Benghazi, 23 Dzulhijjah 1435/18 Oktober 2014 (MINA) – Bulan Sabit Merah di Libya menyerukan gencatan senjata di timur kota Benghazi untuk memungkinkan evakuasi keluarga yang terperangkap akibat pertempuran jalanan antara aliansi kelompok-kelompok milisi dan pasukan pro-pemerintah.
Bank, kantor pemerintah, supermarket dan beberapa rumah sakit ditutup di kota terbesar kedua Libya itu pada Kamis (16/10), hari kedua bentrokan, Al Jazeera yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Jumat.
Pesawat tempur yang penduduk kota katakan adalah milik Mesir, terus membom titik yang diduga posisi milisi, yang ingin menerapkan hukum Islam di negeri itu.
Petugas medis mengatakan, korban tewas akibat dua hari pertempuran meningkat menjadi sedikitnya 17 orang, setelah empat mayat dibawa ke rumah sakit pada Kamis. Salah satu rumah sakit kehabisan obat-obatan.
Baca Juga: Erdogan Umumkan ‘Rekonsiliasi Bersejarah’ antara Somalia dan Ethiopia
Pasukan yang setia kepada purnawirawan Jenderal Khalifa Haftar dan bersekutu dengan tentara, melancarkan serangan pada Rabu untuk menguasai kembali kota setelah Al-Qaeda Ansar Al-Syariah dan kelompok bersenjata lainnya menyerbu beberapa kamp militer dan mendekati bandara.
Tembakan terdengar di beberapa daerah, memaksa warga untuk tetap tinggal di dalam rumah.
“Kami mendesak semua pihak untuk gencatan senjata, walau hanya untuk satu jam, untuk memungkinkan evakuasi keluarga dari rumah-rumah mereka,” Bulan Sabit Merah cabang Benghazi mengatakan dalam sebuah pernyataan.
“Kami telah menerima puluhan pesan dari warga yang meminta dievakuasi keluarganya,” katanya di situs Facebook.
Baca Juga: Afsel Jadi Negara Afrika Pertama Pimpin G20
Pasukan Haftar dan militer mengatakan, mereka berhasil mengambil penuh kontrol kamp milisi Brigade Martir 17 Februari, pasukan saingan mantan jenderal yang beroperasi di beberapa bagian Benghazi.
Komandan Pasukan Khusus Wanis Bukhamda mengatakan kepada Reuters, wilayah bandara berada di bawah kontrol penuh militer setelah Ansar Al-Sharia mundur.
Tiga tahun setelah tersingkirnya Muammar Gaddafi sebagai Pemimpin L:ibya, gejolak tetap terjadi di kota pelabuhan itu, di mana juga berada beberapa perusahaan minyak.
Nasib Benghazi menggarisbawahi ketidakmampuan pemerintah pusat untuk mengendalikan faksi bersenjata yang pernah memperjuangkan Gaddafi dan sekarang bertempur untuk rampasan sesudah perang.
Baca Juga: Rwanda Kirim 19 Ton Bantuan Kemanusiaan ke Gaza
Menurut Badan Pengungsi PBB, bentrokan antara milisi memaksa 287.000 orang mengungsi dari rumahnya, termasuk 100.000 orang yang melarikan diri ke pinggiran Tripoli.
Negara tetangga Libya dan negara-negara Barat khawatir, negara itu sedang menuju perang saudara besar-besaran di mana pemerintah yang lemah tidak mampu menantang brigade mantan oposisi bersenjata yang kini menentang pemerintah.
Panggung politik Libya terbagi antara pendukung Kongres Nasional Umum (GNC) di Tripoli dan saingannya DPR yang pindah ke kota pelabuhan Tobruk.
Perdana Menteri Abdullah al-Thinni dan DPR pindah ke Tobruk setelah pejuang ‘Libya Dawn’ mengambil alih ibukota dan menghidupkan kembali GNC. (T/P001/P2)
Baca Juga: Korban Tewas Ledakan Truk Tangki di Nigeria Tambah Jadi 181 Jiwa
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Presiden Afsel Minta Dunia Tekan Israel Hentikan Serangan di Gaza