Bumi Palestina Milik Bangsa Palestina Bagian I (Imaam Yakhsyallah Mansur dan Ali Farkhan Tsani)

Oleh : Imaam dan , Keduanya Duta Al-Quds Internasional

Pengantar

Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

يَا قَوْمِ ادْخُلُوا الْأَرْضَ الْمُقَدَّسَةَ الَّتِي كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَرْتَدُّوا عَلَىٰ أَدْبَارِكُمْ فَتَنْقَلِبُوا خَاسِرِينَ

Artinya : “Hai kaumku, masuklah ke tanah suci () yang telah ditetapkan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi.” (QS Al-Maidah [5]: 21).

Pada ayat ini Allah menyebutkan wilayah Palestina sebagai  “Ardhul Muqaddasah”, artinya tanah yang disucikan.

Mufassir menjelaskan maksudnya adalah tanah tersebut suci dari kesyirikan dan dijadikan tempat tinggal untuk para Nabi dan Rasul utusan Allah serta orang-orang yang beriman kepada Allah.

Pada ayat lain Allah berfirman :

وَإِذْ قِيلَ لَهُمُ اسْكُنُوا هَٰذِهِ الْقَرْيَةَ وَكُلُوا مِنْهَا حَيْثُ شِئْتُمْ وَقُولُوا حِطَّةٌ وَادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا نَغْفِرْ لَكُمْ خَطِيئَاتِكُمْ ۚ سَنَزِيدُ الْمُحْسِنِينَ

Artinya : “Dan (ingatlah), ketika dikatakan kepada mereka (Bani Israil): “Diamlah di negeri ini saja (Baitul Maqdis) dan makanlah dari (hasil bumi)-nya di mana saja kamu kehendaki”. Dan katakanlah: “Bebaskanlah kami dari dosa kami dan masukilah pintu gerbangnya sambil membungkuk, niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu”. Kelak akan Kami tambah (pahala) kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS Al-A’raf [7]: 161).

Adapun ayat ini, mengingatkan tentang nikmat-nikmat Allah kepada Bani Israil (anak-anak keturunan Nabi Ya’qub ‘Alaihis Salam).

Ayat ini menyatakan, setelah Bani Israil selamat dari tersesat di padang pasir, mereka diperintahkan untuk tinggal di Baitul Maqdis, kota suci yang dijanjikan oleh Allah. Mereka juga dipersilakan makan dari hasil buminya, dengan catatan agar berdoa terbebas dari dosa-dosa dan memasuki pintu gerbangnya sambil membungkuk, atau bersujud dengan penuh kerendahan hati.

Namun kemudian mereka bukannya bersyukur dengan taat kepada Allah, tetapi malah berbuat dzalim. Maka kemudian Allah menimpakan azab kepada mereka disebabkan kedzaliman mereka.

Atas Tanah Yang Dijanjikan

Berkaitan dengan Surat Al-MAidah ayat 21, para petinggi Zionis Yahudi mengklaim bahwa tanah Palestina dan keseluruhan Syam menjadi tanah yang dijanjikan Tuhan untuk mereka.

Seperti dinyatakan Benjamin Netanyahu dalam klaimnya yang mengatakan bahwa analisis DNA (deoxyribonucleic acid) menunjukkan orang-orang Palestina kuno berasal dari Eropa selatan, lebih dari 3.000 tahun yang lalu.

Dalam pernyataan yang dimuat di media Youm7 edisi Senin, 8 Juli 2019, Netanyahu menukil Al-Kitab yang menyebutkan tidak ada hubungan antara orang Palestina kuno dengan orang Palestina kini. Dia hendak mengklaim bahwa karena itu tanah Palestina adalah tanah milik mereka, tanah yang dijanjikan Tuhan kepada mereka.

Tentu saja, pernyataan Netanyahu itu langsung dikecam keras oleh Kementerian Luar Negeri Palestina yang menyebutkan, klaim itu adalah bagian dari kampanye Zionis untuk menghapus keberadaan bangsa Palestina dari tanah airnya sendiri. Klaim itu juga sekaligus untuk mengokohkan penjajahannya di wilayah Palestina.

Dengan klaim Netanyahu tersebut, pemerintah Zionis garis keras semakin menyasar perluasan pemukiman illegal di Tepi Barat sebagai daftar prioritasnya. Israel juga  hendak mencaplok wilayah pendudukan lebih luas lagi, di tengah normalisasi dengan beberapa negara Arab dan Afrika, yang hanya menguntungkan Israel sendiri. Proposal normalisasi yang diharapkan mampu menekan aksi-aksi pendudukan, ternyata tak berdampak sama sekali.

Buktinya, pendudukan Israel terus membangun puluhan pemukiman illegal Yahudi di Tepi Barat, yang menampung sekitar 500.000 warga Israel. Mereka tinggal berdampingan dengan sekitar 2,5 juta warga Palestina.

Baca Juga:  Sejarah Hardiknas, Mengenang Bapak Pendidikan Indonesia 

Lebih dari itu, Zionis juga terus melakukan progress dalam mewujudkan rencananya mendirikan ruang baru untuk layanan ritual. Yakni dengan menghancurkan sebagian bangunan di Tembok Buraq, kawasan Masjid Al-Aqsa, sebagai bagian dari siasat Yahudisasi Kota Al-Quds.

Pemerintah Zionis terutama dalam kekuasaan Netanyahu memang secara sistematis terus berupaya untuk menghancurkan Masjid Al-Aqsa, dengan dalih untuk membangun kembali kuil sinagog Temple of Solomon. Kuil yang mereka klaim dengan dusta, terletak di bawah Masjid Al-Aqsa.

Hal itu pula yang membuat Netanyahu dengan arogansinya kembali menyerang wilayah , yang tidak dapat ditaklukkannya selama ini.

Netanyahu dengan segala kepongahannya bermaksud untuk menunjukkan kepada warga Israel, bahwa dirinya adalah orang yang dapat diandalkan di masa-masa sulit dan di saat-saat bersejarah.

Namun kemenangan dalam permainan yang dirancangnya, tak mudah didapatkan. Peluncuran ratusan roket-roket baru, yang belum pernah ada, mampu menjangkau kota-kota besar Israel. Iron Dome tak efisien lagi menahan gempuran bertubi-tubi serangan dari Jalur Gaza. Sirine pun berbunyi sahut-sahutan. Warga Israel panik. Lalu memprotes pemerintahnya tak becus menghadapi para pejuang Gaza.

Netanyahu pun menyerah dengan menerima gencatan senjata yang dimediasi Mesir. Sementara aksi protes tiap akhir pekan terhadap pemerintahan Netanyahu, masih saja terus berlangsung hingga pekan ke-17 berturut-turut.

Sejatinya juga, pengamat politik menyebutkan, serangan ke Jalur Gaza bukan hanya ingin melumpuhkan kekuatan persenjataan militer faksi-faksi perlawanan. Terutama sayap militer Jihad Islam dan .

Pendudukan pun hendak mencaplok wilayah Jalur Gaza, yang secara umum tanahnya berasal dari pelapukan batuan dan bahan-bahan organik dari tumbuhan dan hewan yang telah lapuk bercampur dengan pasir, sehingga menjadi tanah yang subur.

Dari total luas wilayah Jalur Gaza 365 km2, seluas 267 km2 merupakan lahan pertanian produktif yang subur.

Ini pun sesungguhnya menjadi incaran pendudukan, bagaimana menguasai wilayah yang dapat dijadikan sebagai pensuplai bahan makanan.

Lebih jauh lagi, Jalur Gaza juga memiliki ladang gas alam, terutama yang terletak di lepas pantai Gaza, yang disebut sebagai ladang sumur Gaza Marine. Rencana Israel adalah ingin mengambil alih ladang gas Jalur Gaza untuk mengintegrasikannya dengan instalasi ladang gas lepas pantai Israel.

Instalasi ini akan menghubungkan koridor pengangkutan bahan bakar Israel yang terbentang dari pelabuhan Eilat terminal pipa minyak di Laut Merah, hingga pelabuhan laut, terminal jalur pipa di Ashkelon, lalu menuju utara yaitu ke Haifa.

Terakhir, jaringan itu akan terhubung dengan jalur pipa yang akan dibuat Israel dengan membujuk kerjasama dengan Turki, yaitu di pelabuhan Ceyhan, Turki. (Agresi Militer Israel Ke Jalur Gaza Tahun 2008-2009, Agus Sugianto dan Sutjitro, Artikel Hasil Penelitian Mahasiswa Jurusan Pendidikan Ilmu Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jember, tahun 2013).

Tidak kalah pentingnya adalah wilayah Jalur Gaza secara geografis juga sangat strategis, terutama di daerah perbukitan Jabaliya Barat dan Jabaliya Timur. Wilayah ini memiliki sumber air bawah tanah yang melimpah.

Wilayah Jalur Gaza yang terletak di sebelah Barat Daya pendudukan Israel, dipandang sebagai penghalang bagi Israel untuk mengakses pantai selatan Palestina.

Wilayah pantai Jalur Gaza ini merupakan wilayah yang landai dengan ombak yang tenang, karena terletak di Teluk Mediterania. Sehingga memungkinkan pelabuhan Jalur Gaza bisa beroperasi sepanjang tahun. Dengan kondisi ini memungkinkan kapal-kapal dagang dapat merapat di pelabuhan Jalur Gaza. Begitulah, wilayah pantai Jalur Gaza sangat berpotensi sebagai pusat perdagangan dunia.

Baca Juga:  Fenomena Masyarakat Barat Dukung Palestina

Sementara wilayah perdagangan Israel, terutama terpusat di pantai utara Israel. Wilayah pantai Israel berbentuk lurus memanjang dari utara ke selatan. Angin dari Samudera Mediterania bebas berhembus sangat kencang menuju Israel, terutama pada musim dingin.

Sehingga pelabuhan-pelabuhan Israel tidak bisa dipakai sepanjang tahun. Jika Israel bisa menguasai Jalur Gaza, maka wilayah pantai Jalur Gaza akan terhubung dengan wilayah pantai Israel. Ini akan mempermudah perdagangan Israel dengan Mesir sebagai gerbang Afrika, negara-negara Arab (Asia) dan negara-negara Eropa.

Jika kita tarik ke belakang, bagaimana pendudukan Israel terus menjajah, menganeksisasi, memblokade dan merampas tanah dan kekayaan Palestina. Mereka mengkalimnya sebagai pelaksanaan dari janji Tuhan mereka.

Dalam klaim pendirian negara Israel Raya, Theodor Herzl pendiri gerakan zionisme internasional, menyatakan pada tahun 1904 bahwa wilayah Palestina dan sekitarnya adalah tanah yang dijanjikan (The Promised Land atau Ardhul Mi’ad /أرض الميعاد). Batasnya bukan hanya wilayah Palestina yang dirampas dan diduduki saat ini, termasuk sekitarnya.

Mereka mengklaim pendirian mereka, “Tanahmu, Hai Israel, dari Efrat sampai Sungai Nil”. (Ardhuki ya israil baynal furat wan nil – أرضك يا إسرائيل من الفرات إلى النيل).

Pandangan ideologis geopolitik ini mengacu pada perbatasan yang diinginkan oleh negara Yahudi, yang mengacu pada Negara Israel Raya (The Greater Land of Israel). Istilah ini menjadi populer setelah perang tahun 1967, merujuk pada keinginan untuk menerapkan kedaulatan Israel di wilayah-wilayah di luar Garis Hijau.

Istilah ini kemudian dikaitkan dengan proyek-proyek pemukiman illegal Yahudi di Dataran Tinggi Golan, Lembah Yordan, Tepi Barat, dan Jalur Gaza.

Dalam perspektif Zionis Yahudi, ayat-ayat di dalam Al-Quran diklaim untuk menguatkan keyakinan mereka bahwa bumi Palestina adalah tanah yang dijanjikan Tuhan untuk mereka. Keyakinan yang mereka pahami berdasar ayat-ayat setema dalam Kitab Taurat, yang tentu tidak asli lagi. Atas dasar itu seolah-olah opini publik dibuat untuk memaklumi aksi pendudukan Yahudi atas bumi Palestina.

Padahal jika kita kaji lebih mendalam, secara dzahir kedua ayat tersebut, justru ayat-ayat itu (terutama Al-Maidah ayat 21), menjadi dalil (hujjah), bahwa tidak satu jengkal pun tanah Palestina berhak mereka duduki.

Lafadz التي كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ pada ayat pertama (Al-Maidah: 21) seperti disebutkan Imam Ath-Thabari, mengandung makna “yang Allah berikan untuk kalian”. Sedangkan Al-Sa’di menafsirkannya “yang Allah perintahkan kepada kalian”.

Tafsir tersebut sama sekali tidak menunjukkan atau membuktikan bahwa orang-orang Yahudi Israel adalah bangsa yang berhak mendudukinya.

Perintah tersebut, untuk memasuki Kota Al-Quds dan mendiaminya,  berlaku terbatas waktu dan bersyarat. Selama mereka belum memasukinya, ketetapan Allah terus berlaku.

Pada faktanya, Bani Israel sepeninggal Nabi Musa, di bawah kepemimpinan Nabi Yusa’ bin Nun, murid Musa, telah menuntaskan perintah itu. Mereka memasuki Palestina dan menempatinya. Sehingga urusannya telah selesai. Ketetapan Allah tersebut telah berakhir.

Selain itu mereka yang berhak memasukinya adalah dengan syarat beriman kepada Allah. Atas dasar keimanan dan kesabaran itulah Allah karuniakan mereka hak untuk tinggal di tanah suci itu. Demikian seperti dijelaskan pada ayat lainnya :

قَالَ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِ اسْتَعِينُوا بِاللَّهِ وَاصْبِرُوا ۖ إِنَّ الْأَرْضَ لِلَّهِ يُورِثُهَا مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ ۖ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ

Baca Juga:  Ammo Baba, Pelatih Bola Legendaris Irak

Artinya : “Musa berkata kepada kaumnya: “Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah; sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa”. (QS Al-A’raf [7]: 128).

Pada ayat lain disebutkan :

  وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِي الزَّبُورِ مِنْ بَعْدِ الذِّكْرِ أَنَّ الْأَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصَّالِحُونَ

Artinya : “Dan sungguh telah Kami tulis didalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini (Palestina) dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh.” (QS Al-Anbiya [21]: 105).

Pada ayat lain juga dikatakan :

وَأَوْرَثْنَا الْقَوْمَ الَّذِينَ كَانُوا يُسْتَضْعَفُونَ مَشَارِقَ الْأَرْضِ وَمَغَارِبَهَا الَّتِي بَارَكْنَا فِيهَا ۖ وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ الْحُسْنَىٰ عَلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ بِمَا صَبَرُوا ۖ وَدَمَّرْنَا مَا كَانَ يَصْنَعُ فِرْعَوْنُ وَقَوْمُهُ وَمَا كَانُوا يَعْرِشُونَ

Artinya : “Dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah ditindas itu, negeri-negeri bahagian timur bumi dan bahagian baratnya (Syam) yang telah Kami beri berkah padanya. Dan telah sempurnalah perkataan Tuhanmu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka. Dan Kami hancurkan apa yang telah dibuat Fir’aun dan kaumnya dan apa yang telah dibangun mereka.” (QS Al-A’raf [7]: 137).

Atas dasar itu, bumi yang diberkahi itu hanya berhak ditempati oleh orang-orang yang shalih. Bani Israil atau Bani Ya’qub yakni anak keturunan Nabi Ya’qub, pada dasarnya berhak menempatinya, selama mereka beriman kepada Allah dan Kitab Taurat yang menyebutkan datangnya Nabi Muhammad Shallallahu ’Alaihi Wasallam. Bukan Zionis Israel saat ini, yang belum tentu anak keturunan Nabi Ya’qub. Mereka saat ini adalah orang-orang yang datang dari berbagai negara, yang ingkar kepada Tuhan, bahkan suka membuat kerusakan di muka bumi.

Mereka justru ingkar kepada Tuhannya, mengubah-ubah isi Taurat yang asli, dan enggan mengimani kenabian Muhammad Shallallahu ’Alaihi Wasallam. Allah memperingatkan pengingkaran mereka pada ayat :

  فَبَدَّلَ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ قَوْلًا غَيْرَ الَّذِي قِيلَ لَهُمْ فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ رِجْزًا مِنَ السَّمَاءِ بِمَا كَانُوا يَظْلِمُونَ

Artinya : “Maka orang-orang yang zalim di antara mereka itu mengganti (perkataan itu) dengan perkataan yang tidak dikatakan kepada mereka, maka Kami timpakan kepada mereka azab dari langit disebabkan kezaliman mereka.” (QS Al-A’raf [7]: 162).

Sekiranya mereka patuh pada perintah Allah, tidak mengubah isi Taurat, tidak berbuat kerusakan di muka bumi, tetap mengimani para Rasul termasuk Nabi Muhammad Shallallahu ’Alaihi Wasallam, tentu tanah suci Palestina berhak mereka tempati. Namun sayangnya telah berlaku ketetapan Allah bahwa mereka akan terus berbuat kerusakan. Itulah realita yang kita saksikan hari ini.

Prof. Zafarul Islam Khan,Ph.D. dalam buku yang sudah diterjemahkan ke Bahasa Indonesia, “Siapa Orang Asli Palestina” (Pustaka Alvabet, 2021) menyatakan, Bani Israel sampai pada masa raja-raja mereka, masih tetap sebagai kaum primitif, pengembara, kasar, pendengki, penumpah darah, antusias terhadap bagian wilayah mereka, dan gegabah dalam konflik yang brutal.

Disebutkan juga pengaruh Yahudi di dalam sejarah peradaban adalah kosong. Mereka tidak berhak dianggap sebagai bagian dari umat-umat yang beradab dari aspek manapun.

Prof. Zafarul Islam Khan juga menyimpulkan, memang merupakan ladang yang subur untuk propaganda Zionis, yang menyatakan bahwa Yahudi harus kembali ke wilayah mereka terdahulu. Kedustaan yang nyata ini tidak didukung oleh logika historis, politik maupun sosial.

Pihak kolonial Inggris sendiri membenarkan bahwa mereka menjadikan Zionis sebagai sarana untuk menguasai Palestina. Sekarang Amerika Serikat juga menjadikan aksi-aksi kelompok Zionis bersenjata untuk menegakkan kekuasaannya di Timur Tengah, dengan terus menciptakan konflik, khususnya konflik Israel dengan Palestina. (A/RS2/P1)

Mi’raj News Agency ()

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.