Oleh: Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Pada tanggal 8 Agustus, Palestine Children’s Relief Funds (PCRF) mulai membuka kamp musim panas untuk anak-anak yang menderita trauma psikologis setelah serangan musim panas tahun lalu di Gaza, Palestina, yang berlanjut dengan diteruskannya blokade.
Setelah memilih anak-anak yang mengalami trauma, para relawan PCRF mendapat pelatihan dari Pusat Pengobatan Tubuh dan Pikiran (CMBM), yang juga membantu memberikan layanan konseling bagi anak-anak.
Kamp ini juga disponsori oleh Cycling4Gaza dan “Helping Children in Gaza” yang mengadakan penggalangan dana di Yerusalem pada Januari lalu untuk proyek ini.
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
Di sisi lain, hampir lima puluh pengendara sepeda dari seluruh dunia mengumpulkan dana dengan mengendarai sepedanya dari Amsterdam ke Den Haag pada Juli untuk mendukung kampanye kesehatan mental PCRF di Gaza.
Keceriaan anak-anak Palestina di kamp musim panas
Di pantai berpasir Jalur Gaza yang dilanda perang, anak-anak mengumpulkan kerang dari segala bentuk dan ukuran yang berbeda untuk diwarnai.
Seorang anak perempuan bernama Sarah (9 tahun), bergabung dengan kamp musim panas dua pekan lalu, di mana dia bermain dengan aman.
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Dia masih tidak percaya bahwa dia selamat dari kematian, setelah Israel melancarkan perang terhadap daerah kantung terkepung itu di saat acara camp musim panas tahun lalu.
Sarah adalah salah satu dari ribuan anak yang telah dikirim ke kamp musim panas oleh orang tua mereka dalam upaya menyembuhkan mereka dari trauma psikologis yang disebabkan oleh perang.
Ibunya yang bernama Hiba mengatakan, Sarah masih belum pulih dari trauma perang, suara penembakan dan perusakan masih menghantui mimpi-mimpinya.
“Saya mengirim Sarah ke perkemahan musim panas untuk membantunya melupakan kekejaman perang, melupakan rasa takut dan kengerian hidup yang dia lalui,” kata Hiba. “Dia merasa lebih baik sekarang.”
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
Israel melancarkan perang 51hari di Jalur Gaza pada tanggal 7 Juli 2014. Perang ini menewaskan lebih 2.000 warga Palestina di Jalur Gaza dan melukai 11.000 lainnya.
Ribuan rumah juga hancur yang secara otomatis menggusur pemiliknya.
Tahun lalu, anak-anak Gaza menghabiskan liburan musim panas mereka di bawah serangan Israel dan tembakan yang menewaskan 578 anak-anak.
Menurut Departemen Urusan Sosial Palestina, perang menciptakan sekitar 2.000 anak yatim.
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
Anwar Hamid (11 tahun) juga menikmati musim panasnya, berenang dan melompat di dalam air di sebuah resor wisata di pantai Gaza.
Anwar dan tiga saudaranya semua pergi ke kamp musim panas, terlihat mereka sangat senang.
“Tahun lalu, kami takut oleh penembakan, tapi hari ini kami menikmati berenang musim panas dan bermain. Kami ingin hidup,” kata Hamid kepada Anadolu Agency.
Musim panas bersama Al-Quran
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung
Pada masa liburan yang sama, di salah satu masjid di Gaza City, Zina Obaid berusia 8 tahun duduk dalam lingkaran bersama sekelompok gadis-gadis kecil lainnya menghafal Al-Quran.
Zina sudah hafal tiga juz dari Al-Quran dan dia mendapat hadiah dari orang tuanya.
Dia mengatakan ingin menghafal seluruh Al-Qur’an seperti temannya yang berusia sembilan tahun bernama Shahed al-Derawy.
“Tahun lalu, perang memaksa kami meninggalkan rumah dan kami kehilangan kesempatan pergi ke masjid dan kamp musim panas. Hari ini, kami ingin menikmati liburan dan menggunakannya dengan bijak,” ujar Shahed kepada Anadolu Agency.
Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel
Sementara seorang ibu bernama Mona, mengirim anaknya Anas (11 tahun) ke sebuah kamp musim panas yang menyediakan kegiatan rekreasi dan budaya.
“Anas menderita kegugupan psikologis karena efek dari perang, tapi hari ini dia lebih suka membaca cerita,” katanya. “Dia merasa bahagia dan aman.”
Berbeda dengan Darren Rajab (13 tahun) yang merasa seperti kupu-kupu. Saat belajar bermain suling di Konservasi Nasional Edward Said Musik, satu-satunya lembaga yang mengajar musik di Jalur Gaza.
Belajar dan bermain musik membuatnya merasa “hidup”, katanya.
Baca Juga: Pejuang Palestina Punya Cara Tersendiri Atasi Kamera Pengintai Israel
Sebuah laporan oleh LSM Inggris, Save the Children, yang dipublikasikan bulan lalu mengungkapkan temuannya, bahwa tiga perempat dari anak-anak Gaza menderita “mengompol regular” dan 89 persen orang tua mengatakan anak-anaknya menderita perasaan “takut mendadak”.
Laporan ini juga menemukan, 70 persen anak-anak takut adanya perang lain dan 7 dari 10 anak yang diwawancarai biasa mendapat mimpi buruk. (T/P001/P2)
Sumber: AA dan PCRF
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Catatan Perjalanan Dakwah ke Malaysia-Thailand, Ada Nuansa Keakraban Budaya Nusantara