“Perubahan klausul Pembaruan Sertifikat Halal menjadi Perpanjangan Sertifikat Halal mengakibatkan munculnya penambahan ayat baru, yakni ayat “self-declaration” di ayat tiga, sehingga membolehkan sertifikat halal diterbitkan tanpa melalui pemeriksaan ulang oleh LPH, sidang fatwa oleh MUI, dan verifikasi oleh BPJPH” ungkap Bukhori di Jakarta sebagaimana keterangan tertulis yang diterima MINA, Selasa (20/10).
Sebagai informasi, berikut sandingan antara UU No 33/2014 Jaminan Produk Halal (eksisting) dengan UU No 33/2014 Jaminan Produk Halal (Cipta Kerja).
(1) Sertifikat Halal berlaku selama 4 (empat) tahun sejak diterbitkan oleh BPJPH, kecuali terdapat perubahan komposisi Bahan.
(2) Sertifikat Halal wajib diperpanjang oleh Pelaku Usaha dengan mengajukan pembaruan Sertifikat Halal paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum masa berlaku Sertifikat Halal berakhir.
Baca Juga: BPJPH Tegaskan Kewajiban Sertifikasi Halal untuk Perlindungan Konsumen
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembaruan Sertifikat Halal diatur dalam Peraturan Menteri.
Sedangkan di dalam UU Cipta Kerja terdapat perubahan klausul di ayat (2), yang sebelumnya tertulis “Pembaruan” kemudian menjadi “Perpanjangan”. Akibatnya, terdapat penambahan ayat baru, yakni ayat (3) pada Pasal 42 (versi UU Cipta Kerja) sehingga berbunyi:
(1) Sertifikat Halal berlaku selama 4 (empat) tahun sejak diterbitkan oleh BPJPH, kecuali terdapat perubahan komposisi Bahan.
(2) Sertifikat Halal wajib diperpanjang oleh Pelaku Usaha dengan mengajukan perpanjangan Sertifikat Halal paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum masa berlaku Sertifikat Halal berakhir.
Baca Juga: BPJPH Tekankan Kembali Wajib Halal Telah Berlaku
(3) Apabila dalam pengajuan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pelaku Usaha mencantumkan pernyataan memenuhi proses produksi halal dan tidak mengubah komposisi, BPJPH dapat langsung menerbitkan perpanjangan sertifikat halal.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perpanjangan Sertifikat Halal diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketua DPP PKS ini menegaskan, konsekuensi dari perubahan pasal 42 tersebut adalah memungkinkan semua pelaku usaha baik yang berskala besar, menengah, kecil, dan mikro maupun pelaku impor yang ingin memperpanjang sertifikat halalnya berhak melakukan “self-declaration” produknya dan berhak langsung mendapatkan perpanjangan sertifikat halal.
Lantas, jika pembaruan menjadi perpanjangan hanya cukup dengan mencantumkan pernyataan memenuhi proses produksi halal dan tidak mengubah komposisi, maka siapa yang bisa menjamin bahwa produk tersebut memang tidak mengalami perubahan?
Baca Juga: UMK Wajib Sertifikasi Halal 17 Oktober 2026: Bagaimana dengan Produk Luar Negeri?
Lebih lanjut, Anggota Baleg Fraksi PKS ini meminta pemerintah lebih berhati-hati dalam menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP).
Dengan demikian, lanjutnya, mekanisme pengawasan produk halal harus dirancang secara cermat dan memadai agar perlindungan terhadap konsumen produk halal tidak terabaikan.
Baca Juga: BPJPH, MUI, dan Komite Fatwa Sepakati Solusi Masalah Nama Produk Halal