Oleh : Septia Eka Putri/Wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Sebagian besar umat Islam negeri ini hanya mengetahui bahwa Buya Hamka merupakan Ulama besar dan termasyur dengan karya-karya besar dan fenomenal seperti Tafsir Al Azhar, maupun karya sastra seperti Tenggelamnya Kapal Van der Wijk dan Di Bawah Lindungan Ka’abah.
Namun, sedikit sekali diantara kita mengetahui bahwa ia merupakan sosok politikus kritis di Parlemen dan di Konstituante (lembaga penyusun UUD hasil pemilu 1955), di mana sebagai wakil dari Partai Islam terbesar, Masyumi, ia termasuk paling gigih memperjuangkan Islam di negeri ini. Dengan kata-kata indah yang memikat, maklum sastrawan besar, dan dengan kemampuan berpidato yang demikian prima, ia menyerukan dan memperjuangkan kepentingan Islam termasuk untuk menangkis serangan-serangan wakil-wakil fihak komunis yang anti Tuhan.
Saat berkunjung ke Tanah Sirah Nagari Sungai Batang Maninjau tanah kelahiran Buya Hamka pemilik nama Haji Abdul Malik Karim Amrullah ini, saya menemukan jejak hidup buya Hamka, kegigihan dan ketangguhannya sebagai ulama, sebagai politisi pejuang Islam, sebagai sastrawan. Pasang surut dialaminya. Dipenjarakan oleh rezim Presiden Soekarno dialaminya, diberhentikan sebagai Ketua Umum Majlis Ulama yang ikut didirikannya, juga dialaminya, karena ia teguh bersikap dalam fatwa mengenai Acara Natal Bersama.
Baca Juga: Pak Jazuli dan Kisah Ember Petanda Waktu Shalat
Sejarah Ringkas
Hamka lahir pada tanggal 13 Muharram 1326 H bertepatan tanggal 17 Februari 1908 dari Pasangan DR. AK. Amrullah dan Syafiyah.
Buya Hamka dalam memoarnya mengatakan : “Ayahku menaruh harapan atas kelahiranku agarku kelak menjadi orang alim pula seperti ayahku, nenekku, dan nenek yang terdahulu,”.
Untuk mendapat keterangan lebih luas tentang buya Hamka, penulis beruntung dapat berwawancara langsung dengan keponakan kandungnya, Hanif Rasyid, S.Pd.I. Ia juga adalah juru bicara sekaligus pimpinan Museum Hamka yang berada di tempat kelahiran Buya Hamka di Tanah Maninjau, Sumatera Barat. Dekat Danau Maninjau yang indah.
Baca Juga: Jalaluddin Rumi, Penyair Cinta Ilahi yang Menggetarkan Dunia
Ketika ia lahir ayahnya mengatakan kepada neneknya bahwa dia akan dikirim ke Mesir agar menjadi ulama kelak setelah berusia 10 tahun.
Sepanjang hidupnya Buya Hamka tidak hentinya menulis dan berpidatao, menghasilkan 100 buah buku, ratusan makalah, essay dan artikel yang tersebar dalam media massa seperti Pedoman Masyarakat, Aliran Islam, Suara Partai asyumi, Hikmah, Mimbar Agama, Panji Masyarakat dan banyak lagi.
Selain itu karya-karya Buya Hamka banyak dipublikasikan melalui media elektronik seperti RRI dan TVRI. Sekarang Radio Rasil (Radio Silaturahim) yang pendengarnya sampai ke Hongkong, juga menyiarkan ulangan siraman-siraman rohani buya itu.
Seluruh ceraramah, pidato, khotbah dan karya tulisnya dilandasi oleh substansi semangat ke-Islaman yang demikian prima.
Baca Juga: Al-Razi, Bapak Kedokteran Islam yang Mencerdaskan Dunia
Buya Hamka tidak hanya terkemuka dalam bidang keagamaan tetapi juga meluas kedalam filsafat, kesusteraan, kebudayaan, sejarah serta politik.
Masa muda, di balik kenakalan memiliki kecerdasan
Menarik mengikuti jalan hidup hidup Hamka dari kecil sampai menjadi tokoh besar. Di masa kecil, Hamka memang terkenal sangat nakal dan sering bermain katapel menembak burung (menurut keterangan keponakan Hamka, Hanif Rasyid) akan tetapi siapa sangka, Hamka diam diam semasa kecil sudah suka menulis dan membaca tanpa sepengetahuan ayahnya, yang adalah seorang Doktor dalam bidng agama Islam.
Orang tua Hamka bercerai semenjak Hamka masih kecil. Jadi, Hamka tinggal bersama sang Ayah. Ibunya Hamka menikah dengan orang Medan. Oleh sebab itu, Hamka kurang mendapat perhatian dan kasih sayang. Hamka pemberontak dan melakukan hal aneh, tiap hari laporan kenakalannya pun berbondong bondong datang ke rumah.
Baca Juga: Abdullah bin Mubarak, Ulama Dermawan yang Kaya
Hamka memiliki semangat merantau karena tidak betah di rumah. Di Medan ia lahirkan karya sastra “Merantau ke Deli”. Selanjutnya ia terus merantau di mana ia memperoleh ilmu, menulis dan makin mendapat nama besar. “Tenggelamnya Kapal van der Wijk” ditullis ketika ia merantau ke Makassar, kisah cinta seorang pemuda berdarah Makassar/Minang dengan seorang gadis Minang.
Pesannya adalah “Hauskan akan Ilmu” supaya seseorang tetap terus mencari ilmu.
Hamka juga seorang Jurnalis
Hamka juga seorang wartawan dan editor di berbagai majalah, di samping itu menulis cerita pendek dan novel romantik di masa-masa sebelum perang. Ia adalah juga seorang sastrawan terkemuka dari Angkatan Pujangga Baru seperti dinyatakan kritikus sastra nomor satu Indonesia, HB Jassin maupun pernyataan ahli sastra Indonesia asal Belanda, Prof A. Teeuw.
Baca Juga: Behram Abduweli, Pemain Muslim Uighur yang Jebol Gawang Indonesia
Beberapa karya sastranya disebut sebagai beraliran Islam sebab ia juga menjadikan kesusasteraan sebagai alat dakwah.
Karya berhaluan Islam itu antara lain dimuat dalam majalah Khatibul Ummah, terdiri dari tiga jilid, pemulaan dicetak dengan huruf Arab, kemudikan dalam majalah Tentara di Makassar terdiri dari empat nomor pada tahun 1932, dalam majalah Al Wahdi terbit di Makassar terdiri dari Sembilan nomor di Makasar, Majalah Semangat Islam pada zaman jepang tahun 1943, Majalah Menara terbit di Padang Panjang sesudah revolusi tahun 1946, Majalah Pedoman Masyarakat sampai tahun 1942 ditutup karena Jepang masuk menjajah Indonesia, Majalah Panji Masyarakat dari tahun 1959, sempat terhenti karena tak boleh terbit oleh Rezim Presiden Soekarno, kemudian pasca Soekarno terbit lagi 1981, Majalah Mimbar Agama Depertemen Agama 1950-1953.
Sebagai Sastrawan
Sebagai sastrawan dalam karyanya Buya Hamka di antaranya banyak memberikan kritik terhadap pelaksanaan adat Minangkabau yang tidak sesuai dengan agama. Diantara karyanya ialah, Si Sabariah, roman yang dicetak dengan huruf arab berbahasa Minangkabau, Laila Majnun, Di bawah Lindungan Ka’bah, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Merantau ke Deli, Mati Mengandung Malu, (Terjemahan dari Manfaluthi), Terusir, Margaretha Gauthier, Tuanku Direktur, Dijemput Mamaknya, Menunggu Bedug Berbunyi, Mandi Cahaya di Tanah Suci, Empat Bulan di Amerika, Mengembara di Lembah Nil, Di tepi Sungai Dajlah.
Baca Juga: Suyitno, Semua yang Terjadi adalah Kehendak Allah
Bapak Pendidikan
Nama ulama, politisi, pendidik dan sastrawan ini dikenal luas sampai ke luar negeri seperti Malaysia, Singapura, Brunei, TimurTengah. Gelar Doktor Kehormatan (Honorus Causa) diberikan Universitas Al Azhar, Cairo, padanya.
Buya Hamka juga adalah salah seorang pendiri Masjid Agung Al=Azhar Kebayoran Baru, salah satu masjid yang paling banyak jamaah-nya di ibukota.
Di kompleks itu juga, buya mempelopori berdirinya sekolah-sekolah Al-Azhar dari tingkat RT sampai SMU, yang dikenal sebagai perintis sekolah Islam dengan standar tinggi. “Agar anak-anak pejabat tunggi, pengusaha besar, jangan lagi bersekolah di sekolah Kristen,” kata buya suatu kali. Kini sekolah-sekolah Al-Azhar jadi sekolah favorit dan tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Di antara alumnusnya adalah DR. Adhyaksa Dault, SH, MH, yang pernah menjadi Menteri Pemuda & Olahraga serta DR. Dino Patti Djalal yang pernah menjabat Wakil Menteri Luar Negeri. Kini di lingkungan Al Azhar juga sudah berdiri Universitas Al Azhar Indonesia yang dalam waktu berapa tahun saja meraih akreditasi A untuk seluruh fakultasnya. Maka Buya Hamka adalah juga Bapak Pendidikan.
Baca Juga: Transformasi Mardi Tato, Perjalanan dari Dunia Kelam Menuju Ridha Ilahi
Dalam kehidupan sehari-hari Buya Hamka dikenal ramah, rendah hati, murah senyum dan menyenangkan.
Kata Hanif : “Bergaul dengan Hamka adalah satu pengalaman yang sangat mengesankan. Tidak sedikitpun terasa ketinggian hati atau keangkuhan, kesediaan berdialog dan bertanya jawab adalah sifat keterbukaan jiwa Hamka yang dikenal luas”.
Banyak karya Hamka yang berkaitan dengan agama diantaranya, Adat Minangkabau dan Agama Islam, Revolusi Agama, Di dalam lembah cita-cita, Tafsir Al Azhar, 30 juz dan masih banyak lagi.
Hamka menyampaikan tausiyah dari hati ke hati, dan diterima oleh hati, bagi yang memahami, Hamka ialah Sang Inspirator. Diantaranya pemimpin, para pemuda dan pemudi. Bahkan ceramah-ceramah agamanya di RRI dan TVRI juga diikuti oleh pendengar/pemirsa yang bukan beragama Islam.
Baca Juga: Dato’ Rusly Abdullah, Perjalanan Seorang Chef Menjadi Inspirator Jutawan
Buya Hamka adalah tokoh luar biasa. Takkan mampu siapapun juga menulis tentang beliau secara lengkap. Demikian juga penulis ini.
(P007/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Hambali bin Husin, Kisah Keteguhan Iman dan Kesabaran dalam Taat