DUNIA sedang bergerak cepat. Era digital telah mengubah wajah kehidupan umat manusia. Informasi datang dari segala arah, teknologi menyalip detik, dan tantangan hidup bukan lagi soal fisik semata, tapi mental, emosi, dan daya tahan berpikir.
Di tengah pusaran zaman yang tak memberi ampun, sosok muslimat tak bisa lagi hanya menjadi bunga taman. Ia harus menjadi akar yang mengokohkan, bahkan batu penjuru yang menegaskan arah. Inilah masa di mana air mata bukan lagi senjata utama, tapi ilmu, keteguhan hati, dan kecerdasan adalah pilar utama yang harus dimiliki oleh setiap muslimat.
Tak sedikit muslimat yang masih terjebak dalam paradigma lama—bahwa perempuan cukup diam, cukup sabar, cukup menangis, cukup mengikuti. Padahal Rasulullah ﷺ membimbing para muslimat untuk berdaya, berilmu, dan berkontribusi. Lihatlah Khadijah binti Khuwailid, pebisnis tangguh yang menopang dakwah sejak awal.
Lihatlah Aisyah binti Abu Bakar, sosok cerdas yang meriwayatkan ribuan hadis dan menjadi rujukan ulama. Lihatlah Asma binti Abu Bakar, wanita pemberani yang menjadi mata rantai logistik hijrah Rasulullah. Mereka bukan wanita yang cengeng menghadapi hidup, mereka adalah muslimat yang tegar, tangguh, dan tercerahkan oleh ilmu.
Baca Juga: DPP Perempuan ICMI Desak Pemerintah Percepat Pemulihan Komnas Lansia
Jika dulu zaman menuntut fisik yang kuat, maka kini zaman menuntut mental yang tahan banting. Dunia digital menyajikan panggung luas, tapi juga ladang fitnah yang menyamar dalam senyum notifikasi. Banyak yang terjebak dalam gemerlap pencitraan, lupa mengisi batin dengan kedalaman. Banyak yang haus pengakuan, tapi kosong visi dan misi. Di sinilah tantangan muslimat masa kini: tetap kuat ketika dilemahkan, tetap cerdas ketika direndahkan, dan tetap berilmu meski dunia lebih memuja popularitas.
Tak ada waktu lagi untuk mengeluh, “Kenapa hidupku begini?” atau “Mengapa aku tak seperti dia?” Cukup! Ini bukan zamannya lagi. Dunia tidak akan berhenti untuk menunggu air mata kita kering. Hidup ini seperti sungai deras, siapa yang berhenti akan tenggelam. Maka muslimat harus berenang, bahkan belajar menyelam lebih dalam, mencari mutiara hikmah di balik gelombang ujian.
Menghadapi hidup bukan tentang menghindar dari masalah, tapi menghadirkan solusi dengan ketenangan hati. Bukan berarti muslimat tidak boleh menangis, tapi jangan biarkan air mata menenggelamkan kekuatan yang Allah titipkan dalam jiwa kita. Tangisan sesaat boleh, tapi jangan larut. Bangkitlah segera. Perjuangan tak akan pernah menunggu kesiapan kita, maka belajarlah kuat bahkan saat hati belum sepenuhnya siap.
Ilmu adalah senjata utama muslimat modern. Bukan hanya ilmu agama, tapi juga ilmu dunia yang mendukung kebermanfaatan. Era digital ini butuh muslimat yang melek teknologi, mampu membaca situasi, kritis terhadap informasi, dan bijak dalam bersikap. Jangan jadikan media sosial sebagai pelarian dari kenyataan, tapi jadikan ia ladang dakwah dan inspirasi. Jangan habiskan waktu dengan membandingkan hidupmu dengan postingan orang lain, tapi gunakan waktumu untuk meningkatkan kapasitas dirimu sendiri.
Baca Juga: Jadi Muslimah yang Tidak Kuper
Muslimat yang cengeng akan mudah goyah oleh komentar negatif, mudah runtuh oleh penolakan, dan mudah menyerah oleh tantangan. Tapi muslimat yang tegar akan tetap berdiri walau sendiri, tetap kuat meski disalahpahami, dan tetap bergerak meski tak terlihat. Sebab kekuatan bukan tentang banyaknya pendukung, tapi tentang dalamnya keyakinan bahwa Allah selalu bersama mereka yang berjuang.
Kecerdasan bukan hanya soal nilai akademik, tapi kemampuan membaca tanda-tanda zaman. Muslimat cerdas tahu kapan harus diam, kapan harus bicara, kapan harus bertahan, dan kapan harus melangkah. Ia tidak mudah diprovokasi, tidak gampang dipatahkan. Ia tahu bahwa setiap detik dalam hidup adalah kesempatan untuk berbuat baik, membangun diri, dan memberi manfaat bagi sesama.
Dan ilmu bukan hanya tentang buku dan gelar, tapi tentang hikmah dalam setiap pengalaman. Muslimat yang berilmu akan menjadikan setiap luka sebagai pelajaran, setiap kegagalan sebagai batu loncatan, dan setiap kesedihan sebagai penyaring keikhlasan. Ia terus belajar dari Al-Qur’an, hadis, dan kehidupan. Ia tidak membanggakan status, tapi terus mengasah kualitas. Ia sadar bahwa Allah mengangkat derajat orang-orang yang berilmu dan beriman.
Hidup ini memang berat, tetapi muslimat diciptakan dengan kekuatan jiwa yang istimewa. Seringkali kekuatan terbesar hadir dari mereka yang tampak lemah. Hati seorang muslimat yang dekat dengan Allah akan jauh lebih kokoh daripada benteng baja. Ketika ia bersandar penuh kepada Rabb-nya, maka dunia tak lagi menakutkan. Ia melangkah dengan yakin, karena tahu bahwa hidup bukan tentang siapa yang menangis paling keras, tapi siapa yang tetap tegar di tengah badai.
Baca Juga: Bangkitlah Muslimah, Allah Selalu Ada untukmu
Mari buka lembaran baru. Berhenti menyalahkan keadaan, berhenti menunggu diselamatkan. Jadilah muslimat yang menyelamatkan. Jadilah pelita dalam gulita. Bangkit dan buktikan bahwa perempuan dalam Islam bukanlah sosok yang lemah, tapi mereka adalah penjaga generasi, penggerak perubahan, dan pemikul peradaban. Kita tak butuh pujian dunia untuk menjadi hebat. Cukuplah ridha Allah sebagai puncak kemuliaan.
Jika hari ini engkau sedang berada di titik terendah, jangan kecil hati. Justru dari titik itulah biasanya Allah membentuk keajaiban. Bangkitlah! Belajarlah! Berjuanglah! Jangan biarkan rasa malas membungkus potensimu. Jangan biarkan rasa takut mengunci langkahmu. Tunjukkan pada dunia bahwa muslimat bisa kuat tanpa harus kehilangan kelembutan, bisa cerdas tanpa harus kehilangan adab, bisa berilmu tanpa harus kehilangan iman.
Generasi masa depan sedang menanti sosok muslimat yang berani. Bukan yang cengeng dan pasif, tapi yang kokoh dan inisiatif. Bukan yang sibuk mengeluh, tapi yang sibuk menebar ilmu. Mereka membutuhkan contoh, bukan sekadar cerita. Dan siapa lagi kalau bukan kita yang menjadi teladan itu?
Mulai hari ini, tancapkan dalam hati: aku muslimat, aku kuat, aku cerdas, aku berilmu. Tak ada ruang lagi untuk mengasihani diri sendiri. Tak ada alasan untuk menyerah pada keadaan. Karena aku diciptakan untuk menjadi cahaya, bukan bayang-bayang. Aku diciptakan untuk menjadi solusi, bukan sekadar saksi.
Baca Juga: Ketika Muslimah Bersandar pada Allah
Bukan zamannya lagi muslimat cengeng. Ini adalah zaman muslimat bangkit! Bangkit dari ketakutan, bangkit dari kemalasan, bangkit dari kejumudan. Saatnya kita menjadi muslimat yang berdiri di garis depan perjuangan—untuk diri, untuk keluarga, untuk umat, dan untuk kemuliaan Islam.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Menjadi Muslimah yang Dicintai Allah