Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Buya Saleh Hafiz, Tinggalkan Bisnis Fokus Berdakwah

Redaksi Editor : Arif R - 14 jam yang lalu

14 jam yang lalu

87 Views

Buya M Saleh Hafiz

TIDAK mudah untuk meninggalkan kehidupan mapan, nyaman, dengan berlimpah keuntungan di dunia bisnis. Apalagi bisnis ekspor kayu yang telah dirintis bertahun-tahun dan mulai memetik hasil menggiurkan, namun harus ditinggalkan begitu saja.

Itulah fragmen hidup yang dialami Buya M. Saleh Hafiz, ulama yang saat ini fokus mengembangkan dakwah terutama memahamkan Al-Quran sebagai pedoman jalan hidup kaum muslimin. Saleh Hafiz lahir bulan Rajab 1368 Hijriah/Mei 1948 Masehi di Teluk Kecibung, Jambi, kawasan terpencil yang saat itu hanya bisa dilalui dengan menyeberangi Sungai.

Saleh Hafiz mengelola bisnis ekspor kayu Sumatera ke berbagai negara pada tahun 1986. Dari usahanya itu Ia bisa mengantongi omzet harian 20 juta rupiah, angka penghasilan harian yang cukup luar biasa di tahun itu.

Dikutip dari Buku “Bukan Orang Biasa, Kisah Para Pejuang di Jalan Dakwah” yang diterbitkan MINA Publishing House,  keberuntungannya Buya Hafiz di dunia bisnis perkayuan tak lepas dari amalan harian yang tak pernah ia tinggalkan, beberapa sahabat bisnisnya di Jakarta mengenal Saleh Hafiz sebagai sosok yang tidak pernah lepas dari membaca Al-Quran.

Baca Juga: Keteladanan Sejati Fatimah Az-Zahra bagi Muslimah Sepanjang Zaman

”Cerita teman bapak dulu, saat berkantor di Jakarta beliau tidak lepas dari Al-Qur’an. Hari-harinya walau sedang berbisnis berniaga, ia tetap membaca Al-Qur’an,” kata Makmun Soleh, salah satu anak Saleh Hafiz yang kini mengabdi sebagai dosen di Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur.

Saat puncak keberhasilannya itulah, Saleh Hafiz mesti memutar haluan untuk kembali ke Jambi mengemban amanah dakwah di kampungnya.

Suatu keputusan sulit, namun ia tunaikan dengan sepenuh hati saat Imaam Muhyidin Hamidy mengamanatinya fokus berdakwah menyantuni umat mengajak kepada jalan sunnah dan kehidupan berjamaah serta terpimpin.

Sebelumnya, Ia memang telah berdakwah dan membina masyarakat di Jambi. Pada akhir tahun 1984, Saleh Hafiz pernah kedatangan tamu dari Cileungsi, Bogor, yaitu Ustaz Siradjuddin bin Arsyad.

Baca Juga: Pesona Fisik Nabi Muhammad SAW: Dalam Kilau Hadits Syamail Muhammadiyah

Dalam pertemuan itu Ustaz Siradjuddin menyampaikan risalah pentingnya mengamalkan hidup berjamaah dan terpimpin sebagaimana yang dicontohkan Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam dan para sahabat.

”Kami diskusi apa yang kita dan mereka amalkan selama ini sama. Sejak 1982 kami sudah mengamalkan hidup berjamaah. Tidak ada unsur politik, hanya fokus ibadah sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah. Beberapa hari kemudian kami bergabung dan tahun 1985 saya menemui Imaam Muhyiddin Hamidy, berangkat ke Cileungsi, saat itu naik bus sendirian,” kata Saleh Hafiz saat ditemui akhir Januari yang lalu di Sarolangun, Jambi.

Keputusan Saleh Hafiz fokus di dunia dakwah dan meninggalkan dunia bisnis di Jakarta, tidak semudah yang ia bayangkan. Cobaan dan ujian mulai berdatangan menimpa ia dan keluarganya, bahkan kepada jamaah awal yang ikut bersamanya di Sarolangun. Sebanyak 20 jamaah yang awalnnya biasa mengkaji Islam bersama Saleh Hafiz pun bubar dan hanya menyisakan 9 orang yang istiqamah.

Ujian tidak berhenti saat Saleh Hafiz giat mendakwahkan pentingnya hidup berjamaah dan terpimpin. Ia pun ditangkap Polisi dan ditahan di Kodim karena dianggap meresahkan masyarakat dengan mengajarkan ajaran sesat. Masjid di tempatnya disegel warga, tidak boleh dipakai untuk melaksanakan ibada dan kegiatan lainnya.

Baca Juga: Bintu Al-Syathi’ Mufassirah Hebat dari Mesir

”Pernah suatu hari ada orang yang ingin membunuh bapak. Bapak dikucilkan, dijauhkan dari masyarakat. Padahal sebelum iltizam dalam jamaah beliau sangat dihormati dan tokoh cukup disegani se Provinsi Jambi,” kata Makmun Soleh mengenang perjalanan ayahnya dalam dakwah.

Sadar akan metode dakwah yang tidak mengena selama itu, Saleh Hafiz mulai mengembangkan model dakwah pendidikan. Ia tidak lagi banyak berdakwah dari mimbar ke mimbar. Mulai tahun 1997 Ia fokus membina Pondok Pesantren Al-Fatah yang telah ia dirikan sejak 1986 di Sarolangun. Ada dua sisi kenapa Saleh Hafiz beralih kepada dakwah tarbiyah melalui pendidikan pesantren, pertama Ia yakin tidak mungkin beragama Islam jika tidak mempunyai ilmu agama, terutama ilmu Al-Quran.

”Melaksanakan ajar agama terutama aljamaah ini tidak mungkin tidak bersumber dari Al-Qur’an, kalau tidak dengan ilmu Al-Quran akan timbul organisasi pola pikir dan lain sebagainya yang justru jauh dari ajaran Islam,” katanya.

Selain itu, Saleh Hafiz juga mengembangkan model amal shaleh, yaitu pekerjaan baik yang bermanfaat bagi umat berdasarkan tuntunan Al-Quran dan Sunnah Rasullullah. Semua bentuk ibadah, menurut Saleh Hafiz baik itu lahir maupun batin harus memenuhi dua syarat, yaitu ikhlas dan mutaba’ah (sesuai dengan tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).

Baca Juga: Mahathir Mohamad Genap Berusia 100 Tahun

”Setiap amalan yang tidak ikhlas, mencari sesuatu di balik itu dan tidak ditujukan kepada Allah, maka itu adalah batil. Demikian pula dengan setiap amalan yang tidak sesuai dengan ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam maka tertolak. Amalan yang memenuhi kedua syarat inilah yang diterima di sisi Allah Ta’ala,” katanya.

Sejak saat itu hingga kini, Pondok Pesantren Hafidz Al-Qur’an Al-Fatah, Desa Teluk Kecibung, Bathin VIII, Sarolangun, menjalankan program yang lebih ditekankan kepada shalat, Al-Qur’an, amal shaleh dan sedekah. Tiga elemen tersebut dipraktikan bersamaan karena satu sama lain saling berkaitan.

Pola pendididikan dengan menggabungkan tiga elemen ini diimplemantasikan Buya Saleh Hafidz berpijak kepada pola pendidikan yang diterapakan oleh Nabi Ibrahim alaihis salam sebagai Abul Anbiya yang telah melahirkan banyak generasi menjadi nabi-nabi baik dari keturunan Ismail maupun Ishak. Pola yang dibangun Nabi Ibrahim yaitu dengan menekan ibadah shalat dan berkorban (amal shaleh) dan taat dalam melaksanakan perintah Allah Ta’ala.

Shalat adalah program awal dakwah Al-Jamaah yang Buya Saleh Hafiz tekankan kepada ikhwan-ikhwan dan pada anak didik di Pesantren Al-Fatah, Jambi. Kedua Ia memahamkan pentingnya mengaji dan mengkaji Al-Quran yang merupakan ilmu dari segala ilmu. Jika para santri pegang Al-Quran, Hafal dan mengamalkan maka semua ilmu akan mudah dihafal dan dilaksanakan. Begitu konsep yang dijalankan Saleh Hafiz saat ini.

Baca Juga: Zohran Mamdani, New York dan Suara Dukungan untuk Palestina

”Hal ini sudah kami buktikan sendiri, mulai kami menghafal dan mengamalkan hingga sekarang kami meraskan hasilnya dan banyak kemudahan yang kami jalani ini sudah kami lakukan penelitian penelitiian puluhan tahun,” kata Buya Saleh Hafiz.

Sementara amal shaleh akan mengajarkan keterampilan dan kerajinan sehingga ketika dewasa atau keluar dari pesantren akan terbiasa amal shaleh. Amal shaleh mengajarkan sifat kepedulian terhadap umat manusia. Karena amal shaleh mengajarkan sikap disiplin dan rajin untuk bekerja.

“Empat hal ini jika dilakukan dan ditanamkan dalam kehidup sehari-hari, insya Allah akan sukses,” kata Buya Saleh Hafiz.

Buya Saleh Hafidz juga memegang keyakinan yang teguh dalam hal sukses hidup ia berprinsip jika ingin berhubungan baik dengan Allah dan manusia, maka kepada Allah lah meminta dan kepada manusia lah memberi.

Baca Juga: Muazzuhrani dan Kisah ”Tol Cileungsi 1980”

Jalan berliku mengawal dakwah menegakkan sunnah di Jambi perlahan mulai diterima banyak komponen masyarakat. Badai fitnah telah berlalu, kini Buya Saleh Hafiz dengan Pondok Pesantren yang terus berbenah, telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam upaya mendidik anak bangsa, terutama di Provinsi Jambi.

Pendidikan dengan mengintegrasi amal shaleh yang diterpakan di Pondok pesantren Hafiz Al-Fatah telah mengantar Pondok Pesantren ini mendapat penghargaan dari Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarno Putri, Buya Saleh Hafidz diundang ke Istana Negara pada Mei 2004 untuk menerim Piagam Tanda Kehormatan Satyalancana Wira Karya. Penghargaan serupa diterima kembali oleh Buya Hafidz dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada November 2007.

Dengan kesungguhan itulah, taat dalam menjalankan amanah, maka pada tahun 1996 Jambi ditetapkan menjadi wilayah seiring bertambahnya umat yang harus disantuni dan dibina akidahnya. Wilayah Jambi pernah meliputi Palembang, Sumatera Selatan, Niyabah Pagar Alam, Niyabah Medan dan, Niyabah Rimbo Bujang. Kurang lebih tiga tahun berikutnya berkembang bertambah menjadi tiga Niyabah, Pagar Alam, Palembang, Oku, dan Batam.

Terus berkembang seiring derap laju dakwah yang terus dijalankan bersama lembaga pendidikan pondok pesantren. Daerah Bengkulu, Sumatera Barat, Tanjung Pura Sumatera Utara, dan  Aceh terus terbuka dan berkembang.

Baca Juga: Rima Hassan, Suara Perlawanan dari Kapal Madleen Menuju Gaza

Saat ini, tahun 2025, Wilayah Jambi telah memiliki beberapa Pondok Pesantren Al-Fatah, seperti di Sarolangun, Rimbo Bujang, Batam, Muaro Jambi, dan Batang Hari. [ansaf muarif gunawan]

 

 

Baca Juga: Safiya Saeed, Imigran Somalia yang jadi Walikota Sheffield

Rekomendasi untuk Anda