam 19 tahun, menyatukan agama sembilan sekte lokal dengan isu kekhawatiran tentang ekstrimis Budha menargetkan agama-agama lain.
Pertemuan dua hari yang diikuti oleh 2.500 biksu dari seluruh negeri diselenggarakan oleh Organisasi Sangha Pusat Negara Myanmar yang berakhir pada Selasa kemarin. Demikian yang diberitakan oleh Rohingya News Agency (RNA) dan dipantau oleh Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Menteri Agama Hsan Sint mengatakan pertemuan itu diadakan untuk membahas bagaimana mencegah ekstremis dari infiltrasi ke dalam organisasi biarawan dan untuk mereformasi aturan-aturan dasar untuk mengatasi peningkatan jumlah biksu lebih dari setengah juta. Buddha di Myanmar sangat banyak, tetapi konflik kekerasan telah muncul dalam dua tahun terakhir dengan minoritas Muslim.
Para ahli mengatakan, biksu berpengaruh di Myanmar telah memperburuk ketegangan lama antara masyarakat Buddha dan Muslim di negara itu sejak kerusuhan meletus antara dua kelompok sejak 2012.
“Biksu Myanmar mungkin tidak memulai kekerasan tetapi mereka meningkatkan gelombang kekerasaan dengan cara menghasut banyak orang,” kata Michael Jerryson, seorang profesor studi agama dan asisten editor buku ‘Perang Buddha’, baru-baru ini dipublikasi pada 2010 menganalisis sisi kekerasan agama Buddha di Asia Tenggara dan bagaimana organisasi Buddha ada menggunakan agama dan retorika untuk mendukung penaklukan militer.
Sebagai contoh, gerakan kelompok “969” (angka penting dalam ajaran Buddha) adalah kampanye nasionalis anti-Muslim didirikan pada awal 2013 di Myanmar untuk melindungi identitas Buddha di Myanmar.
Tokoh pemimpin tersebut menuduh umat Islam menghina dan mencoba untuk mendominasi masyarakat Myanmar secara politik dan ekonomi. Pendukung kelompok ekstrim “969” memakai stiker mengidentifikasi keanggotaan mereka yang juga diposting di toko dan kios milik Buddhis untuk mendorong umat Buddha melakukan bisnis hanya dengan umat Buddha lainnya, dan mengutuk orang-orang yang membeli dari muslim.
Kelompok “969” segaja mengedarkan rekaman suaras kebencian mereka terhadap muslim di restoran dan toko-toko di seluruh negeri, termasuk pidato dari seorang biksu berpengaruh dan terkenal, U-Wirathu, yang telah memicu kecaman internasional dan berpidato lantang menunjukkan kebenciannya terhadap muslim, menurut berita lokal.
Menurut Jerryson, Walau pun idealisme dari kitab ajaran Buddha mendukung perdamaian cinta damai, perbedaan antara realitas dan ajaran mudah berkembang di saat kerawanan sosial, politik, dan ekonomi, seperti masa transisi menuju demokrasi di Myanmar.
Biksu semestinya bertindak sebagai pedoman moral yang utama dalam masyarakat Buddhisme Theravada yang dipraktekkan di negara-negara Asia Tenggara termasuk Myanmar, Sri Lanka, Thailand, Kamboja, dan Laos.
Human Rights Watch (HRW) mengungkapkan, pemerintah Myanmar tidak berbuat maksimal untuk membendung dan menghentikan pidato kebencian biksu lainnya di Myanmar.(T/P08/EO2)
–
Mi’raj Islaic News Agency (MINA)