Oleh: Novalda Yogaswari dan Nabilah Munifah, Mahasiswa Program Magister Sains Psikologi Universitas Padjadjaran (Unpad)
Fenomena bunuh diri di kalangan saat ini adalah sebuah isu yang menjadi sangat mengkhawatirkan dan membutuhkan perhatian serius. Terdapat beberapa kasus bunuh diri di bulan Oktober 2023 ini menjadi perbincangan di berbagai sosial media.
Pada 10 Oktober 2023 lalu, seorang mahasiswi Universitas Negeri Semarang (UNNES) memilih mengakhiri hidupnya di salah satu mall kota Semarang. Di tanggal yang sama, seorang mahasiswi di Kupang juga memilih mengakhiri hidupnya sesaat sebelum wisuda. Mirisnya, peristiwa bunuh diri ini terjadi bertepatan dengan Hari Kesehatan Mental Indonesia yang jatuh pada 10 Oktober 2023.
Melansir data dari World Health Organization (2014), tiap tahunnya tercatat lebih dari 800.000 orang meninggal karena bunuh diri di seluruh dunia sehingga hal ini menjadikan bunuh diri sebagai masalah kesehatan global yang harus diperhatikan (Naghavi, 2019).
Baca Juga: Sujud dan Mendekatlah (Wasjud Waqtarib)
Selain penderitaan emosional yang terkait dengan pikiran, perilaku, dan kematian akibat bunuh diri, CDC (2019) mengungkapkan adanya beban ekonomi yang ditimbulkan dari perilaku bunuh diri juga cukup besar, yakni sekitar 44,6 miliar dolar per tahun di Amerika Serikat. Di Indonesia sendiri, telah tercatat 971 kasus bunuh diri per-18 Oktober 2023 dan meningkat sebanyak 3.41% dibandingkan tahun sebelumnya (Data Pusat Informasi Kriminal Nasional Kepolisian RI, 2023).
Di beberapa kalangan seperti pada mahasiswa dan remaja, bunuh diri menjadi suatu tren yang berdampak signifikan dengan terjadinya perilaku bunuh diri tersebut. Perilaku bunuh diri merupakan penyebab kematian di dunia yang disebabkan oleh perilaku menyakiti diri sendiri dengan intensi untuk mati sebagai hasil dari perilaku tersebut (World Health Organization, 2021).
Goldsmith dkk (2002) menyatakan bahwa suicidality adalah istilah yang luas yang mencakup “semua perilaku dan pikiran terkait bunuh diri, termasuk melakukan atau mencoba bunuh diri, ideasi bunuh diri, atau komunikasi tentang bunuh diri”, sedangkan ideasi bunuh diri merujuk pada adanya pemikiran, pertimbangan, atau perencanaan bunuh diri (Klonsky dkk., 2016).
Ideasi bunuh diri dapat dipicu oleh berbagai macam faktor, salah satunya ialah paparan terhadap upaya bunuh diri atau kasus bunuh diri yang intens yang kemudian dapat memicu meningkatnya ideasi bunuh diri hingga meniru tindakan bunuh diri tersebut. Hal ini kemudian disebut dengan copycat suicide atau suicide contagious (bunuh diri menular).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-17] Berbuat Baik pada Segala Sesuatu
Mengenal Copycat Suicide (Suicide Contagious)
Fenomena Copycat suicide atau suicide contagious adalah peristiwa unik di mana seseorang mencoba bunuh diri setelah diumumkannya kasus bunuh diri. Dengan kata lain copycat suicide sendiri suatu perilaku bunuh diri imitatif yang terjadi setelah seseorang mengamati atau mengetahui bunuh diri yang dilakukan oleh orang lain, terutama kasus yang terkenal dan diberitakan secara luas di media.
Copycat suicide dapat meningkatkan angka bunuh diri di suatu daerah tertentu atau bahkan seluruh negara untuk sementara waktu dalam jangka panjang. Temuan dari berbagai penelitian (Phillips, 1974; Niederkrotenthaler dkk, 2010; & Ladwig, 2012) di negara-negara Barat mengindikasikan efek yang berlangsung hingga 2 minggu, sedangkan penelitian milik Fu & Yip (2007; 2010) menemukan efek peniruan dari perilaku bunuh diri selebritas berlangsung hingga 6 bulan di negara-negara Asia.
Kemudian dalam penelitian Soo Ah Jang pada tahun 2016 mengatakan bahwa media ikut andil dalam meningkatnya efek copycat suicide yang menyebabkan tingkat bunuh diri meningkat. Lalu, bagaimana yaa copycat suicide ini dapat terjadi? Mari kita telaah dalam sudut pandang psikologi!
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-16] Jangan Marah
Terjadinya Copycat Suicide dalam Sudut Pandang Psikologi
Dalam perspektif psikologi, fenomena copycat suicide bisa dikaitkan dengan teori observational learning milik Bandura yang merupakan salah satu teori belajar sosial mengenai bagaimana perilaku manusia bisa dipelajari melalui pengamatan dan peniruan terhadap orang lain di lingkungan sosial mereka. Menurut Bandura, observational learning merupakan proses kognitif yang melibatkan sejumlah atribut seperti bahasa, moralitas, pemikiran dan pengaturan diri dari perilaku seseorang. Artinya, individu tidak sekedar meng-copy atau meniru, secara otomatis (mekanis) setelah mengobservasi lingkungannya. Melainkan, Individu akan memproses secara kognitif dengan menggunakan pertimbangan pengalaman sebelumnya, moralnya, cara pandangnya atau pemikirannya (Suroso, 2004).
Bandura menyebutkan ada empat proses yang mempengaruhi Observational Learning yaitu:
Pertama, Proses Perhatian (Attentional Process),dimana sebelum suatu perilaku bisa dipelajari dari model, model harus lebih dulu melakukannya karena hanya yang dapat diobservasi sajalah yang dipelajari dan hal ini berarti juga terkait pada kapasitas sensorik seseorang.
Baca Juga: Bahaya Zina dan Sebab Pengantarnya
Seseorang yang rentan terhadap bunuh diri mungkin memberikan atensi yang tinggi kepada orang yang bunuh diri, terutama jika mereka mengidolakan atau menganggap sebagai sosok yang penting, relevan, atau mirip dengan dirinya. Selain itu, media yang memberitakan bunuh diri secara detail, sensasional, atau berlebihan juga dapat meningkatkan atensi terhadap model.
Kedua, Proses Retensi (Retentional Process),yakni suatu informasi yang diperoleh (diobservasi) informasi bermanfaat yang disimpan baik secara simbolis dengan dua cara (Imajiner dan Verbal). Seseorang yang rentan terhadap bunuh diri mungkin menyimpan informasi tentang cara, alasan, dan dampak dari bunuh diri tersebut dalam memori mereka, terutama jika informasi tersebut disajikan secara visual, verbal, atau simbolik.
Informasi tersebut dapat menjadi sumber inspirasi, justifikasi, rasionalisasi bagi perilaku bunuh diri. Seperti seorang remaja yang telah memperhatikan berita tentang bunuh diri kemudian ia mencoba mengingat bagaimana cara bunuh diri yang dilakukan model (seperti menggunakan alat tajam, obat, atau tali), alasan model melakukan bunuh diri (seperti stress, depresi, atau traumanya), atau dampak bunuh diri model (seperti pemberitaan media, penghormatan, atau penghargaan yang diberikan kepada mode.
Ketiga, Proses Produksi Perilaku (Behavioral Production Process),dimana proses produksi perilaku menentukan tingkat dimana segala sesuatu yang telah dipelajari akan diterjemahkan dalam bentuk perilaku.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-15] Berkata yang Baik, Memuliakan Tamu, dan Tetangga
Proses ini berkaitan dengan seberapa baik seseorang mengekspresikan perilaku model yang telah diamati. Ekspresi ini membutuhkan kemampuan motorik, kognitif, dan afektif untuk melaksanakan perilaku bunuh diri seperti keberanian, keteguhan, atau keputusasaan. Sehingga seseorang akan lebih mudah meniru perilaku model jika ia memiliki sarana, keterampilan, atau keinginan untuk melakukannya.
Keempat, Proses Motivasi (Motivational Process), proses ini berkaitan dengan seberapa besar dorongan yang dimiliki seseorang untuk meniru perilaku model. Dorongan ini dipengaruhi oleh penguatan (Reinforcement) yang memiliki dua fungsi yakni: (a) Menciptakan penghargaan, apabila bertindak seperti model yang mendapatkan reinforcement, maka ia akan mendapatkan reinforcement juga, dan (b) Proses Motivasi, memberikan satu motif untuk menggunakan apa yang telah dipelajari.
Seperti Seorang remaja yang telah mampu mengekspresikan perilaku bunuh diri model mungkin memiliki motivasi untuk melakukannya, yang berasal dari berbagai faktor, seperti stres, depresi, kesepian, rasa tidak berdaya, atau harapan untuk mendapatkan simpati, perhatian, atau pengakuan dari orang lain.
Motivasi ini dapat diperkuat oleh penguatan tidak langsung, yaitu konsekuensi yang dialami oleh model atau orang lain yang meniru perilaku, seperti pemberitaan media yang berlebihan, penghormatan, atau penghargaan yang diberikan kepada model, yang dapat meningkatkan daya tarik atau nilai sosial dari perilaku tersebut.(AK/R1/P2)
Baca Juga: Masih Adakah yang Membela Kejahatan Netanyahu?
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Catatan 47 Tahun Hari Solidaritas Internasional untuk Rakyat Palestina