Oleh Dewi Indriani B, Ibu Rumah Tangga Menetap di Depok
Suatu ketika di sebuah boarding school, ada banyak kasus yang menimpa sejumlah siswa di sana. Penyebabnya seorang siswa yang kerap melakukan kenakalan terhadap sesama peserta didik. Dia sudah dua kali baku hantam dengan anak yang sama, dengan provokasi dari pihaknya. Sempat juga mempengaruhi siswa lain supaya tidak bergaul dengan musuhnya. Pernah juga ia menyebabkan seorang siswa sampai cedera retak tulang ekornya.
Beberapa wali murid mengeluhkan kenakalan siswa ini karena anak mereka menjadi korban di grup WhatsApp orangtua. Namun, orangtua siswa dimaksud, tidak terima dan menganggap itu fitnah via sosmed dan malah melaporkan ke sekolah serta ke dinas pendidikan setempat sebagai pelanggaran UU ITE.
Dari kasus ini, ada hal yang semestinya berperan menjembatani permasalahan itu: Komite sekolah. Namun, saat kasus bergulir, tidak ada peran komite dimaksud menyelesaikan kasus. Lalu, apa sebenarnya peran komite sekolah? Apakah mereka hanya berfungsi sebagai pengumpul dana dari para orang tua, atau ada tanggung jawab yang lebih signifikan?
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Permendikbud 75 Tahun 2016 menyebutkan tugas komite sekolah, salah satunya adalah melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya dalam rangka memberikan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan.
Dalam tulisan ini hanya akan menggarisbawahi fungsi yang jarang diulik yakni mengawasi pendidikan di sekolah seusai peraturan dan undang undang yang berlaku. Serta menindaklanjuti keluhan, kritik saran, dan aspirasi dari peserta didik.
Oleh karena itu, Komite sekolah seharusnya berperan sebagai jembatan antara orang tua dan pihak sekolah, mewakili aspirasi wali murid dan menyeimbangkan kebijakan pendidikan. Dalam konteks ini, wali murid bisa dianggap sebagai “konsumen,” di mana keinginan mereka seharusnya menjadi prioritas utama.
Komite sekolah, yang terdiri dari orang tua yang dipilih oleh rekan-rekannya, memiliki tanggung jawab untuk membela kepentingan anak-anak didik. Namun, tidak semua suara yang disampaikan oleh orang tua selalu berfokus pada kepentingan siswa. Di sinilah pentingnya komite untuk memilah dan menetapkan prioritas yang benar-benar relevan dan dapat diimplementasikan oleh sekolah.
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Komite sekolah juga berfungsi sebagai pembela atau mediator ketika terjadi ketegangan antara orang tua dan sekolah, sehingga semua pihak dapat mendapatkan tempat yang layak. Oleh karena itu, keterampilan manajemen konflik menjadi sangat penting bagi mereka dalam menangani dinamika yang muncul di lingkungan pendidikan.
Komite biasanya dibentuk dari koordinator kelas (korlas) yang terpilih oleh wali murid. Sekolah kemudian menunjuk beberapa di antaranya untuk mengisi posisi penting, seperti ketua, sekretaris, dan bendahara. Namun, ada juga sekolah yang memilih ketua komite berdasarkan sumbangan atau prestasi akademik anak. Kedua pendekatan ini bisa berjalan beriringan.
Penting untuk segera menetapkan tugas-tugas komite agar mereka tidak hanya berfungsi sebagai alat bagi sekolah. Salah satu langkah awal yang efektif adalah melakukan polling untuk mengumpulkan masukan dan keluhan dari para wali murid terkait kebijakan yang ada. Dengan cara ini, suara mereka akan lebih terdengar, terutama jika aspirasi tersebut sejalan dengan keinginan mayoritas.
Sebagai contoh, jika ada kasus bullying atau perundungan yang melibatkan sekelompok siswa, keluhan dari wali murid yang mewakili suara mayoritas akan lebih mungkin direspons oleh sekolah. Sebaliknya, keluhan yang disampaikan oleh satu orang tua atau korban sendiri mungkin tidak mendapatkan perhatian yang sama, karena sekolah cenderung ingin menjaga citra mereka. Malahan berbalik, orangtua yang mengeluhkan dianggap memfitnah.
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Komite sekolah juga perlu diawasi oleh wali murid yang kritis, karena ada potensi konflik kepentingan. Anggota komite yang memiliki hubungan bisnis dengan sekolah bisa berisiko mengutamakan kepentingan sekolah di atas kepentingan wali murid, sehingga mengurangi fungsi check and balance.
Selanjutnya, mekanisme kerja komite sekolah perlu dievaluasi, apakah melalui rapat forum wali murid atau kesepakatan internal komite sebelum berkomunikasi dengan pihak sekolah. Semua ini bertujuan agar komite sekolah benar-benar mewakili kepentingan wali murid dan siswa sebagai konsumen utama dalam pendidikan.
Melibatkan orang tua dan komunitas dalam upaya penanganan bullying sangat penting. Komite sekolah dapat mengadakan pertemuan rutin dengan orang tua untuk membahas kebijakan dan langkah-langkah penanganan bullying. Selain itu, kemitraan dengan lembaga masyarakat, seperti polisi, layanan kesehatan mental, dan organisasi nirlaba, dapat memperkuat upaya pencegahan dan penanganan bullying.
Komite sekolah harus terus memantau dan mengevaluasi efektivitas kebijakan dan program anti-bullying yang diterapkan. Ini dapat dilakukan melalui survei siswa, laporan insiden, dan analisis data lainnya. Evaluasi ini penting untuk mengetahui apakah kebijakan yang ada efektif atau perlu disesuaikan.
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Komite sekolah memainkan peran krusial dalam menciptakan lingkungan yang bebas dari bullying. Melalui kebijakan yang jelas, pendidikan dan pelatihan, dukungan untuk korban dan pelaku, keterlibatan orang tua dan komunitas, serta monitoring yang berkelanjutan, komite sekolah dapat memastikan bahwa setiap siswa merasa aman dan dihargai di lingkungan sekolah.
Penanganan bullying yang efektif tidak hanya meningkatkan kesejahteraan individu siswa, tetapi juga membangun budaya sekolah yang positif dan inklusif. Tentu, tidak bisa dilakukan sepihak. Semua unsur pendidikan termasuk komite sekolah punya andil tanggungjawab memutus rantai bullying di sekolah. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Menjaga Akidah di Era Digital