Bulan Suci" width="264" height="191" />oleh Syarif Hidayat*
BULAN SUCI RAMADAN ADALAH WAKTU SEMPURNA UNTUK MEMPROMOSIKAN ISLAM – UMAT MUSLIM DISARANKAN UNTUK MEMBUKA PINTU BAGI TETANGGA MEREKA YANG NON-MUSLIM
Bulan suci Ramadhan merupakan waktu yang tepat untuk mempromosikan Islam. Itulah sebabnya umat Islam didorong untuk berbagi semangat Ramadhan dengan teman-teman Muslim dan tetangga non-Muslim dengan mengambil bagian dalam sebuah inisiatif yang bertujuan meruntuhkan penghalang dan memupuk semangat berhubungan baik dan bertetangga baik antara masyarakat Muslim dan non-Muslim, terutama di negara-negara mayoritas non-Muslim di Barat. Kaum Muslim dianjurkan untuk membuka pintu kepada tetangga tetangga yang non-Muslim misalnya dengan mengundang mereka untuk ikut berbuka puasa.
Islam adalah agama yang indah, penuh hikmat dan harmoni. Jika agama yang indah diikuti dengan benar oleh pengikutnya maka seorang Muslim yang khas hanya akan menjadi contoh yang bagus untuk diikuti. Anda mungkin percaya ini atau tidak! Tapi sopan santun merupakan bentuk terbaik dari Dakwah Islam. Jika kita bertanya kepada diri sendiri, bagaimana jika seseorang berjalan kesana kemari memanggil orang untuk mengikuti Islam dan menyembah Allah, namun ia tidak memiliki sopan santun sama sekali, apakah akan ada yang mengikutinya? Atau bahkan mendengarkannya? Jawabannya, pasti tidak ada, Itu pasti.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Tidak ada yang akan bersedia untuk mengikuti cara hidup seperti orang tersebut. Bahkan jika ia begitu fasih dalam pidatonya dan tidak peduli seberapa baik ia menggambarkan Islam sebagai agama terbaik di muka bumi, tetapi jika tindakannya bertentangan dengan ucapan dan agamanya maka tidak ada yang akan mendengarkan dia. Orang cenderung percaya tindakan lebih dari pidato dan itu adalah sifat manusia sebagaimana ungkapan yang menyebutkan bahwa “Actions speak louder than word” (Tindakan berbicara lebih nyaring daripada kata-kata).
Kita perlu mengingatkan diri kita sendiri bahwa Islam tersebar ke banyak negara -selama tahap awal penyebarannya dulu- seperti ke India dan Asia timur jauh melalui pedagang Arab Muslim yang menunjukkan perilaku terbaik dari mereka khususnya di bidang perdagangan dengan orang-orang dari negara-negara tersebut. Kejujuran dan tindakan mereka begitu dikagumi oleh orang-orang dari negara-negara tersebut sehingga mereka tertarik untuk memeluk agama Islam. Anda tidak bisa berkeliling memberitakan orang untuk memeluk agama kejujuran saat Anda tidak jujur! Anda tidak dapat menyarankan orang-orang tentang moralitas dalam Islam ketika Anda tidak mengikuti setiap moral! Tidak ada yang akan percaya apa yang Anda katakan karena perilaku Anda tidak masuk akal bagi mereka!
Contoh lain dari hal ini adalah kisah seorang Yahudi, tetangga Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam yang suka membuang sampah di depan pintu rumahnya. Suatu hari, Nabi tidak menemukan sampah. Hari berikutnya ia juga tidak menemukan sampah, sehingga ia bertanya tentang orang Yahudi itu. Nabi akhirnya mengetahui bahwa orang Yahudi tetangganya itu sakit. Dia kemudian mengunjungi orang Yahudi yang sakit itu dan mencoba untuk membuatnya merasa lebih baik. Akibat tindakan kebaikan Nabi tersebut, orang Yahudi itu menjadi Muslim.
Kebaikan bagi Tetangga Non-Muslim
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
El-Sayed M. Amin dalam artikelnya berjudul: “Kindness to a Non-Muslim Neighbor – Tips for Interaction” (Kebaikan kepada Tetangga Non-Muslim – Tips untuk Berinteraksi” yang diterbitkan pada www.islamonline.net, menulis “Tetangga memegang status khusus dalam Islam.” Islam mendorong umatnya untuk memperlakukan tetangga mereka dengan cara yang lembut yang mencerminkan semangat sejati dan asli Islam sebagaimana dicontohkan dalam aspek tolerannya terutama terhadap para pemeluk agama lain.
Tidak ada yang membedakan apakah tetangga itu Muslim atau non-Muslim. Aisyah RA, Ummul Mukminin, (Semoga Allah menyayangi beliau) menyatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Wahai Rasulullah! Aku punya dua tetangga. Untuk siapakah aku mengirim hadiah saya? “ Dia berkata, “Untuk seseorang yang gerbang/pintunya dekat dengan Anda.”
Hal ini jelas dari Hadis Nabi tersebut bahwa Muslim didorong untuk tidak hanya memperlakukan tetangga dengan ramah, tetapi juga untuk bertukar binkisan atau hadiah dengan mereka. Kata-kata hadis tersebut tidak menunjukkan apakah seseorang dengan siapa harus bertukar hadiah apakah seorang Muslim atau tidak. Bahkan telah dilaporkan bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memiliki tetangga yang biasa menyakitinya dan menghinanya pada setiap pertemuan. Namun kemudian beberapa hari berlalu Nabi tidak menemui orang yang suka menghina tersebut.
Berpikir bahwa harus ada beberapa alasan di balik tidak adanya pria itu, maka Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mengunjungi orang itu dan menemukan dia sedang sakit. Pria itu bertanya-tanya bagaimana Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bisa membalas perlakuan buruk terhadapnya dengan perilaku yang begitu mulia. Baginya, akhlak mulia seperti yang diajarkan oleh Islam itu benar-benar baru.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Jika tetangga Anda adalah Muslim dan kerabat, maka mereka memiliki tiga hak pada Anda: hak tetangga, hak kerabat, dan hak beragama yang sama. Jika mereka non-Muslim dan kerabat, maka ada dua hak untuk mereka: hak tetangga dan kerabat. Dan jika mereka non-Muslim dan di luar keluarga, Anda berutang kepada mereka hanya hak tetangga saja.