BUDHA ARAKAN PROTES PEMBERIAN KEWARGANEGARAAN UNTUK ROHINGYA

Photo : Press Tv Warga Muslimin Rongyiha
Photo : Press Tv Warga Muslimin Rongyiha

Arakhan, 29 Dzulqadah 1435/24 September 2014 (MINA) – Budha Arakhan di kota Mybon mengadakan protes diam untuk mengekspresikan ketidaksenangan mereka atas keputusan pemerintah untuk memberikan kewarganegaraan terhadap 209 pengungsi Muslim di daerah tersebut, kata politisi Arakhan.

Anggota komite sentral dari Partai Nasional Arakan, Khin Maung Gyi yang dikutip Irrawaddy dan juga dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA) mengatakan, penduduk Arakan mengadakan protes untuk mengirim pesan ke Ketua Menteri Arakan Maung Maung Ohn yang menghadiri upacara memberikan kewarganegaraan kepada umat Islam pada Senin(22/9) lalu.

“Semua orang-orang kami mengadakan protes diam di kota selama peroses acara. Mereka menutup semua pintu dan tidak ada yang pergi keluar ataupun ke jalan, “katanya.

Populasi Buddha Arakan telah terlibat dalam konflik kekerasan komunal dengan minoritas Muslim , sekitar 140.000 dari mereka kehilangan tempat tinggal akibat kekerasan sejak 2012.

“Dari sudut pandang pribadi saya, saya tidak setuju dengan proses verifikasi nasional yang sedang berlangsung. Saya tidak bisa percaya tindakan mereka, “kata Khin Maung Gyi.

Dia menuduh “Bengali” (sebutan untuk Rohingya) mendapat kewarganegaraan di masa lalu dengan penipuan. Pihaknya mengatakan tokoh masyarakat meminta pemerintah untuk memeriksa mereka dengan hati-hati, tapi pemerintah tidak mendengarkan suara-suara dari tokoh masyarakat Budha.

Upacara pada Senin lalu memberikan kewarganegaraan kepada 40 Muslim, sementara 169 menerima kewarganegaraan naturalisasi, kata Khin Soe, seorang petugas di Departemen Imigrasi di ibukota Sittwe Negara Arakan. UU Kewarganegaraan Myanmar 1982 menawarkan hak kewarganegaraan kepada tiga kategori: warga negara, warga negara asosiasi dan warga naturalisasi.

Dia mengatakan ada “beberapa Kaman” Muslim di antara warga baru, sementara sebagian besar Rohingya. Khin Soe menambahkan 1.094 orang saat ini mengambil bagian dalam proses verifikasi nasional dan akan merima kewarganegaraan segera.

Kaman adalah minoritas Muslim yang diakui sebagai warga negara di bawah hukum 1982, tetapi hukum kontroversial itu dibuat oleh pemerintah, karenanya militer gagal untuk mengenali sekitar 1 juta yang tinggal di Negara Arakan utara sebagai sebuah kelompok etnis Myanmar.

Hukum membuat kelompok stateless (tanpa kewarganegaraan), sehingga mereka rentan terhadap pelanggaran hak asasi manusia dan meberikan berbagai pembatasan pada mereka, seperti pembatasan gerakan dan terbatasnya akses terhadap pelayanan pemerintah seperti kesehatan dan pendidikan.

Rohingya mengklaim mereka telah tinggal di negara Arakan Utara selama beberapa generasi dan mestinya memiliki hak kewarganegaraan, tetapi pemerintah bersikeras mereka imigran ilegal (Bengali) dari negara tetangga Bangladesh.

Kewarganegaraan Melalui Verifikasi Kebangsaan

Pemberian kewarganegaraan kepada umat Islam di Myebon adalah hasil dari proses verifikasi kewarganegaraan dari pemerintah, operasi dimulai tahun lalu yang disebabkan oleh kelangkaan informasi.

Proses ini melibatkan pejabat setempat, petugas imigrasi dan polisi bersenjata yang memasuki masyarakat mayoritas Muslim dan kamp-kamp pengungsi bagi umat Islam di utara Arakan dan meminta keluarga untuk menunjukkan surat-surat identitas dan leluhur mereka. Jika warga menolak untuk menerima istilah Bengali pada formulir verifikasi, maka akan tertolak.

“Petugas imigrasi memeriksa mereka dan memeriksa dokumen yang berisikan tentang kelahiran mereka, apakah orang tua mereka lahir di sini. kemudian kami menyebarkannya kepada otoritas yang ada di kota. Dan barulah toritas pusat memberikan kewarganegaraan,” katanya.

Sebagian besar minoritas Muslim di Arakan utara memanggil mereka dengan Rohingya. Dalam sensus penduduk yang didanai PBB pada Maret dan April lalu, tim sensus melewatkan semua rumah tangga yang menolak untuk menerima klasifikasi etnis sebagai Bengali dan sekitar 1 juta umat Islam tidak dimasukkan dalam daftar verifikasi.

Masyarakat internasional telah lama menekan pemerintah Myanmar menyelesaikan kewarganegaraan orang Rohingya dan tampaknya Naypyidaw ingin mengatasi masalah ini melalui proses verifikasi nasional, meskipun-seperti sensus-kemungkinan untuk tidak menganggap sebagian besar Rohingya.

Aung Win, seorang aktivis hak asasi Rohingya dan tokoh masyarakat dari Muslim Sittwe Aung Mingalar, mengatakan tidak jelas apakah Rohingya dapat memperoleh hak kewarganegaraan semuanya dalam proses verifikasi kewarganegaraan.

“Aku tidak suka proses ini karena tidak ada transparansi. Misalnya, negara-negara lain menawarkan kewarganegaraan setelah seseorang tetap selama 10 tahun di negara ini. Tapi berapa lama orang-orang harus menunggu mendapatkan kewarganegaraan, pemerintah tidak memberi tahu kami, “katanya.

Aung Win mengatakan ia memiliki sedikit harapan pada proses ini akan menawarkan solusi permanen untuk kewarganegaraan kelompok minoritas tersebut, paling tidak karena kebanyakan Rohingya menolak terdaftar sebagai Bengali.

Hla Myint, warga Muslim dari Myebon, salah seorang di antara 40 yang menerima kewarganegaraan. Ia mengatakan dirinya adalah seorang Rohingya tetapi terdaftar dipemerintahan sebagai Bengali untuk mendapatkan kewarganegaraan.

“Tercantum Bengali pada formulir verifikasi. Kami akan mendapatkan kebebasan melakukan perjalanan, dan mereka yang mendapat kewarganegaraan naturalisasi mungkin memiliki peluang bisnis,” katanya. “Mengenai proses verifikasi nasional ini, saya berpikir itu kesempatan yang baik bagi kami.”

Menurut Hla Myint, sekitar 3.000 pengungsi Muslim di Myebon telah mengajukan permohonan kewarganegaraan melalui proses verifikasi nasional, tetapi banyak dari mereka gagal mendapatkannya karena mereka kehilangan dokumen identitas mereka selama kekerasan antar-komunal, sementara beberapa menolak untuk mendaftar sebagai “Bengali.” (T/P004/R11)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Comments: 0