Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior MINA
“Sekitar dua bulan saya mencoba menyusun buku ini, dari data-data yang sudah saya kumpulkan beberapa tahun terakhir,” ujar Muchdir Alimin saat ditemui di stand Tabligh Akbar depan Masjid An-Nubuwwah Lampung.
Ia punya keinginan kuat bagaimana agar sejarah perintisan dan perjuangan Jama’ah Muslimin (Hizbullah) di kampung Islam internasional di Dusun Al-Muhajirun, Kelurahan Negararatu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, dapat dibaca masyarakat.
“Atas dukungan Imaamul Muslimin Yakhsyallah Mansur, maka kami coba susun dan terbitkan buku ini,” ujar Sekretaris Yayasan Al-Fatah dan Masjid An-Nubuwwah tersebut.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Buku berjudul “Sekilas Al-Muhajirun, Lampung, Indonesia” ini terdiri dari 86 halaman, 14 bab.
Pria kelahiran 1956 itu memulai bukunya dari Ta’aruf IV Jama’ah Muslimin (Hizbullah) Wilayah Lampung di Gedung Bioskop Azoka Pringsewu, Lampung, tahun 1974.
Dari situlah kemudian ada warga bernama Angga Sastrawiragena, Administratur NV Prayadipa, Negararatu, Natar, Lampung Selatan, menawarkan tanah untuk digunakan sebagai pesantren.
Angga menyampaikan setelah membaca salah satu sanduk Ta’aruf, dari 32 spanduk yang dipasang panitia di berbagai tempat.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
“Kalau antum mau membuat pesantren, bagus betul,” ujarnya saat itu kepada Pimpinan Jama’ah Muslimin (Hizbullah).
Terdorong keinginan membangun masyarakat wahyu, secara bersama-sama, warga Jama’ah Muslimin (Hizbullah) Wilayah Lampung atas restu Imaam Dr Syaikh Wali Al-Fattaah.
Tahun 1974 ikhwan-ikhwan pun mulai berhijrah ke kampung yang kemudian diberi nama Kampung “Al-Muhajirun”, seluas sekitar 80 hektar.
Muchdir dalam buku itu menulis, “Tahun 1975 hadir Bapak Muhyiddin Hamidy, dari Dewan Imaamah Pusat, memberikan nasihat kepada ikhwan-ikhwan dalam menghadapi ujian”.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Kini, lahan perkampungan Islam internasional Al-Muhajirun memiliki lahan seluas 92 hektar.
Imaam Dr Syaikh Wal Al-Fattaah menyebut kampung Al-Muhajirun dengan, “Pondok Pesantren Masyarakat Wahyu, sebagai keseluruhan aktivitas hidup dan kehidupan masyarakatnya didasarkan Al-Quran dan As-Sunnah, termasuk di dalamnya tarbiyah”. (Buku halaman 43).
Pembangunan Masjid
Di kampung Muhajirun awal, sebagai pusat kegiatan maka didirikanlah Masjid At-Takwa, begitu diberi nama, yang awanya adalah bedeng memanjang, ukuran 6 x 21 m.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Bangunan bedeng pun digotong dari luar kampung ke dalam perkampungan. Bahkan setelah dipindahkan pun tiangnya yang terbuat dari kayu pohon semat tumbuh tunas baru.
Seiring dengan perkembangan jumlah penduduk, tahun 1976 ukuran masjid diperluas menjadi 16 x 16 m. Hingga selanjutnya menjadi 4 x 24 m.
Kini, seiring perkembangan ikhwan-ikhwan dan santri-santri tarbiyah, terlebih jika ada kegiatan Tabligh Akbar seperti saat ini yang menghadirkan puluhan ribu jamaah. Maka dibangunlah masjid yang lebih besar lagi, di lokasi lain, Masjid An-Nubuwwah namanya.
Masjid An-Nubuwwah tercatat sebagai masjid terbesar di Provinsi Lampung, dengan luas dengan luas bangunan 3.526 m2 di atas lahan seluas 8.632 m2.
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Masjid yang peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Ketua MPR RI Zulkifli Hasan tahun 2014, ini mampu menampung jama’ah sekitar sepuluh ribu orang.
Tentu para pembaca layak menyimak buku “Sekilas Al-Muhajirun, Lampung, Indonesia” yang disusun Muchdir Alimin. (A/RS2/R01)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa